Suasana menjadi tegang. Wajah suamiku yang awalnya santai berubah mengeras, menjadi lebih gahar. Sementara Jimmy masih sama, tanpa ekspresi. Dasar kanebo kering.
"Sekaku itu kah wajahmu Jimmy?" tanyaku dalam hati."Semua orang tahu jika aku lebih kopenten dalam memimpin perusahaan. Tapi, ayah sudah memilihmu. Jadi untuk apa aku merasa keberatan?" ujar Jimmy.Aku mengingat kalimat yang dilontarkan Jimmy. Menghina Beni secara tidak langsung.Berhubung aku adalah istri terbaik di muka bumi ini. Aku akan sedikit membela suamiku dengan mengatakan, "Tuan Jimmy, jika kamu lebih mampu memimpin perusahaan? Kenapa Tuan Louzi menyerahkan jabatan Presdir kepada suamiku? Itu artinya, suamiku jauh lebih baik daripada kamu."Jimmy menatapku kilas kemudian kembali menenang. Dia merapihkan kerah kemejanya yang tidak berantakan.Aku menatap Jimmy cukup lama. "Bagaimana bisa kamu sedingin ini? Padahal hatimu sangat tulus dan bersih," batinku.Tepukkan suamiku di punggung tanganku membuatku tersentak. Refleks aku menoleh ke arah Beni."Terima kasih," bisik Beni tepat di telingaku.Tubuhku berdesir geli ketika merasakan napas hangat Beni menerpa kulitku."Sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan kan?" tanya Jimmy memecah keheningan. "Kalau begitu, aku permisi."Jimmy mendirikan tubuh gagahnya lalu berlalu pergi meninggalkan tempat, sebelum orang lain merespon perkataan Jimmy.Selain dingin, Jimmy juga tidak punya sopan santun.***Satu bulan berlalu, pernikahanku dengan Beni berjalan lancar, tidak ada kendala berarti. Mungkin hanya sedikit gangguan dari Nunu yang masih saja sinis terhadapku. Aku tidak masalah, malahan aku senang bisa berinteraksi dengan Nunu sesering mungkin."Coba lihat, apa yang aku bawa untukmu, Cintaku," ujar Beni menghampiriku.Aku memfokuskan diri pada suamiku. Betapa senangnya aku ketika Beni mengeluarkan sebuah kalung berlian dari kotak perhiasan. Setiap wanita pasti senang mendapat barang mewah. Aku tidak mau munafik."Saat aku melewati toko perhiasan di dalam Mall. Aku teringat dirimu, dan langsung memesan kalung paling indah di sana. Ternyata, setelah kalung perhiasan pilihanku terpantri di lehermu. Kalung tersebut langsung muram karena kalah dari kecantikanmu."Sebelum Beni berhasil mengambil seluruh hartaku, dia memperlakukanku bak seorang ratu. Jadi, aku akan menikmati permainannya."Kamu menyukai hadiah kecil dariku?" tanya Beni menarik daguku.Kepalaku mengangguk pelan. "Iya, aku sangat menyukai hadiahmu. Terima kasih, Sayang," jawabku mengelus pinggang suamiku.Beni duduk di sebelahku setelah mengelus kepalaku."Aku ingin mengajakmu membicarakan sesuatu," ucap Beni. Wajahnya terlihat sedikit tegang.Aku menyentuh pipi Beni lalu meminta Beni mengatakan apa pun yang ingin dia katakan. Tidak perlu sungkan. Toh, aku sudah tahu apa yang akan Beni minta malam ini.Beni menghembuskan napas. Setelah menenang, barulah Beni berucap, "Mungkin kamu akan menganggapku serakah setelah mendengar perkataanku. Tapi, aku hanya ingin kamu mendengarnya saja. Jadi begini, kita kan sudah menikah, apa pun yang menjadi milikku, juga menjadi milikmu, begitu pun sebaliknya. Bagaimana kalau kamu memberiku akses atas pertambangan minyak milikmu? Maksudku, aku tidak bermaksud menguasai perusahaan minyak milikmu. Hanya saja, aku pikir, kamu akan kewalahan kalau bekerja di perusahaan keluargamu. Kamu tahu kan? Kalau aku pengin kamu cepat hamil. Nanti kalau kamu bekerja, kamu bisa setres dan akan susah hamil."Beni menerangkannya dengan berhati-hati. Dia pasti takut aku salah paham.Aku yang memang sudah tahu kebusukan Beni tidak langsung menyetujui kemauan Beni. Mungkin tidak akan pernah. Tidak ada alasan untuk memercayai Beni."Kamu ingin mengambil alih perusahaan keluargaku yang sudah jatuh ke tanganku?" tanyaku memastikan."Aku tidak bermaksud begitu. Kamu pasti menganggapku serakah kan?" tuduh Beni."Kamu memang serakah, dasar manusia palsu," ejekku dalam hati."Sekali pun aku tidak pernah menganggapmu serakah. Aku malah setuju dengan pemikiranmu. Kalau diingat kembali, aku tidak pernah terjun langsung untuk mengurus tambang. Bisa dibilang, belum sempat karena ayahku meninggal sebelum aku belajar tentang pertambangan minyak. Jadi, aku hanya anak perempuan yang kebetulan mendapat warisan pertambangan minyak dari ayahku. Jika kamu ingin mengurus perusahaan minyak milikku, akan aku izinkan. Tapi aku tidak bisa mengalihkan kepemilikikan perusahaan atas namamu."Beni agak kecewa mendengar jawabanku. Kemudian Beni buru-buru menebar senyuman."Tapi, kamu mengizinkan aku untuk leluasa mengelola perusahaan minyak milikmu kan?" tanya Beni.Aku mengangguk lalu menjawab, "Kamu boleh mengelola perusahaan minyak milikku. Tapi, setiap kali kamu akan mengambil keputusan. Kamu harus berbicara terlebih dahulu denganku."Beni terlihat menahan rasa kesal. Dia terdiam cukup lama. Aku hanya menunggu jawaban Beni dengan sabar.Setelah menghempuskan napas panjang, Beni berkata, "Terima kasih, Sayang. Kamu sudah memercayaiku untuk mengolah pertambangan minyak milikmu. Aku tak kan membuatmu kecewa."Beni adalah orang yang sangat sering membuatku kecewa, ucapannya sungguh manis.***Aku membiarkan Beni mendudukki kursiku di perusahaan. Hal tersebut sengaja aku lakukan. Aku ingin Beni terbang setinggi mungkin, lalu aku akan melemparnya jatuh."Terima kasih, Sayang. Telah percaya padaku. Sekarang, perusahaan kita memiliki hubungan yang makin erat," ucap Beni penuh keyakinan.Aku tersenyum lembut. "Aku selalu percaya padamu. Jangan lupa menambah uang bulananku, beserta uang jajanku," candaku sedikit mencairkan suasana.Senyumanku terhenti saat aku melihat Jimmy menatapku tajam. Aku baru menyadari keberadaan Jimmy. Aku pikir pria dingin itu tidak akan menghadiri acara ini. Ternyata dia muncul, mungkin dia sedikit terlambat.Setelah acara formal usai. Barulah Jimmy menghampiri kami. Jimmy berdiri tepat di hadapan suamiku. Aku sudah siap mendengar Jimmy mempermalukan suamiku di depan banyak halayak."Prestasimu sungguh luar biasa. Aku akan menirumu. Menikahi wanita bodoh yang memiliki banyak harta," tandas Jimmy menyeringai."Kamu bilang apa? Siapa wanita bodoh yang kamu maksud?" sahutku tidak terima dikatain bodoh. Walaupun kenyataannya aku memang bodoh. "Kamu ini pintar sekali menyindir seseorang ya?" ejekku pada Jimmy.Jimmy menoleh ke arahku. Dia memberiku senyuman miring, seolah tengah mengejekku."Hey, cepat jawab aku! Jangan hanya tersenyum seperti itu!" paksaku. Aku ingin Jimmy menyebut namaku dengan jelas."Pergilah ke kamarmu, berdirilah di depan cermin besar. Maka kamu akan melihat wanita bodoh yang aku maksud."Jimmy sungguh arogan. Aneh sekali, bukannya marah atas ejekkan Jimmy. Aku justru merasa senang. Mungkinkah aku jatuh hati pada adik iparku sendiri?Mana mungkin aku tertarik dengan Jimmy. Aku menggelengkan kepalaku guna menghilangkan pikiranku tentang Jimmy.Aku membiarkan Jimmy berlalu pergi meninggalkanku bersama Beni."Tidak perlu diambil hati, Jimmy hanya sedang marah padaku. Karena dia tidak menjadi Presdir, seperti yang pernah ayahku janjikan padanya dulu," jelas Beni."Jadi begitu? Pantas saja sikapnya menyebalkan," kataku asal."Tidak perlu diambil pusing. Ayo kita kembali mengobrol dengan para pemegang saham," ajak Beni. "Tersenyumlah seperti bunga mekar."Beni menyentuh pipiku dengan lembut. Aku pun tak kuasa untuk menahan senyum. Dalam sekejab, moodku yang berantakan bisa langsung kembali membaik.Ketika aku dan suamiku asyik berbincang dengan salah satu kolega, tiba-tiba seorang gadis memeluk tubuhku dari belakang. Otomatis pehatian kami terfokus pada sosok gadis itu."Melisa?"Bersambung...Beni Louzi menjadi topik utama perbincangan warga dunia. Bagaimana tidak, kasus Beni sangat menggemparkan.Mulai dari penggelapan uang perusahaan, pencucian uang. Dan, yang lebih parah adalah kasus pembunuhan, serta pelecehan seksual yang pernah dilakukan Beni terhadap adik Nunu.Semuanya muncul ke permukaan. Tak terkecuali perbuatan Beni yang menghabisi nyawa ayahnya sendiri demi harta.Setiap pengadilan yang dijalani oleh Beni, Elina tak pernah absen. Tujuannya hanya satu. Elina ingin mengolok-olok mantan suaminya itu.Kejahatan yang dilakukan oleh Beni membuat pria itu dijatuhi hukuman mati pada awalnya. Kemudian diganti dengan hukuman seumur hidup.Nunu lah yang tidak ingin Beni dihukum mati. Setidaknya, Beni harus merasakan bagaimana penderitaan menjalani kehidupan di dalam rutan.Ada momen menggemaskan di pertengahan sidang. Di mana Beni menyangkut-pautkan Elina Yus ke dalam kasus pemalsuan surat wasiat.Sebagai seorang suami, tentu saja Jimmy tidak terima jika istrinya asal dit
“Kak Elina?”Melisa tak kuasa menahan tangis. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya. Terlebih posisinya yang berada tepat di tepi tebing.Melisa berusaha memundurkan kursi rodanya menggunakan tangan. Namun hasilnya nihil. Kursi roda tersebut sama sekali tidak bisa bergerak.“Percuma, kursi rodamu dikendalikan oleh remot kontrol. Kamu tidak mungkin bisa menggerakkan kursi roda secara manual,” terang Daniel.“Tolong aku!” rengek Melisa. “Daniel, tolong aku, jangan biarkan aku mati,” mohonnya.Daniel berdecap. “Tidak ada untungnya menolongmu. Kamu harus merasakan apa yang dulu dirasakan oleh Elina. Terjatuh dari atas tebing,” tandasnya.Melisa menangis keras.“Jangan terlalu aktif bergerak. Nanti tubuhmu bisa jatuh lalu hancur,” ucap Daniel memperingati Melisa.Melisa pun berhenti bergerak. Dia hanya bisa terdiam sambil terus menangis ketakutan.“Seseorang yang kamu cintai akan datang. Kamu harus bisa meyakinkan dia agar mau menyelamatkanmu,” pungkas Daniel.Kini yang ada di pikiran Me
Elina merawat Melisa dengan begitu baik. Melisa pun merasa sangat senang atas semua perhatian yang dilimpahkan Elina untuknya. Namun, satu hal yang tidak Melisa tahu. Elina sengaja membiarkan Melisa tetap dalam keadaan lumpuh.“Kapan ibumu pulang? Sekarang ibumu ada di mana sih?” tanya Elina.“Ibuku sedang berada di Iran. Dia pergi berlibur bersama teman-teman arisan,” jawab Melisa.“Ibumu sudah tahu tentang kondisimu?”Melisa menggelengkan kepala sebagai jawaban.“Kenapa kamu tidak memberi tahu ibumu? Dia bisa pulang untuk merawatmu,” ujar Elina.“Aku enggak mau ibuku ikut sedih. Sudah sewajarnya jika ibuku hidup bahagia sekarang,” tutur Melisa.“Jadi begitu ya?”Perhatian dua wanita itu terfokus pada berita di televisi yang menayangkan sebuah kecelakaan pesawat.Melisa meraung ketika identitas ibunya terpampang menjadi salah satu penumpang pesawat yang tidak selamat.Elina memeluk erat adiknya sembari terus menenangkan adiknya yang seperti orang gila.Sementara itu, Elina tak memada
Sisca dijebloskan ke dalam penjara atas laporan yang dibuat oleh Jimmy. Sebenarnya Beni juga dilaporkan. Tapi, berhubung Beni memiliki banyak uang, lelaki itu terbebas dari hukuman penjara.Beni hanya diharuskan untuk membayar denda.Awalnya Sisca murka. Namun, setelah mendengar penjelasan Beni, dan janji Beni yang akan membebaskannya. Sisca menerima dengan lapang dada.Mungkin tinggal di dalam penjara bisa membuat pikiran Sisca menjadi sedikit jernih.***Karena terjatuh dari mobil yang tengah melaju cukup kencang, Melisa mengalami patah tulang kaki. Untuk saat ini, Melisa harus duduk di kursi roda.“Nasibku benar-benar mirip Kak Elina,” kata Melisa sedih.Beni menghembuskan napas, kemudian mengelus kepala kekasihnya.“Jangan bicara seperti itu lagi. Nasibmu sama sekali tidak mirip dengan kakakmu. Aku masih mencintaimu,” tutur Beni berusaha memberi semangat pada Melisa.“Aku tidak bisa berjalan,” gumam Melisa. “Aku lumpuh,” tambahnya.Beni menggelengkan kepalanya. Tidak setuju dengan
Ketika Melisa ingin membuka pintu kamar hotel, Elina mencegahnya.“Kenapa?” tanya Melisa melihat sengit ke arah kakaknya.“Aku sudah menghubungi suami dari si wanita yang bersama Beni. Dia sedang dalam perjalanan menuju ke sini,” terang Elina.Melisa tampak terkejut. “Apa? Bahkan wanita yang bersama suamiku sudah memiliki seorang kekasih? Sungguh menggelikan!”“Sabar dulu ya. Kita tunggu sampai dia datang. Kamu harus bisa menahan amarahmu,” tutur Elina menangkan Melisa.Mau tak mau Melisa mengalah. Keduanya berdiri di depan pintu sembari menunggu kedatangan Jimmy.Tak lama kemudian Jimmy menampakkan wujudnya di hadapan Melisa dan Elina.“Kamu ‘kan pacarnya Kak Elina? Kok Ngapain kamu ada di sini?” tanya Melisa heran.“Melisa kamu jangan salah paham dulu. Pria yang ada di hadapanmu bukanlah kekasihku. Melainkan suami dari si wanita yang sekarang ada di dalam kamar bersama Beni.”“Apa?”“Bisa kalian berdua minggir? Aku sudah tidak sabar melihat sesuatu yang ada di dalam sana,” tandas Ji
“Apa yang kamu lakukan, Sisca?” tanya Beni.Sisca berhenti mengerjakan pekerjaannya. Dia memfokuskan diri pada Beni, Sang Bos sekaligus kekasih gelapnya.“Apa yang aku lakukan?” Bukannya menjawab, Sisca justru balik bertanya.Beni tersenyum tipis. “Jangan pura-pura bodoh gitu. Aku sudah tahu apa yang kamu lakukan terhadap uang perusahaan,” ujar Beni.Meski telah ketahuan, Sisca sama sekali tidak merasa takut.“Kamu ingin memasukkanku ke dalam penjara?” tantang Sisca.“Kamu berani sekali, Sisca.” Beni mencondongkan kepalanya, mendekatkan bibirnya tepat di telinga Sisca. “Aku makin tertarik denganmu,” bisik Beni.Sisca mendorong pundak Beni agar menjauh dari tubuhnya.“Bisa-bisanya kamu menggodaku di kantor. Bagaimana jika ada pegawai lain yang melihat kita? Mereka bisa melaporkan perbuatanmu pada kekasihmu,” ejek Sisca.“Siapa yang berani mengusikku? Aku akan menghabisi mereka yang tidak tunduk,” tandas Beni.“Kamu terlihat menawan setiap kali mengeraskan rahangmu,” puji Sisca.Awaln