"Aku akan membunuh mereka sekaligus!" teriak Bima Bayukana pada para pendekar sambil berlari menuju tempat yang lebih tinggi. "Tolong arahkan mereka supaya berkumpul di jarak serangku."Tidak ada yang tidak mengerti apa yang dilakukan para pendekar saat ini hanyalah menyibukkan tiga Ular Langit Malam. Bertahan hingga Bratadikara atau sosok pendekar hebat lainnya selesai juga sebuah kemustahilan. Bukan hal yang aneh para pendekar ragu saat pemuda itu berteriak sambil berlari ke arah kaki gunung. Hanya saja, entah kenapa perintah Bima Bayukana begitu meyakinkan. Tanpa harapan yang jelas, meski sangat berisiko, mereka tetap menurut karena memang tidak mempunyai pilihan lain.Bima Bayukana memejamkan matanya. Memiliki pengetahuan sebagai Jendral Dewa Tertinggi tidak serta merta membuatnya dapat mempraktikkan kemampuannya di kehidupan yang lalu. Dia tidak boleh kehilangan fokus.Sembari menunggu ratusan pendekar mengarahkan tiga Ular Langit Malam pada satu tempat pada jangkauannya, Bima B
"Yang pertama Lebah, tadi Beruang Madu Api serta Macan Dahan, dan sekarang Ular Langit Malam," decak Bima Bayukana ketika sembilan ular berukuran besar akhirnya muncul dari balik pepohonan. "Tidak mungkin semua ini sebuah kebetulan. Sesuatu Pasti telah mengarahkan mereka." Hampir semua kaki pendekar di bawah tingkat Intervensi Khodam dibuat bergetar oleh tekanan sukma. Perasaan yang sama seperti saat berhadapan dengan Pendekar Intervensi khodam mereka rasakan dari ular-ular bercorak biru tua itu. Malahan mereka terasa lebih kuat dari seorang pendekar tingkat Intervensi Khodam. Meski tak terpengaruh tekanan sukma, Bima Bayukana sadar dirinya tidak akan mampu berbuat banyak. Tapi melihat jumlah binatang buas yang datang hanya sembilan ekor, kesempatan bertahan hidup masih ada. Bagaimana pun beberapa pendekar hebat Kerajaan Kastara ada di sana. Bratadikara menjadi pendekar pertama yang menerjang ke depan, tempat ia berdiri seketika meledak. Sosoknya melesat seperti peluru meriam lal
Beruang Madu Api dan Macan Dahan termasuk ke dalam binatang langka berbahaya. Secara alami Beruang Madu Api dewasa memiliki ketahanan tubuh tingkat Kanuragan Zirah. Di lain hal, Macan Dahan, satu tingkat di bawahnya.Dua binatang ini bukanlah binatang yang bergerak secara kelompok, terutama Beruang Madu Api. Gerakan yang terorganisir membuat Bima Bayukana berspekulasi ada yang mengendalikan mereka. Sekurang-kurangnya sesuatu telah mengembala dua binatang ini hingga sampai di celah dua gunung.Ratusan Beruang Madu Api tiba lebih dulu di antara pepohonan. Sebelum menyerang, beruang yang tingginya dua kali lebih besar dari orang dewasa itu mengaum ganas, kemudian langsung berlari ke arah para pendekar."Mereka datang," imbau Bima Bayukana dan segera bergerak ketika salah satu beruang besar itu tiba di hadapannya.Arkadewi bergerak membantu. Meski terlihat ringan, gerakan gadis itu memberikan dampak kuat saat pedangnya menyentuh tubuh Beruang Madu Api. Yang patut disayangkan tidak ada ten
"Tampaknya Kerajaan Kastara berniat serius mendapatkan pusaka dari Kerajaan Lawas," pikir Arkadewi mengetahui siapa sosok yang diutus Kerajaan.Orang itu adalah Bratadikara, salah seorang jendral terkuat kerajaan Kastara yang telah mencapai tingkat Khodam Sejati. Dia memiliki khodam Banteng Raksasa yang kekuatan tempurnya berorentasi pada ketahanan dan serangan penghancur.Mata Arkadewi kemudian merambat ke arah dua sosok penting lainnya. "Saguna Bayukana, Saktika Sejani," gumamnya.Meskipun buka sosok penting, Saguna Bayukana cukup memiliki posisi di keluarga Bayukana. Sebagai pengguna khodam Harimau Putih sama seperti Keluarga Bima Bayukana yang lain dia telah mencapai tingkat Intervensi Khodam, sama seperti Abinaya. Mengirimnya untuk menangani kemunculan kerajaan lawas membuat Arkadewi curiga keadaan Keluarga Bayukana cukup kacau. Jika tidak, pasti pendekar di tingkat Khodam Sejati yang akan datang. Seharusnya ini dipicu oleh ketidakjelasan siapa kepala keluarga selanjutnya.Sosok
Langkah Arkadewi terhenti dan tubuhnya membeku di tempat. Ekspresi yang tampil di wajah Bima Bayukana tampaknya telah membuat Abinaya merasa tidak nyaman. Mengingat bagaimana sikap arogan Abinaya seperti yang gadis itu kenal, mustahil masalah ini akan selesai tanpa pertikaian. Arkadewi tanpa sadar mengeratkan cengkeramannya di tangan Bima Bayukana dan dengan gelisah berkata di dalam hati, "Bima tidak mungkin menang melawannya. Jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah ini adalah mengungkapkan identitasku." Abinaya Bayukana memiliki latar belakang keluarga terkemuka di Wilayah Langit. Jika terjadi pertarungan, orang-orang cenderung takut terlibat karena sama saja menjadikan Keluarga Bayukana sebagai musuh. Bagian terburuknya mereka berkemungkinan mendukungnya demi mendapatkan wajah. "Aku lihat Kalian membeli peralatan bertempur. Apa kalian berniat pergi ke gunung Cincin?" tanya Abinaya. Pertanyaan itu di luar yang Arkadewi sangkakan. Namun, ini kondisi yang jauh lebih baik
Di antara pegunungan Mangkurat, gunung Cincin menjadi gunung tertinggi. Letak gunung ini berada di tengah-tengah jejeran pegunungan yang membelah dua wilayah kekuasaan kerajaan Kastara. Akan tetapi, letaknya berada sedikit lebih ke utara. Karena Wilayah Langit Kerjaan Kastara terletak di barat laut, orang-orang yang berasal dari sana tiba lebih dulu ke kota Bayan—kota terdekat dari pegunungan Mangkurat bagian tengah. Bima Bayukana dan Arkadewi yang memulai perjalanan dari wilayah selatan tiba dua minggu kemudian. Jika digabung dengan perjalanan melewati jalur sungai semenjak berada di kerajaan Pawana, mereka telah menghabiskan waktu sekitar tiga minggu. Setelah bermalam semalaman karena tiba di kota tepat pada waktu malam, pagi ini mereka berjalan menuju toko senjata. Di kantong Arkadewi memang hanya tersisa sedikit uang, tapi mustahil mereka memasuki tempat berbahaya tanpa membawa senjata yang layak digunakan. "Kita terlambat, entah harus senang atau bersimpati, untungnya tid