Tidak Ada Yang Menyadari Luna menyiapkan makan malam, dia sudah terlihat cantik dan wangi. Dia juga sudah membantu nenek Ellin mandi, nenek Ellin sudah duduk di ruang tengah, menyaksikan drama televisi kesukannya. Luna menata makan malam di meja makan, menyusun piring, sendok, garpu, mangkuk juga gelas dan air minum. Semuanya terlihat begitu enak. Ada sup daging sapi, empuk dan aromanya begitu enak. Ada perkedel kentang, tempe goreng, tahu goreng dan juga udang goreng."Semuanya siap, tinggal menunggu semua anggota keluarga," ucap Luna. "Luna kemarilah," teriak nenek Ellin."Iya nenek," jawab Luna, lalu dia mendekat ke arah nenek Ellin."Kita lihat drama ini bersama, ceritanya bagus sekali," ucap nenek Ellin."Iya nenek, Luna akan menemani nenek, pekerjaan Luna sudah selesei," ucap Luna."Luna, kenapa dia menangis?" tanya nenek Ellin menanyakan tokoh wanita yang terlihat menangis di layar televisi."Kekasihnya perti bersama wanita lain nenek," ucap Luna.Mereka menyaksikan televisi,
Perceraian Luna meraih ponselnya, dia mencari nomor Radit, lalu menghubunginya. Di sebrang sana, Radit terlihat kaget ketika ponselnya berbunyi dan menemukan nama Luna tertulis di layar."Luna, akhirnya kau menghubungiku, apa butuh waktu begitu lama?" gumam Radit, lalu dia segera mengangkat panggilan itu. "Halo Luna," sapa Radit."Radit, mau kah kau menjadi pengacaraku, aku akan mengajukan gugatan perceraian," ucap Luna tanpa basa basi. "Apa?" tanya Radit bingung."Kau ada waktu hari ini?" tanya Luna."Ada ada," ucap Radit cepat."Kita bertemu di kafe tempat biasa kita bertemu, jam sepuluh," ucap Luna."Ba-baiklah," ucap Radit."Ya sudah, terimakasih, sampai bertemu, ucap Luna yang kemudian menutup panggilan telephonenya. "Luna?" Gumam Radit yang masih bingung. "Tuan, ayo kita berangkat," ucap sekretaris Nade."Nade, acara kita selesei jam berapa?" tanya Radit."Jam dua belas tuan," ucap Nade seraya melihat jadwal harian Radit."kau saja yang datang sendiri, mewakiliku, itu hanya
Penuh CintaDi rumah sakit Jakarta Hospital, Luna terlihat begitu khawatir, dia tidak bisa duduk tenang."Vero, kenapa lama sekali," gumam Luna. Sekitar satu jam setelah menunggu, akhirnya dokter keluar dari ruang unit gawat darurat."Dokter, bagaimana keadaan suami saya?" tanya Luna pada dokter."Tuan Vero sudah melewati masa kritis nyonya, luka di kepalanya cukup parah namun tuan muda Vero baik baik saja, dia harus di rawat setidaknya selama satu pekan di rumah sakit," ucap dokter."Apa saya boleh menemuinya?" tanya Luna."Maafkan saya nyonya, nyonya belum bisa masuk, tuan Vero masih belum sadarkan diri, setelah sadar kami akan membawanya ke ruang perawatan, di sana nyonya bisa menemaninya," ucap dokter. "Baiklah dokter, saya akan menunggu," ucap Luna. Luna menunggu di luar ruang Unit Gawat Darurat. Dia masih begitu gelisah, dia tidak ingin Vero terluka, dia hanya ingin menemani Vero, berada di sisinya, bersamanya.Beberapa saat kemudian tuan Dipo dan dua orang kepercayaannya samp
Ancaman CintaRadit dan nyonya Imelda masuk ke dalam ruang perawatan Vero. Ternyata Vero sendirian, tidak ada sosok Luna di sana."Vero," sapa nyonya Imelda."Tan-tante," sapa Vero, dia terlihat ingin berusaha duduk dari posisi tidur yang ranjangnya dibuat naik sedikit bagian punggungnya."Sudah sudah, jangan duduk, kau tidur saja," ucap tante Imelda."Kau?" tanya Vero setelah dia melihat ke arah Radit."Ini keponakan tante, Radit, dia putra dari kakak kandung tante, pemilik hotel graha di Yogyakarta, juga semesta travel, dia juga presiden di firma hukum loyal," ucap Tante Imelda menjelaskan mengenai keponakannya."Oh jadi dia keponakan tante Imelda," bisik Vero dalam hati. Radit memberikan salam seraya tersenyum."Jadi kau keponakan tante Imelda ya," ucap Vero."Apa kalian sudah saling mengenal?" tanya nyonya Imelda."Tidak sengaja," ucap Radit."Sudah, kau jangan banyak bicara dulu. Tante dengar luka kepalamu cukup parah, kau harus banyak istirahat," ucap tante Imelda."Kau sendiria
Sahabat Lama Menjadi Segi TigaDi dalam mobil taxi online, Rose masih terbayang bayang seseorang yang keluar dari ruang perawatan Vero. Rose tidak melihat wajah seseorang itu karna dia hanya bisa melihat dari belakang. "Rambutnya, pakaiannya, tas yang dipakai, sama persis dengan Luna, apa wanita itu adalah istri Vero dan istri Vero adalah Luna, apa jadinya jika istri Vero adalah Luna," gumam Rose lirih."Luna selalu mendapat yang dia inginkan, selalu yang terbaik. Nilai sempurna, perhatian dari semua pria terbaik di kampus, karir yang bagus, dia mendapatkan semuanya," ucap Rose dalam hati. Aku tidak akan membiarkan semuanya terjadi," ucap Rose dalam hatinya.Rose ingat waktu itu, saat mereka masih sama sama menjadi mahasiswa. Rose pernah menyukai seorang pria, dari kalangan atas, putra dari pemilik perusahaan ternama. Rose begitu menyukainya, walaupun dia berasal dari keluarga yang cukup mapan, tuan tanah yang memiliki beberapa lahan di titik penting kota Jakarta, namun Rose tidak m
Seperti RobotNyonya Anna masuk ke dalam rumah sakit, menuju ke kamar perawatan Vero. "Vero bagaimana keadaanmu?" tanya nyonya Anna."Ibu, sudah baik," ucap Vero."Syukurlah, ibu sangat khawatir, lekas sembuh dan pulang," ucap nyonya Anna."Luna, nenek mencarimu, pulanglah dulu, aku akan menjaga Vero," ucap nyonya Anna."Ibu tidak apa apa di rumah sakit?" tanya Luna."Iya, pulanglah, supir akan mengantarmu, kau bisa ke sini nanti malam," ucap nyonya Anna."Baik ibu, Luna akan pulang," ucap Luna."Vero, aku akan pulang dulu, ibu akan menjagamu," ucap Luna, lalu dijawab dengan anggukan oleh Vero."Vero, apa kau mencintai Luna?" tanya nyonya Anna setelah Luna keluar dari kamarnya."Cinta? apa itu perlu?" ucap Vero."Entahlah, dalam hidup kau harus memiliki sesuatu yang bisa kau pertahankan," ucap nyonya Anna."Perasaan, cinta, akan berubah seiring waktu," ucap Vero."Mungkin saja, tapi cinta bisa menjadi penguat hatimu," ucap nyonya Anna."Ibu tahu, kau menikahinya hanya demi menjadi pr
Setitik CintaMalam hari, Vero terbangun, dia melihat Luna tertidur di kursi yang berada di sebelah tempat tidurnya, wajahnya menempel pada pegangan tempat tidur. Vero mengamati wajah itu, wajah yang sepertinya begitu lelah.Luna mengurusnya dengan baik, selama satu minggu ini. Tidak memikirkan dirinya sendiri, semua tenaga, pikirannya tercurah untuk Vero, pria yang dia anggap suaminya."Apa kau akan bertahan dengan perasaan itu?" ucap Vero dalam hatinya."Apa kau akan tetap mengurusku setelah tahu semua yang telah aku lakukan padamu?" lanjut Vero dalam hatinya.****Pagi hari, Radit sudah berada di depan sebuah apartemen mewah, dia mengetuk pintu unit apartemen itu, menunggu beberapa saat."Ra-Radit," ucap seseorang setelah membuka pintu itu. Unit apartemen itu adalah tempat tinggal Rose dan anaknya."Boleh aku masuk?" tanya Radit."Untuk apa?" tanya Rose."Ini," ucap Radit seraya mengangkat apa yang dibawanya.Radit masuk ke unit apartemen itu, duduk di kursi sofa dan meletakkan pap
Sebagai Seorang IstriLuna membantu Vero berbaring ke tempat tidur, menyelimutinya, membuatnya senyaman mungkin. Vero melihat ke arah mata Luna, dia benar benar menemukan ada setitik cinta di dalam hatinya, lewat pandangan mata itu, setitik cinta yang kemudian menunggu untuk dijadikan sebuah garis atau bahkan gambar yang indah.Luna berdiri, hendak beranjak pergi meninggalkan Vero karna merasa tugasnya telah selesei. Vero menarik tangan Luna hingga Luna jatuh tepat ke pelukannya."Ve-Vero maafkan aku," ucap Luna. Vero menempelkan jadi telunjuknya ke bibir Luna, memintanya untuk diam, lalu Vero menarik tubuh Luna lebih dekat ke arahnya.Deru jantung Luna begitu keras beradu seperti hendak akan pergi perang. Keras, cepat, mungkinkah akan melompat keluar? Oh situasi ini membuat Luna tidak bisa bergerak, seperti tiba tiba membeku, menjadi es.Vera mendekatkan wajah Luna ke wajahnya, lalu bibir itupun bersentuhan. Vero mengecup bibir Luna, kecupan singkat, lalu melepaskannya. Dia melihat L