Share

Warisan Dendam

last update Last Updated: 2025-09-04 02:33:15

# Bab 5 – Warisan Dendam

Hujan turun deras malam itu. Arga berdiri terpaku di depan makam Alena yang baru saja ditutup tanah merah. Payung hitam di atas kepalanya hampir tak berguna karena angin kencang membuat pakaiannya basah kuyup.

Di sampingnya, Tania menangis tersedu, sementara Nadine berdiri kaku dengan wajah tegang. Revan menatap pusara itu dengan mata kosong, menahan rasa kehilangan yang tak mampu ia ungkapkan.

“Kenapa dia memilih mati seperti ini…?” bisik Arga. Suaranya pecah, hampir tak terdengar di antara suara hujan.

Namun tidak ada yang menjawab.

---

Tiga hari setelah pemakaman, sebuah amplop misterius tiba di kantor Arga. Tanpa nama pengirim, hanya ada tulisan tangan di bagian depan:

> Untuk Arga Pratama – Dari Mantan Istrimu.

Arga membuka dengan tangan gemetar. Di dalamnya ada sebuah flashdisk dan secarik surat.

Surat itu ditulis dengan huruf yang ia kenali betul—tulisan tangan Alena.

> “Arga, jika kamu membaca surat ini, berarti aku sudah tiada. Tapi jangan kira kematianku membuatmu bebas. Aku sudah menyiapkan sesuatu yang akan memastikan kamu tidak pernah benar-benar hidup tenang. Dendamku tidak berakhir di liang lahat. Itu baru dimulai.”

Arga tertegun. Jantungnya berdegup kencang. Ia segera menyalakan komputer dan memasukkan flashdisk itu.

Layar monitor menampilkan folder berisi ratusan dokumen, rekaman video, dan foto-foto. Semuanya adalah bukti kebusukan—tentang rahasia bisnisnya, perselingkuhannya dulu dengan Nadine, bahkan transaksi gelap yang ia kira sudah terkubur.

Satu video muncul otomatis. Wajah Alena yang pucat, dengan mata berkilat penuh amarah, menatap lurus ke kamera.

> “Halo, Arga. Kau pikir aku mati sia-sia? Tidak. Setiap kebohonganmu, setiap dosa yang kau lakukan, sudah kuabadikan. Dan aku pastikan dunia akan tahu siapa sebenarnya Arga Pratama. Jika kau mencoba menghentikannya, percayalah… semua sudah kuatur untuk tetap berjalan meski aku tidak ada. Selamat menikmati kehancuranmu.”

Arga terjatuh di kursinya. Tangannya bergetar, keringat dingin mengucur deras. Ia merasa Alena masih hidup, mengintainya dari balik bayang-bayang.

---

Keesokan harinya, berita besar meledak di media.

“Skandal Perusahaan Pratama Group – Dugaan Suap dan Manipulasi Data Terkuak.”

Foto Arga terpampang di halaman depan. Nadine yang baru selesai latihan pemotretan langsung diserbu wartawan. Tania tidak berani keluar rumah karena dihujani hinaan dari tetangga dan teman.

Revan mendatangi Arga dengan wajah murka. “Apa yang terjadi, Ga? Semua dokumen ini… bagaimana bisa bocor?”

Arga menatapnya dengan mata sayu. “Itu… Alena. Dia sudah menyiapkan semua ini sebelum mati. Ini balas dendam terakhirnya.”

Revan membanting meja. “Astaga… jadi dia benar-benar tidak pernah ingin kita semua tenang.”

Arga memejamkan mata. “Tidak… ini bukan hanya tentang aku. Dia ingin kita semua terseret dalam neraka yang dia buat.”

---

Beberapa malam kemudian, Nadine mendapat pesan anonim. Isinya hanya satu kalimat:

> “Kamu yang merebut Arga dariku. Aku mungkin sudah mati, tapi kutukanku akan selalu bersamamu.”

Nadine menjerit histeris. Ponselnya terjatuh ke lantai. Ia merasa bayangan Alena berdiri di sudut kamar, menatapnya dengan senyum penuh kebencian.

“Arga! Aku tidak tahan!” teriak Nadine, menangis di pelukan pria itu. “Kenapa dia masih menghantui kita? Kenapa bahkan setelah mati, dia tidak mau melepaskan kita?”

Arga tak bisa menjawab. Ia hanya memeluk Nadine erat, tapi di matanya sendiri terselip rasa takut—takut bahwa mungkin benar, arwah Alena belum tenang.

---

Di sisi lain, Raka Pramudya menerima sebuah email misterius dari akun yang tak dikenal. Isinya adalah salinan kontrak dan rahasia kerjasamanya dengan Alena dulu.

> “Jangan kira kau bisa lari dari ini, Raka. Aku sudah menyiapkan jalannya. Kau akan ikut tenggelam bersama Arga.”

Raka menutup laptop dengan wajah pucat. “Sial… bahkan dari kubur, dia masih memegang kendali.”

---

Sementara itu, Bima Satya justru tertawa puas membaca berita kehancuran Pratama Group. Tapi tawa itu berhenti ketika ia menerima paket. Sebuah kotak hitam kecil dengan surat singkat:

> “Bima, jangan lupa. Aku tidak pernah sepenuhnya percaya padamu. Semua bukti kolaborasi kita sudah tersebar. Kau tidak akan lolos.”

Bima merobek surat itu dengan marah. Namun dalam hatinya, ia tahu Alena sudah memenangkan permainan. Bahkan setelah mati, ia tetap jadi dalang kehancuran semua orang.

---

Malam demi malam, Arga semakin tersiksa. Ia bermimpi buruk, melihat Alena datang dengan gaun putih berlumuran darah, tersenyum pahit.

> “Kamu kira kematianku membuatmu bebas, Arga? Tidak. Aku adalah bayanganmu. Selamanya.”

Arga terbangun dengan keringat dingin, menjerit memanggil nama Alena. Nadine ketakutan melihatnya.

“Ga, kau harus kuat… kau tidak boleh kalah dengan bayangan masa lalu,” bisiknya.

Tapi dalam hati Nadine sendiri, ia mulai bertanya: Apakah aku salah merebut Arga dari wanita itu?

---

Revan, yang selama ini berusaha menjadi penengah, akhirnya tak tahan. Ia berdiri di depan makam Alena tengah malam, membawa bunga putih.

“Len… kenapa kamu harus sejauh ini? Kalau kau masih hidup, aku ingin mengatakan… aku mencintaimu sejak dulu. Tapi sekarang… yang kau tinggalkan hanya darah dan air mata.”

Angin malam berhembus dingin, seakan menjawab pengakuannya. Revan berlutut, tangisnya pecah.

---

Di titik itu, semua orang sadar: kematian Alena bukan akhir. Justru ia meninggalkan warisan dendam yang membakar mereka satu per satu.

Arga kehilangan nama baiknya. Nadine kehilangan ketenangannya. Tania terjebak dalam stigma. Raka dan Bima terancam hancur. Revan kehilangan cinta seumur hidupnya.

Dan di atas semua itu, bayangan Alena tetap berdiri.

Seakan dari balik kubur, ia berbisik:

> “Dendamku tidak pernah mati. Selama kalian masih hidup, kalian akan mengingatku—bukan sebagai wanita yang kalian sakiti, tapi sebagai kutukan yang kalian ciptakan sendiri.”

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Mantan Istri   Keputusan dan pertanda awal

    Warisan Dendam Fajar yang pucat menyapu jendela apartemen Maya. Namun udara di dalam ruangan jauh dari damai. Aroma melati yang sempat menghilang kini kembali, lebih tajam, menyesakkan dada. Maya memandangi laptop yang masih menyala sejak malam—halaman terakhir naskahnya menampilkan satu kalimat yang ia ingat jelas: “Kisah dendam ini belum usai Ia menutup laptop dengan gemetar. “Alena… apa yang kau inginkan dariku?” Pertanda Awal Ketika Maya masuk kantor pagi itu, rekan-rekannya menatap heran. “Kau terlihat pucat,” ujar Rina, sahabatnya. Maya hanya tersenyum hambar. “Kurang tidur.” Namun begitu ia duduk, komputer kantornya langsung menyala sendiri. Di layar, folder dokumen pribadinya terbuka, meski ia yakin sudah terkunci. Sebuah file baru muncul: warisan.docx. Tangan Maya bergetar saat membukanya. Di dalamnya hanya ada satu kalimat: “Maya, dengarkan bisikan malammu. Aku di sisimu.” Ia buru-buru menutupnya, napas tersengal. Kapten Surya Kembali Sore hari, Kapten

  • Dendam Mantan Istri   Bayangan yang tersisa

    Bayangan yang Tersisa Hujan deras membasahi kota Jakarta malam itu. Sirine ambulan yang membawa jasad Arga, Nadine, dan Tania telah lama padam, meninggalkan jejak lampu merah-biru yang memantul di jalanan basah. Rumah besar keluarga Pratama kini kosong, hanya menyisakan dinding yang penuh retakan dan aroma melati yang samar—aroma yang tak akan pernah hilang. Maya duduk di ruang tamu apartemennya, menatap kosong layar ponsel. Di sebelahnya, Kapten Surya menulis laporan terakhir mengenai tragedi yang menimpa keluarga Pratama. Meski kasus dinyatakan “selesai”, Maya tahu semuanya jauh dari kata berakhir. “Bagaimana bisa kita menutupnya begitu saja?” Maya memecah keheningan. “Tidak ada penjelasan yang masuk akal untuk semua kematian itu.” Surya mendesah. “Secara resmi, kita sebut saja gangguan mental kolektif. Media suka istilah itu.” Maya memalingkan wajah. “Kau tidak percaya itu.” Kapten Surya menatapnya lama. “Tidak. Aku juga melihatnya, May. Bayangan itu. Wanita dengan gaun

  • Dendam Mantan Istri   warisan dendam 2

    Warisan Dendam Hujan rintik kembali turun ketika Maya dan Kapten Surya tiba di pemakaman tua di pinggiran kota. Udara malam terasa lebih pekat dari biasanya; bau tanah basah bercampur aroma melati yang menusuk. Lentera kecil di pintu gerbang berayun pelan tertiup angin, seolah memberi peringatan agar mereka tidak melangkah lebih jauh. Surya menyalakan senter. “Kita benar-benar akan menggali makam orang mati tengah malam? Ini melanggar banyak aturan, Maya.” “Dia tidak mati seperti yang kita kira,” balas Maya mantap. “Kalau jasadnya ada, aku akan tenang. Kalau tidak… kita tahu dendamnya masih berkeliaran.” Mereka berjalan menyusuri lorong sempit di antara nisan yang ditumbuhi lumut. Kilatan petir sesekali menyingkap bayangan pohon beringin besar yang meliuk seperti makhluk raksasa. Di depan mereka akhirnya berdiri sebuah nisan putih dengan ukiran nama: ALENA PRATAMA. Maya menatap batu nisan itu lama. Udara di sekeliling mendadak lebih dingin. “Inilah saatnya,” ucapnya lirih.

  • Dendam Mantan Istri   Warisan dendam

    # Bab 8 – Warisan Dendam Hujan deras mengguyur kota seolah tak rela berhenti. Di sebuah kafe kecil, Maya duduk menatap jendela berembun sambil memutar rekaman wawancara lama Alena berulang-ulang. Kata-kata “Dendamku adalah warisan” terus menggaung di telinganya. Di depan meja, Kapten Surya menatapnya penuh rasa tak percaya. “Kau tampak seperti orang yang menemukan rahasia besar negara,” gumamnya. “Apa Bapak tidak merasa aneh? Setiap orang yang dekat dengan Arga mati dengan cara tragis. Revan di makam Alena, Nadine nyaris melompat, Arga sendiri…” Maya berhenti sejenak, menggenggam cangkir panas erat-erat. “Dan sekarang ada pesan yang muncul di kamarku. Ini bukan kebetulan.” Surya menyandarkan punggung. “Saya polisi, Maya. Saya percaya bukti, bukan… hantu.” “Kalau begitu mari kita cari bukti. Bantu saya membuka kembali kasus kematian Alena. Saya curiga kematiannya dulu… tidak wajar.” --- Malamnya mereka berdua mendatangi rumah sakit tempat Alena dahulu dinyatakan meninggal.

  • Dendam Mantan Istri   warisanku ada padamu

    ---# Bab 8 – Warisan Dendam*(Bagian 1 dari 3, ±2000 kata)*Hujan turun tanpa henti di malam itu, sama seperti malam ketika Arga Pratama mengakhiri hidupnya. Rumah megah keluarga Pratama kini dipenuhi garis polisi. Lampu merah biru berputar, menyinari dinding yang masih berlumuran darah.Tubuh Arga telah dibawa ke kamar mayat. Namun keheningan rumah itu masih terasa mencekam. Beberapa polisi yang berjaga mengaku mendengar suara tangisan wanita di dalam, padahal ruangan kosong.“Kapten, apakah kita yakin ini hanya kasus bunuh diri?” tanya seorang polisi muda, wajahnya pucat.Kapten Surya, pria paruh baya dengan tatapan tajam, menyalakan rokoknya. “Luka di dadanya jelas bekas tusukan sendiri. Tidak ada tanda perlawanan. Semua mengarah ke bunuh diri.”“Tapi…” polisi muda menelan ludah, “…saya melihat sesuatu di cermin ruang tamu. Ada… wajah wanita.”Kapten Surya menoleh cepat. “Wanita? Siapa?”“Cantik… tapi menyeramkan. Separuh wajahnya rusak terbakar. Dia tersenyum pada saya.”Surya te

  • Dendam Mantan Istri   Malam Penjemputan

    Langit malam kembali gelap pekat, seolah tidak ada lagi cahaya yang sanggup menembus awan hitam. Hujan deras mengguyur tanpa belas kasihan, seperti tirai air yang menutup seluruh kota. Petir sesekali menyambar, memantulkan bayangan rumah besar keluarga Pratama yang kini lebih mirip rumah kematian.Di ruang kerjanya, Arga Pratama duduk dengan wajah pucat. Matanya merah, penuh garis lelah. Tangannya gemetar saat menatap USB hitam di meja, benda yang berisi rekaman suara dan wajah Alena. Sesuatu yang seharusnya tidak lagi memiliki kekuatan apa pun, kini mengendalikan seluruh hidupnya.Ia ingin membuangnya. Tapi setiap kali mencoba, ada bisikan di telinganya. Bisikan itu lembut namun menusuk, membuat jantungnya berhenti sejenak.*“Jangan coba-coba, Arga. Aku masih di sini.”*Arga memejamkan mata, menggeleng keras, mencoba menepis suara itu. Tapi bulu kuduknya tetap berdiri, keringat dingin bercucuran.---Di kamar lain, Nadine Kusuma duduk di pojok ranjang, memeluk kakinya sendiri. Tubuhn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status