Share

Bab. 04. Kematian Tuan Louzi

Author: Kurnia
last update Last Updated: 2023-12-19 17:35:00

Aku ingin berteriak namun suaraku tertahan di tenggorokan. Aku memejamkan mata. Cengkeraman di lenganku makin erat. Akhirnya aku memberanikan diri menoleh ke belakang.

"Nunu?" Aku sedikit lega mengetahui jika Nunu yang bersamaku.

Nunu menarikku paksa. Memintaku untuk mengikutinya. Tak hanya itu, Nunu juga dengan lancang membungkam bibirku menggunakan tangannya. Aku sama sekali tidak melawan. Aku percaya dengan Nunu.

Ternyata Nunu membawaku ke rumah pelayan. Setelah sampai di dalam kamar Nunu, Nunu mengunci pintu kamarnya. Dia juga memindah kursi tepat di depan pintu.

"Syukurlah kamu baik-baik saja," ucap Nunu bernapas lega.

"Apa yang terjadi? Aku tadi lihat Tuan Louzi dalam keadaan tidak sadarkan diri. Mereka membawa Tuan Louzi. Ada pistol di tangan mereka. Mereka siapa? Apa yang mereka lakukan di sini? Di mana para penjaga?" cercaku panik.

Aku mendesak Nunu untuk mengatakan hal yang dia ketahui.

"Tenanglah, kamu jangan ribut sendiri," pinta Nunu memintaku duduk di atas ranjang.

"Aku gak bisa tenang! Cepat lapor polisi! Di mana ponselmu?" ucapku panik.

"Aku bilang tenang dulu. Jangan berisik. Nanti mereka bisa memergoki kita. Biar aku beri tahu. Rumah kita sedang di serang oleh sekelompok orang bersenjata. Mereka memang ingin membawa Tuan Louzi pergi. Lebih baik kita bersembunyi," jelas Nunu.

Ekspresi wajah Nunu yang awalnya santai kini berubah tegang tak kala melihat siluet orang berjalan melewati kamarnya.

Nunu memaksaku untuk berbaring di atas ranjang dan pura-pura tertidur. Kemudian Nunu menyusulku, dia berbaring di sampingku dan memelukku.

"Jangan berbicara, dan tidurlah," bisik Nunu.

Entah kenapa aku menurut seperti orang bodoh.

***

Aku terbangun dalam kondisi panik, bisa-bisanya aku tertidur pulas di atas ranjang seorang pembantu. Di sampingku sudah tidak ada Nunu. Ke mana perginya pembantu kurang ajar itu?

Kakiku melangkah keluar dari dalam kamar Nunu. Aku berjalan cepat menuju rumah utama. Beni terkejut melihatku kemudian langsung menghampiriku dengan wajah khawatir.

"Kamu dari mana saja, Elina? Aku menghawatirkanmu karena kamu tidak ada di kamar," ucap Beni memelukku erat.

Aku melirik Nunu yang acuh tak acuh padaku. Karena aku tidak kunjung menjawab, Beni memilih untuk menarikku masuk ke dalam kamar.

Sampainya di dalam kamar, Beni tak bertanya lagi. Sikap Beni sangat mencurigakan.

"Tadi malam kamu pulang jam berapa?" tanyaku membuka obrolan.

Beni terlihat panik dan bingung. Namun, Beni menutupinya dengan menebar sebuah senyuman ke arahku.

"Maafkan aku, Sayang. Aku tadi malam tidak sempat pulang karena harus mengurus beberapa pekerjaan." Beni menjawab setenang mungkin. "Apakah kamu menungguku?" tanyanya kemudian.

Tentu saja Beni tidak akan pulang. Sekarang aku tau siapa dalang yang membuatku dulu pingsan di malam menghilangnya Tuan Louzi.

Aku tersenyum lembut lalu menjawab, "Aku tidak menunggumu. Aku pergi ke kamar Nunu, dan berbincang dengannya sampai tertidur pulas."

"Kamu tidak tidur di kamarmu, Sayang?" tanya Beni. Pandangan Beni seperti tengah menyelidik.

"Iya, aku tidur di kamar Nunu. Mangkanya tadi aku keluar dari tempat pelayan," terangku.

Beni terdiam sesaat, seperti memikirkan sesuatu untuk diucapkan.

"Kapan terakhir kali kamu bertemu dengan ayahku?" tanya Beni.

Tubuhku menegang tak kala mengingat kejadian tadi malam. Namun, aku bisa dengan cepat menutupi keteganganku. Aku harus berpura-pura tidak mengetahui apa pun.

"Terakhir aku bertemu dengan Tuan Louzi, di sore hari, ketika Tuan Louzi sedang bersantai di taman rumah," jawabku. "Memangnya kenapa? Tumben kamu tanya begitu?" Sekarang giliran aku yang bertanya. Aku penasaran dengan jawaban apa yang akan Beni lontarkan.

"Tidak, aku hanya khawatir karena tadi pagi penjaga rumah menghubungiku. Dan mengatakan jika ayahku tidak ada di rumah. Makanya aku langsung pulang pagi ini. Aku juga sudah menghubungi polisi untuk mencari keberadaan ayahku." Beni menerangkan.

Akting Beni boleh juga. Aku harus memujinya kali ini. Dia bertingkah seolah dia tidak tahu apa yang terjadi dengan Tuan Louzi, ayahnya sendiri.

"Ya sudah, pergilah mandi. Nanti kita bahas lagi. Aku akan pergi menghubungi rekan ayahku. Mungkin ayahku bersama mereka," pungkas Beni memintaku pergi mandi.

"Iya, aku mandi dulu." Aku berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Aku menyeringai dalam diam. Akan aku kumpulkan semua bukti kejahatan Beni. Aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti dulu.

***

Sudah tiga hari berlalu, keberadaan Tuan Louzi belum diketahui oleh siapa pun, termasuk pihak kepolisian.

Melihat Beni yang tenang, dan sama sekali tidak panik maupun khawatir dengan keselamatan Tuan Louzi, aku tidak heran.

Tak lama kemudian, pihak kepolisian datang dengan membawa berita buruk. Mereka mengatakan jika Tuan Louzi telah ditemukan. Namun dalam kondisi sudah tidak bernyawa.

Beni dan aku segera beranjak menuju rumah sakit, dengan ditemani oleh polisi.

Begitu melihat jasad dingin Tuan Louzi, suamiku memangis meraung sembari memeluk jasad ayahnya. Untuk kedua kalinya, aku harus memuji akting Beni. Dia sungguh mahir memerankan peran

Aku mengelus kedua pundak suamiku. Bermaksud menenangkan suamiku.

"Kamu pasti sangat terpukul dengan kepergian ayahmu," ucapku lirih.

Beni menganggukkan kepalanya.

Setelah puas meluapkan kesedihan, Beni bangkit lalu menghadap beberapa polisi.

"Tangkap orang yang membunuh ayahku! Hukum pelaku seberat-beratnya!" perintah Beni pada polisi tersebut.

"Kamu sedang menyuruh polisi menangkapmu ya? Beni," batinku mengejek sikap tegas Beni. Sangat memuakkan.

"Baik, pihak kepolisian pasti akan segera menangkap pelaku. Tapi, sebelum itu, Kami akan melakukan autopsi terhadap jasad Tuan Louzi," ucap Pak Polosi. "Tolong beri kami izin."

Beni mengangguk penuh yakin. "Lakukan apa pun!" tegas Beni. "Siapa pun yang membunuh ayahku, harus mendapat ganjaran yang setimpal!" Beni mengatakannya dengan menggebu-gebu.

Aku hanya bisa diam menatap punggung lebar suamiku. Aku mengerti bagaimana rasanya kehilangan sosok ayah. Aku sedikit menyesal karena tidak bisa menyelamatkan nyawa Bapak Mertuaku.

***

Keluarga inti Louzi menghadiri pemakaman Tuan Louzi. Beni tak bisa berhenti menangis ketika peti mati Tuan Louzi sudah berada di dalam tanah.

Jimmy, adik kandung Beni mengangkat tubuh Beni yang bersimpuh di atas makam Tuan Louzi.

Jantungku berdesir ketika memandang wajah tampan Jimmy. Ingatanku di masa lalu mengenai Jimmy kembali terputar di memori ingatanku.

Waktu itu, Jimmy meninggal karena menyelamatkan aku dari amukan Beni. Di malam kejadian, Mobil yang kami tumpangi mengalami kecelakaan akibat diserempet mobil gangsta yang diperintahkan oleh Beni.

Jimmy adalah orang yang memihakku. Aku harus memperlakukannya dengan baik. Dia pasti akan membantuku dalam mengumpulkan bukti kejahatan Beni.

"Ayah sudah meninggal. Tidak perlu ditangisi sampai begini."

Aku tersadar dadi lamunanku saat mendengar suara rendah Jimmy yang berbicara dengan Beni.

"Kamu gak merasa terpukul dengan kepergian ayah?" tanya Beni menatap nyalang Jimmy.

"Tidak," jawab Jimmy dengan ekspresi dingin. "Bukankah, ayah sendiri yang melarang kita menangis saat ayah meninggal?" tambah Jimmy menatap Beni.

Jimmy memang terkenal tidak punya hati, dan perkataan yang keluar dari bibir Jimmy pasti menyakitkan.

Bayangkan saja, masak orang gak boleh nangis? Waktu ada anggota keluarganya yang meninggal?

***

Malam hari setelah proses pemakaman. Pengacara Tuan Louzi datang ke rumah. Aku merasa aneh karena pengacara tersebut membacakan surat wasiat Tuan Louzi. Bukan kah ini masih terlalu dini?

Aku sudah menduga jika suamiku mendapat lebih banyak warisan ketimbang adiknya. Suamiku juga otomatis menjadi Presdir perusahaan, menggantikan posisi Tuan Louzi.

"Jimmy, kamu tidak keberatan kan? Dengan aku yang naik jabatan menjadi Presdir, menggantikan posisi ayah," tanya Beni pada Jimmy.

Jimmy balik menatap Beni dengan tatapan datar tanpa minat.

"Jika aku keberatan, apa yang akan kamu lakukan?"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati   Bab Spesial.

    Beni Louzi menjadi topik utama perbincangan warga dunia. Bagaimana tidak, kasus Beni sangat menggemparkan.Mulai dari penggelapan uang perusahaan, pencucian uang. Dan, yang lebih parah adalah kasus pembunuhan, serta pelecehan seksual yang pernah dilakukan Beni terhadap adik Nunu.Semuanya muncul ke permukaan. Tak terkecuali perbuatan Beni yang menghabisi nyawa ayahnya sendiri demi harta.Setiap pengadilan yang dijalani oleh Beni, Elina tak pernah absen. Tujuannya hanya satu. Elina ingin mengolok-olok mantan suaminya itu.Kejahatan yang dilakukan oleh Beni membuat pria itu dijatuhi hukuman mati pada awalnya. Kemudian diganti dengan hukuman seumur hidup.Nunu lah yang tidak ingin Beni dihukum mati. Setidaknya, Beni harus merasakan bagaimana penderitaan menjalani kehidupan di dalam rutan.Ada momen menggemaskan di pertengahan sidang. Di mana Beni menyangkut-pautkan Elina Yus ke dalam kasus pemalsuan surat wasiat.Sebagai seorang suami, tentu saja Jimmy tidak terima jika istrinya asal dit

  • Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati   Bab. 105. Akhir Yang Menyenangkan

    “Kak Elina?”Melisa tak kuasa menahan tangis. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya. Terlebih posisinya yang berada tepat di tepi tebing.Melisa berusaha memundurkan kursi rodanya menggunakan tangan. Namun hasilnya nihil. Kursi roda tersebut sama sekali tidak bisa bergerak.“Percuma, kursi rodamu dikendalikan oleh remot kontrol. Kamu tidak mungkin bisa menggerakkan kursi roda secara manual,” terang Daniel.“Tolong aku!” rengek Melisa. “Daniel, tolong aku, jangan biarkan aku mati,” mohonnya.Daniel berdecap. “Tidak ada untungnya menolongmu. Kamu harus merasakan apa yang dulu dirasakan oleh Elina. Terjatuh dari atas tebing,” tandasnya.Melisa menangis keras.“Jangan terlalu aktif bergerak. Nanti tubuhmu bisa jatuh lalu hancur,” ucap Daniel memperingati Melisa.Melisa pun berhenti bergerak. Dia hanya bisa terdiam sambil terus menangis ketakutan.“Seseorang yang kamu cintai akan datang. Kamu harus bisa meyakinkan dia agar mau menyelamatkanmu,” pungkas Daniel.Kini yang ada di pikiran Me

  • Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati   Bab. 104. Melisa Ada Di Posisi Elina

    Elina merawat Melisa dengan begitu baik. Melisa pun merasa sangat senang atas semua perhatian yang dilimpahkan Elina untuknya. Namun, satu hal yang tidak Melisa tahu. Elina sengaja membiarkan Melisa tetap dalam keadaan lumpuh.“Kapan ibumu pulang? Sekarang ibumu ada di mana sih?” tanya Elina.“Ibuku sedang berada di Iran. Dia pergi berlibur bersama teman-teman arisan,” jawab Melisa.“Ibumu sudah tahu tentang kondisimu?”Melisa menggelengkan kepala sebagai jawaban.“Kenapa kamu tidak memberi tahu ibumu? Dia bisa pulang untuk merawatmu,” ujar Elina.“Aku enggak mau ibuku ikut sedih. Sudah sewajarnya jika ibuku hidup bahagia sekarang,” tutur Melisa.“Jadi begitu ya?”Perhatian dua wanita itu terfokus pada berita di televisi yang menayangkan sebuah kecelakaan pesawat.Melisa meraung ketika identitas ibunya terpampang menjadi salah satu penumpang pesawat yang tidak selamat.Elina memeluk erat adiknya sembari terus menenangkan adiknya yang seperti orang gila.Sementara itu, Elina tak memada

  • Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati   Bab. 103. Rencana Baru Elina

    Sisca dijebloskan ke dalam penjara atas laporan yang dibuat oleh Jimmy. Sebenarnya Beni juga dilaporkan. Tapi, berhubung Beni memiliki banyak uang, lelaki itu terbebas dari hukuman penjara.Beni hanya diharuskan untuk membayar denda.Awalnya Sisca murka. Namun, setelah mendengar penjelasan Beni, dan janji Beni yang akan membebaskannya. Sisca menerima dengan lapang dada.Mungkin tinggal di dalam penjara bisa membuat pikiran Sisca menjadi sedikit jernih.***Karena terjatuh dari mobil yang tengah melaju cukup kencang, Melisa mengalami patah tulang kaki. Untuk saat ini, Melisa harus duduk di kursi roda.“Nasibku benar-benar mirip Kak Elina,” kata Melisa sedih.Beni menghembuskan napas, kemudian mengelus kepala kekasihnya.“Jangan bicara seperti itu lagi. Nasibmu sama sekali tidak mirip dengan kakakmu. Aku masih mencintaimu,” tutur Beni berusaha memberi semangat pada Melisa.“Aku tidak bisa berjalan,” gumam Melisa. “Aku lumpuh,” tambahnya.Beni menggelengkan kepalanya. Tidak setuju dengan

  • Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati   Bab. 102. Perceraian James Dan Sisca

    Ketika Melisa ingin membuka pintu kamar hotel, Elina mencegahnya.“Kenapa?” tanya Melisa melihat sengit ke arah kakaknya.“Aku sudah menghubungi suami dari si wanita yang bersama Beni. Dia sedang dalam perjalanan menuju ke sini,” terang Elina.Melisa tampak terkejut. “Apa? Bahkan wanita yang bersama suamiku sudah memiliki seorang kekasih? Sungguh menggelikan!”“Sabar dulu ya. Kita tunggu sampai dia datang. Kamu harus bisa menahan amarahmu,” tutur Elina menangkan Melisa.Mau tak mau Melisa mengalah. Keduanya berdiri di depan pintu sembari menunggu kedatangan Jimmy.Tak lama kemudian Jimmy menampakkan wujudnya di hadapan Melisa dan Elina.“Kamu ‘kan pacarnya Kak Elina? Kok Ngapain kamu ada di sini?” tanya Melisa heran.“Melisa kamu jangan salah paham dulu. Pria yang ada di hadapanmu bukanlah kekasihku. Melainkan suami dari si wanita yang sekarang ada di dalam kamar bersama Beni.”“Apa?”“Bisa kalian berdua minggir? Aku sudah tidak sabar melihat sesuatu yang ada di dalam sana,” tandas Ji

  • Dendam Terbalas Sang Istri Terkhianati   Bab. 101. Ketahuan Nih?

    “Apa yang kamu lakukan, Sisca?” tanya Beni.Sisca berhenti mengerjakan pekerjaannya. Dia memfokuskan diri pada Beni, Sang Bos sekaligus kekasih gelapnya.“Apa yang aku lakukan?” Bukannya menjawab, Sisca justru balik bertanya.Beni tersenyum tipis. “Jangan pura-pura bodoh gitu. Aku sudah tahu apa yang kamu lakukan terhadap uang perusahaan,” ujar Beni.Meski telah ketahuan, Sisca sama sekali tidak merasa takut.“Kamu ingin memasukkanku ke dalam penjara?” tantang Sisca.“Kamu berani sekali, Sisca.” Beni mencondongkan kepalanya, mendekatkan bibirnya tepat di telinga Sisca. “Aku makin tertarik denganmu,” bisik Beni.Sisca mendorong pundak Beni agar menjauh dari tubuhnya.“Bisa-bisanya kamu menggodaku di kantor. Bagaimana jika ada pegawai lain yang melihat kita? Mereka bisa melaporkan perbuatanmu pada kekasihmu,” ejek Sisca.“Siapa yang berani mengusikku? Aku akan menghabisi mereka yang tidak tunduk,” tandas Beni.“Kamu terlihat menawan setiap kali mengeraskan rahangmu,” puji Sisca.Awaln

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status