Mutia dan Bu Salma sudah menyiapkan segala keperluan untuk pulang ke Indonesia. Sehari sebelum pulang Mutia dan Bu Salma jalan-jalan terlebih dahulu, membeli oleh-oleh untuk keluarga di Indonesia.
“Mutia beli baju ini, biar penampilan mu semakin kece.” kata Bu Salma menunjukkan sebuah baju mini dress berwarna merah muda.“Mahal Bu, nanti Mutia merepotkan Bu Salma.” jawab Mutia.“Sudah jangan fikirkan masalah uang Mutia, kamu sudah Ibu anggap sebagai anak kandung Ibu. Panggil saja saya dengan sebutan Mama.” kata Bu Salma meyakinkan Mutia.“Baiklah Bu, Mutia akan beli baju yang Ibu tunjukkan pada Mutia.” jawab Mutia mengambil baju yang Bu Salma tunjuk tadi. Setelah mereka puas dengan belanja mereka kembali ke apartemen yang selama ini mereka tinggali selama di Singapura. Bu Salma dan Mutia mulai mengemasi pakaian mereka karena besok dia kan pulang ke Indonesia. Dan Mutia kan memulai kehidupan yang baru dengan wajah yang baru. Esok pun tiba, Mutia sudah siap dibandara untuk segera terbang ke Indonesia.“Pa, Jangan lupa jemput kita ya!” pinta Bu Salma pada Pak Samsul saat ditelfon.“Iya Ma, Papa akan Jemput Mama dan Mutia.” jawab Pak Samsul. Bu Salma menghampiri Mutia yang sedang menunggu. Tidak berapa lama akhirnya pesawat yang dia tumpangi pun berangkat.Tepat Pukul 2 siang Bu Salma dan Mutia sudah sampai dibandara. Pak Samsul sudah menunggu mereka dipintu keluar.
“Beneran ini Mutia? Berbeda sekali dengan yang dulu.” kata Pak Samsul kaget melihat penampilan Mutia yang sekarang.“Udah, Ayo kita pulang dulu!” ajak Bu Salma sambil menggandeng Pak Samsul. Mutia berjalan di belakang mereka dengan tersenyum bahagia melihat dua orang yang kini menjadi keluarga dia. Dalam perjalanan Bu Salma tidak berhenti bercerita tentang pengobatan Mutia selama di Singapura pada Pak Samsul.“Saya kira pulang dari Singapura cerewetnya berkurang, ini malah nambah banyak sekali.” kata Pak Samsul sambil menyetir.“Ah Papa, kalau itu ya tidak bisa berubah Pa sampai kapan pun itu.” jawab Bu Salma tersenyum kearah Pak Samsul. “Pa, nanti ajak Mutia biar belajar kerja kantoran.” kata Bu Salma.“Saya tinggal terserah Mutia Ma, kalau Mutia mau ya akan Papa ajarkan.” kata Pak Samsul melirik ke arah Mutia yang duduk di jok belakang.“Kapan kamu akan kembali ke desa tempat tinggalmu itu, Tia?” tanya Bu Salma.“Setelah saya benar-benar siap ma. Oh ya ma lebih baik panggilan ku diganti Tia saja ya?” tanya Mutia pada Bu Salma.“Iya tidak apa-apa, kenalkan dirimu sebagai keluarga kami nanti disana. Biar tidak ada yang mencurigai bahwa kamu adalah Mutia.” kata Bu Salma.“Untuk apa kamu kembali kesana? Bukankah kamu telah diusir?” tanya Pak Samsul heran.“Dia kesana sebagai Tia, anak kita Pa. Bukan sebagai Mutia janda yang terusirbeberapa bulan yang lalu.” jawab Bu Salma.
“Apa kamu berniat balas dendam?” tanya Pak Samsul pada Mutia.“Iya Pak, akan saya buat mereka menyesal telah mengusir aku.” kata Mutia menghadap kearah luar mobil.“Saya rasa jangan balas dendam Mutia, sesuatu yang diawali dengan niat tidak baik hasilnya juga tidak baik.” kata Pak Samsul menasehati Mutia.“Kalau menurut Mama terserah kamu Mutia, apapun yang kamu lakukan akan Mama dukung.” kata Bu Salma. Mendengar nasehat Pak Samsul membuat Mutia dilema antara balas dendam atau menjalani hidup yang baru.“Jangan banyak melamun Mutia, lakukan apa yang kamu mau.” kata Bu Salma menyadari jika Mutia dilema. Mutia hanya terdiam mendengar ucapan Bu Salma. Mendadak Mutia teringat Ibunya yang sudah tua dikampung. Setelah ini dia berniat pulang kampung sebentar melihat Ibunya yang tinggal dengan Kakaknya dikampung.“Ma, saya ingin pulang kampung sebentar setelah nanti istirahat.” kata Mutia.“Kamu pasti merindukan Ibumu, tapi maaf Mutia Mama tidak bisa menemani kamu.” Jawab Bu Salma.“Tidak apa-apa Ma, Mutia bisa pulang kampung sendiri kok. Lagian Mama sudah banyak membantu Mutia selama di Singapura.” kata Mutia tersenyum. Terbayang wajah Ibunya yang sudah menua dan keriput, berjalan tertatih-tatih dengan tongkatnya. Kabar terakhir sebelum Mutia diusir dari Desa suaminya, Ibu Mutia mengahrapkan kepulangan Mutia. Kini Mutia akan melihat dan memeluk sosok Ibu yang telah melahirkan dan membesarkan dia. Teringat ketika Mutia diboyong ke desa sang suami, Ibunya menangis berharap Mutia tinggal bersama dia. Namun , sebagai seorang istri Mutia harus mengikuti kemana sang suami pergi. Tidak terasa sudah sampai dirumah Pak Samsul yang begitu besar dan mewah.“Mutia, Ayo kita turun lalu istirahat.” ajak Bu Salma. Mutia turun dari mobil dan memandangi rumah yang kini ada dihadapannya. Mutia masuk bersama Bu Salma dan Pak Samsul.“Asep, Tolong ambil koper ibu dan Non Mutia dibagasi mobil.” kata Pak Samsul pada Asep tukang kebun dirumahnya sambil memberikan kunci mobil.“Baik, tua,” jawab Asep mengambil kunci mobil dari tangan Pak Samsul.“Bik Inah, Tolong antar non Mutia ke kamarnya.” kata Bu Salma kepada Asisten rumah tangganya.“Mari non,” ajak Bik Inah. Mutia mengikuti Bik Inah menuju kamarnya, sebuah kamar yang luas dan dilengkapi kamar mandi dalam sudah disiapkan untuk Mutia.“Silahkan istirahat Non,” kata Bik Inah.“Terimakasih, Bikin,” jawab Mutia. Setelah Bik Inah keluar, datang Asep membawa koper Mutia dan menaruhnya didalam kamar. Mutia menaruh baju-bajunya kedalam almari pakaian yang sudah disediakan. Setelah membersihkan diri, Mutia istirahat. Sebelum magrib tiba, Mutia sudah bangun. Dia mengecek ponselnya yang selama beberapa bulan ini dia matikan. Mutia melihat beberapa story WA teman-temannya, ada status mantan Iparnya yang ternyata sudah menempati rumah milik suami Mutia. Tidak lupa dia melihat story WA kakaknya, Mutia tercengang membaca status kakaknya dikampung. Status itu bertuliskan, semoga Khusnul khatimah. Mutia penasaran Siapa yang meninggal, lalu ada status lain. Orang miskin bukan berarti tidak punya harga diri.“Siapa yang meninggal?” tanya Mutia pada dirinya sendiri. Mutia melihat kakaknya kemarin menelfonnya berkali-kali lewat Wa. Dan ada sebuah pesan, jika kamu baca pesan ini segeralah pulang dek, isi pesan dari kakaknya. Mutia lalu mengemasi beberapa bajunya dan pamit pada Bu Salma dan Pak Samsul untuk pulang malam ini juga.“Biar diantar supir, Papa.” kata Pak Samsul.“Iya Pa, soalnya kalau naik Bus pasti lama sampainya.” jawab Mutia. Setelah magrib usai Mutia langsung berangkat ke kampung halamannya diantar supir Pak Samsul menggunakan mobil Pak Samsul. Perjalanan menuju kampung Mutia membutuhkan waktu 5 jam. Sepanjang perjalanan Mutia merasa khawatir jika terjadi sesuatu pada Ibunya.Tepat 23:15 Mutia sampai didepan rumah Ibunya. Mutia kaget tatkala melihat bendera kuning berkibar didepan rumah Ibunya.Mutia berjalan menuju pintu, Mutia mengetuk pintu rumah Ibunya.Tok tok tok Terdengar langkah kaki seseorang dari dalam rumah. Pintu terbuka lebar, Kakak Mutia berdiri mematung.“Siapa kamu?” tanya Mira kakak Mutia bengong.“Aku Mutia kak, adik kakak,” kata Mutia. Mira mengucek matanya,”Kamu bukan Mutia, Mutia tidak seperti ini wajahnya.” kata Mira ragu bahwa yang dihadapan dia adalah adiknya yang lugu. Wajahnya berubah, penampilan juga berubah.“Biarkan aku masuk kak, nanti aku ceritakan.” kata Mutia. Mira mempersilahkan Mutia masuk, “Siapa yang meninggal, Kak?” tanya Mutia penasaran. Bukannya menjawab pertanyaan Mutia, Mira malah menangis tersedu-sedu. Seketika seisi rumah terbangun mendengar Suara tangis Mira.“Siapa kamu?” tanya Bud
“Siapa kamu?” tanya Mutia lagi.“Salam kenal Tia, aku Hadi orang terkaya di Desa sebelah.” jawab Hadi dengan keangkuhannya.“Maaf, ada perlu apa anda kemari?” tanya Tia sudah mulai tidak suka dengan Pria itu.“Aku hanya memastikan saja, banyak yang bilang dirumah ini ada seorang wanita cantik. Ternyata benar ada bidadari secantik kamu Tia.” jawab Hadi sambil duduk tanpa dipersilahkan.“Maaf Pak Hadi, saya tidak ada waktu untuk ngobrol dengan orang asing seperti anda.” kata Mutia.“Oke tidak apa-apa, nanti saya akan kesini lagi.” kata Hadi. “Jangan panggil aku Pak, panggil saja Mas Hadi.” kata Hadi.“Baik mas, mas bisa pulang sekarang. Kami masih dalam suasana berkabung atas meninggalny Ibu dari Mbak Mira, jadi tolong hargai kami.” Kata Mutia sopan.Pria itu tidak segera pergi malah berjalan mendekat
“Ada apa?” tanya Mutia lagi.Setelah puas tertawa akhirnya menjawab, “Bagaimana kabar mu? Aku berharap kamu pergi untuk selamanya.” kata Fatma mantan kakak Ipar Mutia.“Iya, aku akan pergi untuk selamanya. Nikmatilah rumah milik adikmu itu, aku tidak berniat mengambilnya.” jawab Mutia. Lalu memutuskan sambungan telfonnya, Mutia akan membuang nomor lamanya dan menggantinya dengan yang baru.Flashback Sejak awal pernikahan Mutia dan Arman, Fatma selalu memanfaatkan Arman. Bagaimana tidak hampir setiap bulan, Mantan mertua dan Ipar Mutia itu minta jatah bulanan dari Arman. Gaji Arman yang hanya 3 juta itu habis untuk kebutuhan saja. 1 juta untuk jatah Bulanan Bu Siti mertua Mutia, 500ribu untuk Fatma kakak Arman. Tinggal 1,5 juta untuk kebutuhan rumah bayar listrik, air, telfon dan kebutuhan dapur juga. Setiap bulan minus terus tidak pernah tidak minus.Suatu hari Mutia berbicar
Sesampainya dirumah Bu Salma, Mutia langsung istirahat. Dia merasa kecapekan setelah beberapa jam duduk didalam mobil.“Mutia, besok kamu ikut Papa ke kantor ya, belajar kerja dikantor Papa.” kata Bu Salma.“Iya ma, Mutia mau ganti nomor ponsel juga nih,” kata Mutia.“Kapan kamu akan kembali ke desa itu?” tanya Bu Salma antusias.“Setelah saya kerja dikantor Papa, Ma. Mungkin 1 Minggu lagi aku akan cari rumah kontrakan disana.” jawab Mutia.“Baiklah, Mama dukung kamu,” kata Bu Salma. Malam itu Mutia pergi ke konter untuk membeli kartu baru, setelah itu dia menelfon kakaknya memberi tahu jika nomor ponselnya ganti. Saat sedang asyik berjalan di ruko, tanpa sengaja Mutia menabrak seseorang.“Maaf Bu, saya tidak sengaja,” kata Mutia sambil melihat orang yang ditabraknya, ternyata dia mantan mertua Mutia.“Punya mata nggak sih,” kata
“Gimana bisa bayar sekarang?” tanya Bu Salma. Mutia sudah kembali ke kantor, karena dokumen sudah ditunggu Pak Samsul.“Maaf Bu, kami tidak punya uang sebanyak itu.” jawab Fatma tertunduk.“Lalu gimana kalau tidak punya uang?” tanya Bu Salma.“Biarkan Ibu kami bekerja disini Bu, untuk membayar ganti rugi.” kata Fatma.“Fatma...kamu nyuruh Ibu jadi asisten rumah tangga disini,” kata Bu Siti protes.“Mau bagaimana lagi,Bu. Kita tidak punya uang untuk ganti rugi sebanyak itu.” kata Fatma.“Begini saja, sekarang kalian pulang dulu, aku pertimbangkan dulu usul Fatma tadi.” jawab Bu Salma. Mereka pulang dengan kekecewaan, Fatma menyalahkan Ibunya yang telah ceroboh.“Ibu gimana sih, malah bikin masalah baru sama Bu Salma.” kata Fatma.“Kamu juga ngapain usul buat Ibu kerja disana. Masa iya Ibu jadi ART dirumah Bu Salma, malu dong
"Ayo pulang!" ajak Fatma menarik tangan suaminya."Loh Mas Ulum belum bayar Mbak." kata Sonia."Ngutang dulu," jawab Fatma."Nggak Mbak, cuma beli kopi kok ngutang. Katanya situ orang kaya masak beli kopi ngutang." bantah Sonia."Eh janda ganjen kamu tuh ya baru punya warung kayak gubuk gitu aja udah sombong minta ampun." kata Fatma tidak mau kalah."Pokoknya bayar sekarang," bentak Sonia.Ulum hendak mengambil uang disaku celananya namun dicegah oleh Fatma. "Nggak usah bayar mas," kata Fatma."Biar aku bayar dek, malu kalau kopi saja ngutang." jawab Ulum yang malu dilihat banyak orang."Mas kamu itu gimana sih, oh jangan-jangan mas suka sama janda gatel itu." kata Fatma berasumsi sendiri."Nggak dek, Mas hanya cinta sama kamu seorang." kata Ulum."Alah kamu mas bilang cinta nyatanya baru aku tinggal sebentar udah main kesini." kata Fatma."Tapi aku tidak suka sama Sonia dek." kata Ulum."Ngaku saja
PlakSebuah tamparan mendarat dipipi Pak Warto."Tega sekali kamu Pak," kata Bu Siti sambil terisak tubuhnya lemas hingga merosot jatuh kelantai."Mendingan Bapak pergi dari sini, bawa baju Bapak." usir Fatma."Tolong maafkan Bapak Bu, Bapak nggak tahu kalau akan menyebar vidio itu. Bapak juga tidak tahu siapa yang merekamnya." kata Pak Warto."Sudah cukup Bapak pergi sekarang." teriak Bu Siti.Bu Siti masuk kedalam rumah mengambil semua baju Pak Warto dan melemparnya ke teras."Bawa pakaian kamu," teriak Bu Siti.Pak Warto memunguti bajunya lalu membawanya."Maafkan Bapak,Bu." kata Pak Warto berjalan menjauhi rumah yang selama ini dia tinggali bersama keluarganya.Fatma seketika panik ketika digrup RT dan beberapa Grup arisanembahas vidio viral Pak Warto."Bapak pergi meninggalkan aib," kata Fatma kesal. "Semua grup whatsapp menggunjingkan keluarga kita Bu." kata Fatma.Bu Zuli datang,"Udah lihat bu
"Baik Mbak saya akan kesana." kata Bu Siti.Fatma dan Ulum mengantar Bu Siti kerumah sakit yang disebutkan. Benar disana terlihat Pak Warto terbaring sakit diatas ranjang."Dengan keluarga Pak Warto?" tanya seorang perawat."Iya sa istrinya," jawab Bu Siti."Mari ikut saya menemui Dokter." kata Perawat."Ayo Fat temanin Ibu!" ajak Bu Siti. Fatma pun menemani Bi Siti keruagan Dokter. Sedangkan Ulum menunggu didepan ruangan Pak Warto.Sesampainya diruangan dokter, mereka duduk."Keluarga Pak Warto ya?" tanya Dokter."Iya pak saya istrinya," jawab Bi Siti."Begini Bu Pak Warto akan lumpuh karena kakinya mengalami benturan yang sangat keras." tutur Dokter."Apa lumpuh dok?" tanya Fatma."Iya Mbak, kami berharap keluargamu memberikan Pak Warto dukungan dan semangat agar bisa menerima kenyataan." kata Dokter."Baik dok," kata Bu Siti.Mereka lalu keluar dari ruangan Dokter tersebut."Mas Bapa