Beranda / Fantasi / Dendam Jendral Dewa Tertinggi / bab 39: Menahan Penyerapan Energi

Share

bab 39: Menahan Penyerapan Energi

Penulis: Adaha Kena
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 14:39:55
"Tidak ... memakai Akar Jantung Bumi sebagai obat sama saja bunuh diri," tolak Arkadewi. "Kau tampak baik-baik saja. Aku berjanji akan mencarikan obat yang jauh lebih baik setelah kita ke luar dari pegunungan Mangkurat."

Dalam segala percobaan, Akar Jantung Bumi selalu menghasilkan kesembuhan bagi pengonsumsinya. Akan tetapi, kesembuhan tersebut akan sia-sia saat ledakan sukma terjadi, memicu tubuh menyerap tanpa ampun energi mentah.

Demi menghindari kematian, berbagai cara telah dilakukan untuk menghindari efek samping ini. Mulai dari pergi ke tempat yang minim energi, sampai mengembangkan cara cepat mengolah energi alam menjadi tenaga dalam. Namun, setiap pendekar yang melakukannya tetap terbunuh karena terlalu banyaknya energi yang belum stabil terolah.

Melakukan penyerapan tanpa ampun atas energi alam menjadi tenaga adalah adalah dinding kemustahilan. Arkadewi tentu tidak ingin Bima Bayukana menanggung risiko yang orang-orang terdahulu tidak berhasil melewatinya. Seperti mere
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    Bab 40: Pembentukan Alam Sukma

    Energi sekitar masuk ke tubuh seperti luapan sungai. Dari yang tadinya di tingkat Kebangkitan Sukma, usai mengolahnya menjadi tenaga dalam, Bima Bayukana kini naik tingkat ke tingkat Intervensi Sukma. Bagi para pendekar naik tingkat kependekaran adalah hal menggembirakan. Tingkat Intervensi Sukma memungkinkan seorang pendekar mampu menggunakan pusaka. Lebih dari itu, di tingkat ini, tenaga dalam sudah mulai dapat dialirkan ke benda.Meski demikian, mengingat bahaya yang dihadapi pemuda tersebut, tidak lantas semua pendekar ingin menggantikan posisinya. "Tubuhku mulai rusak, jika aku tidak mengimbangi pengolahan energi menjadi tenaga dalam, energi yang masuk ke tubuhku akan tertumpuk dan meledak," pikir pemuda itu.Pengekang yang difokuskannya untuk membatasi ledakan sukma telah hancur. Imbasnya, beberapa organ miliknya mengalami luka. Kerusakan tersebut akan bertambah seiring dengan menumpuknya energi mentah yang belum diolah."Baiklah, aku akan merepresentasikan alam sukma sebelum

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 39: Menahan Penyerapan Energi

    "Tidak ... memakai Akar Jantung Bumi sebagai obat sama saja bunuh diri," tolak Arkadewi. "Kau tampak baik-baik saja. Aku berjanji akan mencarikan obat yang jauh lebih baik setelah kita ke luar dari pegunungan Mangkurat." Dalam segala percobaan, Akar Jantung Bumi selalu menghasilkan kesembuhan bagi pengonsumsinya. Akan tetapi, kesembuhan tersebut akan sia-sia saat ledakan sukma terjadi, memicu tubuh menyerap tanpa ampun energi mentah. Demi menghindari kematian, berbagai cara telah dilakukan untuk menghindari efek samping ini. Mulai dari pergi ke tempat yang minim energi, sampai mengembangkan cara cepat mengolah energi alam menjadi tenaga dalam. Namun, setiap pendekar yang melakukannya tetap terbunuh karena terlalu banyaknya energi yang belum stabil terolah. Melakukan penyerapan tanpa ampun atas energi alam menjadi tenaga adalah adalah dinding kemustahilan. Arkadewi tentu tidak ingin Bima Bayukana menanggung risiko yang orang-orang terdahulu tidak berhasil melewatinya. Seperti mere

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 38: Kepedulian Arkadewi

    "Di kota Bayan, aku ragu masih ada seorang ahli obat," imbuh salah satu pendekar kemudian mengedar pandang. "Kalau tidak terbunuh, seharusnya semua ahli obat pasti ada di sini sekarang." Seorang pendekar tingkat Kebangkitan Khodam menangguk setuju. "Benar, aku memiliki kemampuan cukup mempuni sebagai ahli obat. Yang bisa kita lakukan sekarang memang hanya membuat lukanya tidak bertambah buruk dengan pil obat, aku mempunyainya beberapa." "Aku juga punya." "Beberapa obat—aku juga memilikinya!" Para ahli obat mengeluarkan sebagian dari apa yang ada di kantong mereka. Umumnya perdekar pasti memiliki persediaan obat, oleh karenanya, pendekar yang tidak memiliki kemampuan mengolah obat juga memberikan sebagian persediaan yang mereka punya. Arkadewi mengambil semua obat sambil mengusap air mata. Meskipun mustahil mengobati Bima Bayukana, dia berharap obat yang dimasukkan ke dalam mulut pemuda tersebut mampu membuatnya sembuh. "Kenapa masih diam saja?!" teriak Abinaya kewalahan me

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 37: Seni Tubuh Keseribu

    "Aku akan membunuh mereka sekaligus!" teriak Bima Bayukana mengambil semua perhatian sambil berlari menuju tempat yang lebih tinggi. "Tolong arahkan mereka supaya berkumpul di jarak serangku." Tidak ada pendekar yang tidak mengerti bahwa apa yang dilakukan oleh mereka saat ini hanyalah menyibukkan tiga Ular Langit Malam. Bertahan hingga Bratadikara atau sosok pendekar hebat lainnya selesai juga sebuah kemustahilan. Jelas mereka sedang terjebak pada situasi tanpa harapan. Meski para pendekar meremehkan Bima Bayukana yang berteriak sambil berlari ke arah kaki gunung, entah kenapa perintahnya begitu meyakinkan. Tanpa harapan yang jelas, meski sangat berisiko, mereka tetap menurut karena memang tidak mempunyai pilihan lain. Bima Bayukana memejamkan matanya sesaat sampai di tempat yang lebih tinggi. Memiliki pengetahuan sebagai Jendral Dewa Tertinggi tidak serta merta membuatnya dapat mempraktikkan kemampuannya di kehidupan yang lalu. Dia tidak boleh kehilangan fokus. Sembari menung

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    bab 36: Ular Langit Malam

    "Yang pertama Lebah, tadi Beruang Madu Api serta Macan Dahan, dan sekarang Ular Langit Malam," decak Bima Bayukana ketika sembilan ular berukuran besar akhirnya muncul dari balik pepohonan. "Tidak mungkin semua ini sebuah kebetulan. Sesuatu Pasti telah mengarahkan mereka." Hampir semua kaki pendekar di bawah tingkat Intervensi Khodam dibuat bergetar oleh tekanan sukma. Perasaan yang sama seperti saat berhadapan dengan Pendekar Intervensi khodam mereka rasakan dari ular-ular bercorak biru tua itu. Malahan mereka terasa lebih kuat dari seorang pendekar tingkat Intervensi Khodam. Meski tak terpengaruh tekanan sukma, Bima Bayukana sadar dirinya tidak akan mampu berbuat banyak. Tapi melihat jumlah binatang buas yang datang hanya sembilan ekor, kesempatan bertahan hidup masih ada. Bagaimana pun beberapa pendekar hebat Kerajaan Kastara ada di sana. Bratadikara menjadi pendekar pertama yang menerjang ke depan, tempat ia berdiri seketika meledak. Sosoknya melesat seperti peluru meriam lal

  • Dendam Jendral Dewa Tertinggi    Bab 35: Binatang Berbahaya

    Beruang Madu Api dan Macan Dahan termasuk ke dalam binatang langka berbahaya. Secara alami Beruang Madu Api dewasa memiliki ketahanan tubuh tingkat Kanuragan Zirah. Di lain hal—Macan Dahan—satu tingkat di bawahnya. Dua binatang ini bukanlah binatang yang bergerak secara berkelompok, terutama Beruang Madu Api. Gerakan yang terorganisir membuat Bima Bayukana berspekulasi ada yang mengendalikan mereka. Sekurang-kurangnya sesuatu telah mengembala dua binatang ini hingga sampai di celah dua gunung. Ratusan Beruang Madu Api tiba lebih dulu di antara pepohonan. Sebelum menyerang, beruang yang tingginya dua kali lebih besar dari orang dewasa itu mengaum ganas, kemudian langsung berlari ke arah para pendekar. "Mereka datang," imbau Bima Bayukana dan segera bergerak ketika salah satu beruang besar itu tiba di hadapannya. Arkadewi bergerak membantu. Meski terlihat ringan, gerakan gadis itu memberikan dampak kuat saat pedangnya menyentuh tubuh Beruang Madu Api. Yang patut disayangkan tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status