Nafas Gea tercekat. Rasanya dia masih belum bisa meyakinkan dirinya atas apa yang dilihatnya hari ini. Sebuah nisan bertuliskan nama lengkap Reksa dengan tanggal lahir dan tanggal meninggalnya di bagian bawahnya. Apa ini? Re-Reksa su-sudah me-meninggal? TIDAK! TIDAK! TIDAK MUNGKIN! Reksa bukannya sedang berada di Jepang untuk fase pemulihannya? Gea masih terus mencerna apa yang ada di hadapannya saat ini. Apalagi ketika dia melihat tanggal meninggal yang tercantum pada batu nisan di hadapannya, tertulis bahwa Reksa meninggal 3 tahun lalu. TIDAK! TIDAK! TIDAK MUNGKIN! Nafas Gea semakin tercekat. Rasanya dadanya benar-benar terasa sangat sesak. Paru-parunya terasa sulit dikembangkan. Istimewa setelah itu Gea melihat wajah Abizar yang selama di perjalanan tadi hanya terdiam tanpa ekspresi, kini sudah menjadi sangat dingin. Sedangkan Edgar dan Thabita hanya menatap nisan anak bungsunya itu dengan tatapan nanar. Kesedihan sangat terbaca dari sorot mata mama dan papa mertuanya itu. "
Hanya hening yang tercipta di sepanjang perjalanan dari rumah terakhir Reksa menuju kembali ke hotel milik keluarga Permadi. Tampak empat manusia di dalam mobil mewah yang melaju dalam kecepatan sedang sibuk dengan sel-sel otaknya masing-masing.Tak lama mereka sudah tiba di depan lobby hotel bintang lima yang berlokasi di salah satu sudut Ibukota tersebut. Sebelum turun dari mobil, Gea memberanikan diri meminta waktu pada Thabita untuk berbincang sejenak. Menanyakan apapun yang masih terasa mengganjal di hatinya pada mama mertuanya tersebut "Baiklah. Mama masih ada waktu sampai sore ini. Sebelum malam nanti mama sudah harus terbang ke London. Jadi Mama masih bisa menghabiskan waktu berdua dengan menantu cantik Mama." Walau senyum terukir di wajah cantik Thabita, namun semua tau bagaimana remuknya hatinya setiap kali ia pulang dari rumah terakhir anak bungsunya.Thabita selalu berusaha menyembunyikan kesedihannya. Seperti janjinya pada Reksa, setiap Thabita selesai berkunjung dari ru
Hi, Ge.Lo pasti sebel banget waktu baca surat ini. Karena gue yakin mama pasti baru bisa kasih surat ini setelah gue pergi cukup lama. Ya ... kalau dipikir-pikir salah Lo juga sih! Siapa suruh lama amat kagak nikah-nikah sama Abang gue.Kalian berdua itu padahal saling cinta, tapi entahlah abang gue kesambet jin dari provinsi mana sampai-sampai segitu marahnya sama Lo. Gue harap prahara pelik antara kalian berdua segera terurai ya sebelum kalian menikah. Tapi kalau belum juga terselesaikan, coba deh Lo selidiki mantan pacar super tampan gue dan sepupu cantiknya yang tidak lain tidak bukan friendzone Bang Izar, si Mbak Melly. Kayaknya ada sangkut pautnya sama mereka berdua deh.BTW, Selamat menempuh hidup baru ya Ge! Alhamdulillah, jadi Kakak ipar gue juga akhirnya Lo ya! Gue berbahagia untuk pernikahan Lo dan Bang Izar. Sayangi abang gue seperti rasa sayang Lo ke Bang Izar jaman orok dulu. Menyayanginya tanpa kata karena dan tetapi.Gue percaya rasa sayang antara kalian berdua itu ak
Malam ini adalah malam kedua bagi Abizar dan Gea dengan status suami istri. Setelah malam pertama dilalui dengan tidur terpisah walau masih dalam satu kamar, di malam kedua ini ada sedikit kemajuan dalam hubungan kedua anak konglo itu. Malam ini Abizar bersedia tidur satu ranjang bersama istri cantiknya. Setelah menyelesaikan beberapa dokumen di ruang kerjanya, Abizar perlahan merebahkan tubuhnya di samping sang istri yang sudah lebih dulu terlelap. Ditatapnya wajah cantik Gea dengan seksama. Tampak masih ada sisa air mata di pipi hinyai cucu pertama keluarga Adinata tersebut. Area sekitar matanya juga sedikit membengkak. Selain itu sisa kemerahan di ujung hidung bangirnya juga masih tampak. Jelas sekali bahwa istri cantiknya itu baru saja menangis."Sebenarnya siapa yang berbohong? Kamu atau Melly? Tapi untuk apa juga Melly membohongiku?" lirih Abizar sambil menatap wajah Gea yang masih saja tampak cantik di matanya walau sedang tertidur seperti saat sekarang ini. Kalau saja dia tid
Pagi ini terasa berbeda bagi Gea. Bukan lagi bantal ataupun guling yang menyapa visualnya sesaat setelah membuka mata, melainkan wajah tampan sang suami penuh dendamnya.Di malam kedua pernikahan mereka berdua, Abizar memang memilih untuk tidur seranjang dengan Gea. Ada sedikit kelegaan di hati Gea. Walau tidak terjadi apapun antara dirinya dan sang suami selain terlelap sepanjang malam, tapi setidaknya kini mereka sudah tidak lagi tidur di tempat yang berbeda.Gea menatap sepuas mungkin wajah tampan Abizar dari jarak yang hanya sejengkal. Tampak sangat jelas betapa tampan dan rupawannya wajah suaminya itu.Aelah tampan sekali wajah "bobok" suamiku? Hehehe!Gea menatap dengan seksama setiap lekuk wajah pria yang selama ini selalu ia sangkal bahwasanya pria itulah yang mengisi hati dan pikirannya. Pria yang selama ini terperangkap dengan dendam padanya. Pria yang selama ini selalu ia coba lupakan namun selalu tidak bisa."Kenapa Mas begitu membenciku? Apa iya karena Mas merasa akulah p
Perlahan Abizar dan Gea sama-sama mendaki puncak asmara tertinggi. Keduanya sama-sama berusaha menikmati setiap langkah pendakian tersebut. Ini memang bukan yang pertama bagi Abizar, sebelumnya ia pernah melakukannya dengan perempuan yang lain. Dia paham bagaimana sensasi rasa mendaki ke puncak asmara bersama seorang perempuan yang berlabel gadis maupun seorang perempuan yang sudah pernah melakukannya sebelumnya dengan pria yang lainnya. "Sa-sakit, Mas," rintih Gea ketika Abizar mulai menerobos area kegadisannya. Abizarpun terpaku sejenak. Ia sadar ada sesuatu yang utuh dari diri Gea yang harus ia lewati. Ada tembok yang begitu terjal yang harus Abizar lewati dalam pendakiannya bersama Gea pagi itu. Ada sesuatu yang harus ia tembus dari kepemilikan Gea. "Ah ... sa-sakit sekali, Mas!" Gea kembali merintih kesakitan ketika Abizar mencoba menerobos pertahannya. Sampai akhirnya ... "Argh ... " air mata mengalir di sudut mata Gea. Rasa perih, panas, dan penuh ia rasakan di kepemilikannya
2 jam setelah pendakian ke puncak asmara usai, kini Abizar dan Gea sudah berada di lounge bandara untuk menunggu keberangkatan mereka menuju Bali. Perjalanan kali ini mereka lalui bersama pengantin lama rasa pengantin baru, Gibran dan Audrey. Dua pasangan ini berencana akan meninjau proyek merger perusahaan Adinata dan Permadi yang terbaru di Bali, yaitu sebuah hotel mewah di area Seminyak. Selain itu perjalanan mereka kali ini tentu untuk melepas penat dari rutinitas mereka di ibukota. Ya ... bisa dikatakan bahwa perjalanan bisnis mereka kali ini sekaligus liburan tipis-tipis kalau kata Audrey. "Selamat pagi, Bapak Abizar dan Ibu," celoteh riang Audrey membuka percakapan di pertemuan mereka pagi itu. Melihat cara Gea melayani Abizar sarapan pagi tanpa ada drama penolakan dari Abizar, serta selalu terpajangnya senyum cantik Gea di sepanjang menjalankan tugasnya melayani sang suami dalam menyantap makanan paginya, membuat Audrey menyimpulkan bahwa sepertinya memang ada banyak kemajuan
"Ini pakai syal Tante!" Audrey menyerahkan syal kremes berharga jutaan yang ia bawa. "Terima kasih," Gea menerimanya malu-malu. Haduh ... kenapa sih selalu saja ketauan Tante Dakota Jhons*n KW super kesayanganya ini. Dulu saat masih berseragam putih abu-abu, Audrey juga yang memergokinya sedang bercumbu mesra dengan Abizar. Eh, sekarang sudah menikah dengan Abizarpun, Audrey pula yang memergokinya. Walau hanya memergoki jejas-jejas kemerahan buah karya Abizar di leher jenjangnya, tapi tengsin juga 'kan ye? Geapun segera menggunakan syal kremes milik tante cantiknya itu. Lagipula kenapa Abizar tidak memberitauku sih? Atau memang dia cuek-cuek saja jejas kemerahan hasil ciptaannya pagi tadi terlihat orang lain? Huft! "Tante ke toilet hanya untuk memberikan syal ini padaku?" Gea melirik ke arah Audrey sambil merapikan syal kremes milik tantenya itu di lehernya. "Ya gak juga lah. Tante mau merapikan gincu Tante. Tadi sepertinya sedikit berantakan setelah menikmati secangkir kopi." Ae