"Ayu apa yang terjadi?" Faisal menggedor pintu kamar gadis itu dengan keras.
"Sakit, Mas, sakit." Gadis itu merengek dari arah dalam kamar.
"Buka pintunya, Ayu, ini kenapa dikunci pintunya?" Faisal mengeras-gerakan gagang pintu.
"Bagaimana, Mas? Ada apa dengan Ayu?" Rianti baru saja menyusul di belakang suaminya.
"Entahlah, Dik. Pintunya terkunci." Faisal menatap Rianti dengan cemas.
Selama pernikahan mereka, tidak pernah sekalipun Rianti membuat dirinya merasa cemas. Hal itu sangat jelas disadari oleh Faisal. Sangat berbeda dengan Ayu yang lambat laun semakin berubah, lebih manja dan banyak maunya.
Rintihan lirih Ayu yang mengerang kesakitan membuat Faisal dan Rianti berpandangan heran. Baru dua minggu lalu gadis itu keluar dari rumah sakit dan tenang untuk beberapa saat.
"Ayu!" Panggil Faisal lagi.
"Perutku sakit, Mas!" teriak Ayu dari dalam.
Faisal tercekat mendengar perkataan istri mudan
Sesampainya di rumah sakit, para perawat segera menangani Ayu. Gadis itu mengalami pendarahan dan dokter menegur keras kepada Faisal. Mereka mengira pria itu melakukan aktivitas sexual yang berlebihan sehingga Ayu mengalami pendarahan."Ketuban istrinya sudah pecah dan kami harus melakukan ceasar malam ini juga." Dokter kandungan yang kebetulan baru saja menyelesaikan prakteknya, menatap tajam ke arah Faisal."Tapi, kandungannya belum genap sembilan bulan, Dok." Faisal ragu dengan keputusan yang diambil oleh dokter kandungan."Ukuran dan berat badan bayinya cukup untuk melahirkan. Nanti setelah lahir, dokter anak yang akan menangani.""Baiklah kalau begitu. Sebenarnya apa yang membuat dia tiba-tiba pendarahan ya, Dok?" Faisal penasaran karena sebelum dia turun ke kamar bawah, Ayu masih dalam keadaan baik-baik saja."Bapak ini bagaimana? Masa setelah melakukan tidak merasa?" Dokter tersebut berujar pelan dengan senyuman di wajahnya. Senyuman y
Ayu berhasil melahirkan bayinya dalam keadaan selamat. Bayi mungil itu kini harus mendekam dalam inkubator, sedangkan Ayu masih menjalani perawatan intensif pasca operasi caesar. Tiga kantong darah telah dialirkan ke dalam tubuh Ayu akibat pendarahannya.Rianti membiarkan Faisal menemani Ayu. Dia ingin melupakan dan mengalah, meskipun hati kecilnya sangat berontak. Wanita mulia itu saat ini menyibukkan diri untuk pindah kamar dan memberikan tempat itu untuk Ayu.Hanya saja Rianti bukanlah wanita lemah yang begitu saja membiarkan orang lain menginjak-injak harga dirinya. Meskipun rumah yang dia tempati adalah milik Faisal, tetapi wanita itu tetap memiliki penghasilan sendiri dari pembagian keuntungan perusahaan."Tolong dipindahkan ke sana saja." Rianti meminta tukang bangunan untuk menggeser lemari kecil yang baru dia beli."Bu, ada orang dari informa." Bi Ina datang mendekati Rianti yang sibuk dengan perluasan kamar tamunya."Oh ya, te
Setelah satu bulan dalam perawatan intensif, akhirnya Ayu dan bayinya keluar dari dalam rumah sakit. Wanita itu terlihat lebih segar meskipun jalannya masih terlihat tertatih. Ayu, melangkah dengan memeluk manja tangan Faisal, sementara Rianti menggendong bayi tersebut.Faisal segera membawa Ayu ke kamar depan seperti yang diinginkan oleh istri keduanya. Dia membuka pintu dan membiarkan wanita itu terpukau dengan luasnya kamar yang selama ini dia impikan."Ini, beneran Ayu tinggal di kamar ini?" Ayu seakan lupa jika sebelumnya lemas, berbalik dengan wajah berseri-seri."Iya, ini kamarmu sekarang." Faisal masuk dengan meletakkan tas koper berisi pakaian wanita itu."Mbak Rianti gak marah?" Ayu menatap ke arah istri tua suaminya dengan wajah polos yang seolah-olah merasa tidak nyaman."Hanya sebuah kamar, apa yang harus dirisaukan." Rianti tertawa kecil. Dia membawa bayi mungil tersebut ke arah ruang belakang, meninggalkan Faisal dengan istri k
"Bik Wati! Bik Ina! Tolong dong Dewi menangis," teriak Ayu yang masih sibuk dengan nasi padangnya.Tangis bayi itu tidak membuat Ayu bergeming sedikitpun dari makanannya. Gadis itu tetap dengan lahap makan, tanpa menghiraukan tangisan anaknya melainkan menambah keributan dengan berteriak memanggil pembantu rumah.Tak ada seorang pun yang muncul membuat Ayu kesal. Dia mulai meletakkan sendoknya dengan kasar dan bersiap untuk berteriak semakin keras."BI--""Sudah, biar Mas saja yang melihat Dewi." Faisal menyudahi makanannya dan berjalan mendekati bayi itu.Dia mengangkat tubuh mungil Dewi dan menggendongnya dengan kaku. Tentu saja Faisal sudah lupa bagaimana cara menggendong anak bayi, karena itu sudah dua p
Malam harinya, Ayu kembali melancarkan serangan. Dia meskipun masih dalam kondisi baru saja melahirkan, dimana plaster akibat luka caesar belum sepenuhnya pulih, gadis itu sudah tidak dapat menahan keinginannya untuk bermesraan.Ayu mengenakan daster transparan yang ternyata sudah mulai sesak. Gaun yang dulunya berhasil membuat Faisal tergoda, hingga lelaki itu naik ke atas ranjangnya. Gaun kebanggaan dan penuh kenangan bagi gadis itu.Meskipun postur tubuhnya terlihat kurang indah mengenakan gaun tersebut, tetapi Ayu tetep memaksakannya. Dia merendahkan bagian dada, agar pepaya kembarnya yang semakin besar terlihat menggoda."Jangan harap kau bisa kabur malam ini, Mas, meskipun tubuhku belum kembali seperti dulu, tetapi aku yakin masih sanggup membuatmu bertekuk lutut seperti dahulu." Ayu tersenyum puas ke arah cermin."Sekarang waktunya menyusui Ayu, setelah itu aku akan ganti menyusui ayahnya." Ayu tertawa kecil dengan bayangan yang t
"Aku masuk ke dalam kamar dulu, ya," pamit Rianti. "Selamat malam, Mas, Ayu." Rianti berucap santai menutupi gemuruh dalam hatinya. Wanita itu lebih memilih menghindar dari pada harus terbakar emosi, kecemburuan dan amarah. Wanita itu masih bertahan dalam rumah tangga ini - selain dia tidak bisa merelakan wanita lain memenangkan hati Faisal apalagi dengan cara yang memalukan - karena Faisal pun tidak pernah menjatuhkan talak. Pria itu mencukupi semua kebutuhan jasmani dan rohani masih terpenuhi. Rianti memilih masuk ke dalam rumah, melakukan wudhu dan mengenakan mukenanya. Wanita itu berusaha menenangkan hatinya dengan mencari kedamaian di bawah kaki Allah. Hanya dengan doa dan zikir, satu-satunya cara agar dia kuat selama ini, meskipun keinginan untuk menyingkirkan Ayu pun tak kalah mempengaruhi tekadnya. "Ya, Allah berikanlah ketenangan dalam batinku, pikiranku, agar aku hanya boleh memikirkan yang terbaik dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan kehe
“Selamat siang, Pak Faisal.” Sapaan formal dari suara yang terdengar akrab membuat pria itu menghentikan kesibukannya menandatangani berkas-berkas.Pria itu masih dengan mata yang mengarah pada lembaran kertas, tertegun. Tangannya tanpa sadar gemetaran dan jantungnya berdebar keras. Dia hampir saja tidak berani menengadahkan wajahnya menatap ke asal suara."Pak, ada mas Joko." Agus kepala Bagian akunting yang sedang duduk di depan Faisal, menegur pimpinannya."Joko …." Faisal menengadahkan wajah sambil mendesahkan nama putra sulungnya.Pandangan mata mereka bertemu. Faisal yang dipenuhi dengan kerinduan sekaligus rasa khawatir dalam hatinya, setelah delapan bulan tidak bertemu, hanya bisa menelan ludah melihat tatapan datar dari Joko.Dahulu mata hitam itu begitu bersahabat. Berbinar penuh rasa hormat dan kekaguman hanya untuk dirinya. Joko akan mengucapk
Faisal pulang ke rumah dengan tujuan menenangkan diri. Dia ingin bertemu dengan Rianti, bertanya pada wanita itu tentang banyak hal. Sebesar apakah kesalahan yang telah dia lakukan sehingga maaf itu terasa sukar diberikan oleh Joko. Faisal selama ini tidak pernah bertanya. Dia hanya berasumsi dari sikap tenang Rianti bahwa semuanya baik-baik saja. Isti pertama yang tidak pernah mengeluh, bahkan bersikap tenang di hadapan Ayu yang manja selama kehamilannya. Saat Jelita memutuskan untuk keluar dari kantor dengan alasan mencari pengalaman di tempat lain, dia merasa hal itu wajar. Saat Joko tidak pernah melapor padanya, tetapi melalui manager pemasaran, Faisal mengira jika pria itu sedang sibuk di Sulawesi. “Ada yang terlewat dari semua ini,” gumam Faisal saat mobil baru saja sampai di depan halaman rumah. Pria