"Kring... kring.. kring...." Dering ponselku berbunyi tepat saat sedang menunggu lanjutan obrolan Andrew."Maaf Bu, semua staf sudah lengkap dan meeting sudah bisa dimulai," suara yang berasal dari ponsel memecahkan fokusku."Oh ya, saya sedang menuju lift." Aku langsung menutup telepon."Drew, gue mau meeting sekarang. Lo bisa tunggu sampai gue selesai?" Tanyaku kepadanya.Ia menatapku cukup lama, ya seperti biasa ketika ia sedang berpikir jelas banget terlihat ia diam sejenak."Ampun dah lo ya masih aja. Bisa atau gak, jangan kebanyakan mikir," ujarku sembari tersenyum tipis."Kelihatannya mantan gue masih paham banget ya," celotehnya dengan tertawa."Ya sudah lo meeting dulu aja, nanti telepon gue aja. Gue masih dengan nomor lama dan perasaan yang sama hahaha," tambahnya tertawa dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar.Aku melihatnya berjalan langkah demi langkah menuju pintu putar di ujung sana.
"Re, kapan kita mau mengunjungi orang tuamu?" Ujarku sesampai di apartemen sore hari yang melihatnya sedang menonton tv di atas ranjang."Baru pulang itu ucap salam dulu, Sayang. Tiba-tiba langsung ngomong gitu buat kaget," balasnya yang langsung menoleh kaget ke arah sumber suara di depam pintu kamar."Ah iya, tadi waktu masuk pintu utama udah ucap salam sih. Cuma kamu gak respon, makanya aku langsung masuk kamar aja.""Ya gak kedengeran juga sih, lagian volume tvnya kencang banget," tambahku."Hahaha iya, abisnya sepi banget sih jadi biar ramai aku naikin aja deh volumenya.""Kenapa kamu tiba-tiba nanya gitu, Sayang? Kan kita udah rencanakan mau honeymoon dulu baru ke rumah orang tua," responnya. Ia langsung berdiri mendekati meja kecil di sudut jendela untuk menuangkan segelas air putih yang selalu stanby di sana."Hmmm baiknya kita ke rumah orang tuamu dulu," responku singkat."Kenapa buru-buru gini?" Dari nada pertanyaannya aku sudah bisa merasakan sedikit ada getaran dengan raut
[Kalo lo lagi kalut, buka file ini ya] 19.15"Ting....." Bunyi notifikasi ponselku beserta cuplikan pesan di notifikasi terlintas oleh pandangku.Entahlah sepertinya sedarii tadi aku hanya menatap kosong layar televisi yang berputar entah apa yang sedang ditayangkan pun aku tidak tahu. Mataku tertuju pada setiap adegan, namun fokusku hanya memikirkan rencana masa depan pernikahan ini."Pesan dari Andrew, dia kirim file apa nih," batinku.Jemariku mulai menyentuh layar pada ponsel, dan ku buka ruang obrolan yang telah tertera namanya di daftar kontakku. Di dalam ruang obrolan ini, aku melihat sisa terakhir intens komunikasi yang berisi ucapan selamat tinggal.[Kamu harus janji bahagia, meski tidak denganku ya!] 2020"Gue lupa hapus yang ini," batinku sembari tersenyum kecil melihat 1 buah bubble chat yang menunjukkan betapa bermaknanya pesan itu untukku.Setelah aku melihat satu buah chat lama itu, beberapa menit yang lalu ia mengirimkan pesan dengan lamiran sebuah file. Aku klik file
"Pagi Bu Laila. Semua dokumen yang ibu perlukan sudah saya letakkan di dalam ruangan ibu ya." Sapa Alika yang memecahkan lamunanku masih denga kondisi berjalan menuju ruangan kerja. Mataku tampak jelas menatap ke arah depan namun pikiranku begitu kosong."Ha, maaf gimana?" Ucapku kaget."Maaf Bu, tadi saya hanya menyampaikan bahwa semua dokumen untuk Ibu cek telah tersedia di atas meja kerja." Upayanya menjelaskan secara berulang begitu ku apresiasi."Oke, thanks. Nanti kamu ikut ke ruangan saya ya untuk verifikasi," responku yang langsung memasuki pintu ruangan ini.Sesampai di ruangan kerja, aku menuju cermin tinggi yang berada membelakangi pemandangan khas ibukota, diselimuti dengan berbagai gedung pencakar langit dan liuk jalan layang bersatu padu memecahkan hening dengan semua aktivitasnya."Duh ada kerutan disini lagi," celotehku dengan menyentuh beberapa sisi wajah yang ku lihat kulit ini sudah tampak tak terurus akibat peliknya rumah tangga yang beberapa hari terbangun.Setela
Setelah mengulik semua dokumen keuangan, entah kenapa hatiku masih tidak yakin Tika bisa mengkhianatiku. Dia adalah orang yang ku percaya selama ini, bahkan rasanya tak mungkin dia bisa berpikir dengan sengaja mencuri uang perusahaan. Benar juga yang disampaikan oleh ayah untuk tidak percaya dengan siapapun itu. Rasanya begitu menyakitkan dikhianati olehnya."Eh kenapa bengong?" Suara maskulin ini memecahkan lamunanku."Udah datang? Kurang lama datangnya!" Balasku."Yaelah maaf La. Tadi ada deadline di kantor sebentar, makanya gue baru bisa kesini setelah semua udah beres.""Apa yang mau lo sampaikan?" Tanyaku."Bentar dong, gue aja belum pesan minum ini. Gue pesan dulu ya," jawabnya yang langsung beranjak menuju meja barista.Aroma parfumnya masih sama, orangnya masih sama, namun statusnya saja sudah berbeda. Ya setidaknya aku tak pernah menyesal mengenal manusia ini, sebab ia begitu baik hati mesti terkadang seringkali ku berpikir bahwa aku lah yang begitu jahat selama menjalani hu
"Gimana kamu sudah telisik semua laporan keuangan perusahaan?" Ayah menyapaku bukan dengan salam melainkan menanyakan laporan perusahaan yang sedikit mengalami masalah. "Iya, aku sudah skimming namun pengecekan detail sudah dilakukan oleh kepala keuangan." Jawabku sembari meletakkan beberapa dokumen penting yang ia minta. "Lalu apa hasilnya?" Tanyanya. sembari membuka satu per satu lembar yang berada dalam map tipis warna-warni tersebut. "Kami masih menyelidiki siapa pelakunya, Yah. Berikan aku waktu untuk mencari tahu siapa yang sesungguhnya sedang bermain peran di atas kepentingan perusahaan." Balasku yang masih berdiri di hadapan meja kerjanya. Sengaja ku tutupin apa yang sebenarnya terjadi, sebab masalah internal ini benar-benar mengagetkan, bagaimana mungkin asisten pribadiku bisa dengan tega melenyapkan uang yang berada di rekening perusahaan. "Masa bisa lama banget, La. Ini kasus kriminal loh harusnya kamu bisa melaporkan kepada pihak polisi terdekat!" Ayah yang tampak emos
"Sayang, kamu dimana sekang?" Ucapku melalui sambungan telepon."Lagi di jalan nih. Ada apa sayang?" Tanyanya yang terdengar hiruk pikuk klakson dari suara latarnya."Ini ibu dan ayah mau ngajakin makan malam di rumah, kamu bisa datang?" "I'm not sure karena ada jadwal meeting kantor nih.""Selarut ini. Meeting apa emangnya dan dimana?" Tanyaku yang membuat rasa curiga ini kian bergemuruh dalam benak pikiran."Belum tahu sih aku masih menunggu respon staffku terkait lokasinya." Jawabnya singkat.Mulai lagi keanehan yang aku rasakan dari suamiku ini. Bagaimana bisa mengadakan suatu pertemuan tanpa ada obrolan sebelumnya? Bagaimana bisa dia pergi tanpa tujuan? Apakah ini ada hubungannya dengan telepon di hari lalu tentang PHK? "Loh kok bisa gak tahu tapi kamu sudah jalan aja." Aku langsung menanyakan apa yang menjadi pikiranku."Ya kepengen aja merasakan udara malam." Setelah jawaban singkatnya itu, langsung saja aku mematikan panggilan ini, sebab semakin lama berkomunikasi dengannya
"Andrew bukan sih itu?" Desisku dalam hati sambil mengamati postur tubuhnya yang sangat mirip dengan pria yang ku kenal.Aku masih mengamati dari dalam mobil dengan modal sedikit pencahayaan yang terdapat dari lampu jalan di pinggiran taman resto itu.Pria yang ku curigai sebagai Andrew memegang ponsel dan mengarahkan ponselnya ke telinga, lalu berjalan menyusuri resto itu."Duh ini sama sekali gak ada urusan di gue, tapi gue pengen tahu apa hubungannya Andrew dengan Tika." Tambahku yang masih berbicara sendiri di dalam mobil ini.Aku perlahan menuruni mobil dan seperti mengendap-endap agar tak tampak dicurigai oleh orang yang melintas. Suasana resto malam ini begitu ramai dipenuhi dengan anak muda. Entah ada pertunjukkan apa disini sampai begitu antusiasnya mereka datang beramai-ramai.Masih terus mengikuti jejak kaki Andrew dan ia berhenti di sebuah bar lalu duduk dan terlihat sedang memesan minuman dengan posisi tangan terus mengarah ke telinga seperti menelfon seseorang yang berad