Share

Ragu

"Apa yang kau lakukan kepada anak cucu turun ku, Ningsih?" tanya seorang wanita.

Suaranya menggema, diiringi angin kencang.

"Ra-Rahayu?" sahut Ningsih, tampak ketakutan saat mendengar suara yang sangat dikenalnya itu.

Muncul seorang wanita anggun. Berpakaian bangsawan Jawa di masa lampau. Angin kencang sama sekali tidak merusak penampilannya, hanya ujung bajunya saja yang sesekali berkibar pelan.

Ningsih menundukkan kepalanya. Wanita yang bernama Rahayu itu pun mengibaskan tangan kirinya, hingga terlepaslah ikatan Ratri dari sebuah tiang kayu. Rendra berlari ingin menolong ibunya yang sudah pingsan, namun, Soleh sudah lebih dahulu menangkap tubuh bibinya itu. Lelaki itu menarik tangan Rendra dengan tangan kirinya lalu menghilang.

"Maafkan aku, Den Ayu Rahayu. Cicit turun mu itu akan menganggu ku dalam membalas dendam. Aku tidak bermaksud menentang mu," urai Ningsih.

"Gadis yang akan di selamatkan oleh Rendra adalah kunci untuk memutus perjanjianmu dengan iblis itu bukan? Bukankah kau sendiri yang meminta kepada cicitku untuk menolong mu? Berulang kali kau berusaha datang, dan akhirnya membawa sukmanya," ungkap Rahayu.

Ningsih menceritakan, bahwa dirinya tidak lagi bisa mengendalikan tubuh dan jiwanya yang sudah di bangkitkan ibunya dengan perantaraan iblis itu. Kini, iblis itu mengingkari janjinya. Sisi baiknya, tak lagi bisa memilah yang mana yang tidak boleh di sentuh, sesuai dengan perjanjian awal dengan perantara itu.

Rahayu terdiam. Lalu menghilang meninggalkan Ningsih sendirian.

"Kau berani berkhianat kepadaku, Ningsih? Apakah kau tahu apa akibatnya? Grrrrmmmmm," terdengar suara berat dan menggeram.

Tubuh Ningsih pun terlempar ke belakang.

Tubuh wanita itu menghantam sebuah pohon besar dan meninggalkan jejak tubuh pada batangnya. Terdengar suara berderak tulang patah. Ranting patah pun jatuh dan hampir saja mengenainya jika dia tidak segera menghindar.

Ningsih berusaha membetulkan posisinya. Lalu menutup matanya dan mulai memulihkan tubuhnya.

"Hahahaha ... Rupanya kau masih mengingat ilmu dari Wunisa. Cerdik sekali, tapi ingat, gadis dan lelaki itu akan membunuhmu, juga pasti akan memburu ku. Jangan sampai itu terjadi. Atau ... Aku akan mencabut seluruh ilmu yang ku berikan kepadamu. Dasar manusia bodoh," seru sosok itu lalu menghilang.

Soleh terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dia sengaja kembali karena akan berbicara dengan Rahayu, leluhurnya. Malah mendengar fakta baru di luar dugaannya.

"Jenggala Manik sepertinya sudah mengetahui apa yang aku lakukan. Aku harus cepat. Hanya ilmu dari Nini Wunisa yang akan menjadi bekalku menghadapinya," ucapnya lirih.

Ningsih tampak sedih, suara tangisannya kini terdengar pilu, ditambah dengan suara gemericik air hujan.

Sementara itu di rumah Rendra, kedua pemuda itu nampak sibuk untuk membuat Ratri siuman.

"Leh, aku ambil air dulu ya. Biar kita gak kehausan," ujar Rendra.

Soleh pun menganggukkan kepalanya, lalu mengulas senyum.

Saat membuka pintu kamar Ibunya, tiba-tiba muncul kepala tepat berada di depan Rendra.

"Allahuakbar."

Rendra mundur selangkah. Jantungnya berdegup kencang, seperti bertalu-talu, karena terkejut. Kini kepala itu kembali ke tubuhnya.

Rendra memberanikan diri berjalan ke luar kamar, dengan kaki yang sedikit gemetar. Bahkan untuk bernapas dengan normal saja rasanya sulit sekali.

Sementara Soleh, menolehkan kepalanya sejenak, lalu kembali memperhatikan keadaan Bibinya itu. Tentu saja lelaki itu bersikap biasa saja, karena, sudah mengenal sosok yang membuat Rendra terkejut itu.

"Duduklah, Nak," ujar sosok berpakaian bangsawan Jawa itu.

Rendra duduk perlahan, sambil memandang takut sosok yang berada di depannya. Raut wajah sosok itu, sedikit mirip dengan wajah Ibunya.

"A-anda siapa? Bukankah yang tadi datang saat akan menolong Ibu?" tanya Rendra, dengan mata yang terus saja memperhatikan sosok itu.

"Namaku Rahayu. Canggah dari garis keturunan Ibumu. Aku hanya mengingatkan, yang akan kamu hadapi ini, bukanlah mahluk biasa. Yang bisa kamu dan Soleh atasi lebih mudah dari biasanya," papar Rahayu.

Suara wanita itu sangat lembut, khas wanita terhormat masa lampau.

Rahayu menceritakan apa saja yang akan di hadapi kelak. Bagaimana cara mengatasinya dan apa saja amalan untuk menumpas iblis itu. Hal yang tidak di sadari Rendra saat ini, atmosfer rumahnya kini terasa berbeda, bahkan, hawanya jadi sangat dingin.

"Aku akan datang melalui mimpi untuk mengajari sukmamu. Sering berdoa sebelum tidur, jangan lalaikan ibadahmu dan tidak boleh memiliki rasa dendam, apa kamu sudah mengerti?" tanya Rahayu.

Rendra menganggukkan kepalanya pelan, dengan pandangan matanya tertuju kepada sosok itu. Seketika, sosok itupun menghilang dari hadapannya.

Lelaki itu menghembuskan napas lega dan menghirup udara sebanyak-banyaknya, seolah sedari tadi tidak ada oksigen yang masuk dan mengisi rongga paru-parunya. Kakinya masih saja gemetar. Dia berusaha menenangkan diri dengan beristighfar.

Setelah tenang, Rendra pun kembali menuju dapur, mengambil satu teko air putih dan tiga buah gelas. Kemudian menuju kamar Ibunya. Meletakkan air yang di bawanya tadi di atas nakas, lalu kembali ke dapur.

Lelaki itu membuka lemari pendingin lalu mencari makanan ringan dan mengambil beberapa potong bolu yang berada di dalam wadah tertutup transparan, kemudian kembali ke kamar Ibunya.

"Sudah hampir tengah hari. Apa ... Kamu ga pulang dulu?" tanya Rendra memecah keheningan.

"Tadi aku sudah telepon Ibu waktu kamu di dapur. Aku sudah bilang nginap di rumah Bu Lek Ratri," jawab Soleh.

Rendra pun bertanya, mengapa Ibunya belum juga siuman. Apakah ada yang salah? Atau hanya ketakutan saja. Soleh mengatakan kepada sepupunya itu, jika keadaan Ratri hanya karena terkejut dan takut.

"Le ... Kok kalian ada di kamar Ibu?" tanya Ratri.

Kedua lelaki itu pun menoleh ke arah wanita itu, lalu bergegas mendekatinya.

"Alhamdulillah ... Ibu sudah sadar, lama sekali pingsannya Bu, ada apa?" tanya Rendra, berusaha menutupi keadaan yang sebenarnya.

Soleh menggenggam tangan Ratri lalu melihat kejadian saat wanita itu dibawa oleh Ningsih.

Ratri masih nampak linglung. Wajar saja, sebab sedari tadi sukmanya tersesat dan berhasil dibawa pulang oleh suruhan Rahayu.

Hanya Soleh yang tahu keadaan yang sebenarnya. Sementara Rendra, hanya mengetahui kejadian yang dialaminya saja. Sebenarnya, Rendra memiliki bakat yang hampir sama dengan Soleh, bahkan dirinya memiliki pusaka kembang Sukma milik Rahayu. Namun, lelaki itu enggan mempelajarinya. Padahal ilmu itu kelak akan sangat bermanfaat baginya.

Kini, setelah kejadian menimpa Ibunya, Rendra tak lagi keras hati untuk mempelajari ilmu itu.

"Ibu, beristirahatlah dulu. Kami berdua ada di kamar, jika lapar katakan saja. Akan Rendra antarkan makanan," ujar Rendra.

Ratri pun mengangguk. Lalu merebahkan tubuhnya perlahan. Badannya terasa sakit sekali, seperti tersengat listrik dan habis mengerjakan sesuatu tanpa berhenti. Remuk rasanya.

'Badan ku sakit sekali dan juga lelah. Apa karena mimpi yang aneh tadi?' batin Ratri.

Terdengar pintu kamarnya dibuka, namun tidak ditutup kembali. Pintu kamarnya tertutup oleh gorden tebal, sehingga tidak tersingkap dengan mudah. Hal ini untuk memudahkan Rendra mendengar, jika ibunya membutuhkan bantuan.

"Soleh ... Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa aku tidak tahu apa-apa?" tanya Rendra.

Lelaki itu sangat penasaran, saat sudah berada di dalam kamarnya. Dia yakin bahwa ada yang di sembunyikan oleh sepupunya itu.

"Makanya, kalau dikasih rejeki yang spesial itu digunakan dan dipelajari, agar bisa membantu orang di sekeliling mu," jawab Soleh.

Lelaki muda itu pun mengatakan kepada Rendra, akan mendampinginya bisa berpindah tempat ke alam lain seperti dirinya.

"Aku akan mendampingi mu untuk melakukannya. Namun, jangan bergantung sepenuhnya kepadaku. Sejatinya, ilmu yang kamu miliki, jauh lebih tinggi dariku. Kau memiliki bakat alami, tinggal mengasah saja," ucap Soleh.

"Apa aku mampu? Bagaimana jika ternyata aku tidak seperti yang dibicarakan itu? Aku takut,"

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status