Anna merasakan seseorang tengah menyelamatkan dirinya yang memiliki mengakhiri hidup dengan melompat dari jembatan. Samar-samar terdengar suara seorang pria, Anna tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu karena ia tidak sadarkan diri.
“Sial, kenapa aku membantu gadis ini,” umpatnya.
Pria itu merebahkan tubuhnya di samping tubuh Anna yang tengah tidak sadarkan. Sejenak ia melirik wanita yang baru saja diselamatkan olehnya itu.
“Tuan …” panggil seorang pria mengunakan jas rapi, dilengannya terlihat sebuah jas. “Anda tidak apa-apa,”
Pria yang diajaknya berbicara itu, mencoba mengatur nafas.
“Coba kau periksa apa gadis ini masih hidup atau tidak,” titahnya, kemudian di turuti oleh asistenya.
Asistennya mengikuti perintah yang diberikannya, mengecek keadaan Anna, hal itu membuatnya membulatkan mata. “T-tuan, dia tidak bernafas,”
Mendengar hal itu, ia segera beranjak dan seketika mengecek kondisi Anna, benar saja jantung Anna berhenti.
“Sial. Jika dia tidak hidup, percuma aku menyelamatkannya,” umpatnya sambil melepaskan satu kancing atas kemeja miliknya, kemudian memberikan isyarat agar asistennya menjauh dari Anna.
Ia mencoba melakukan pertolongan pada Anna, dengan menekan dada bagian atas, sesekali memberikan nafas buatan. Beberapa kali ia melakukannya, hingga jantung Anna kembali berdetak dan memuntahkan air yang telah ditelan olehnya.
Samar-samar, Anna melihat wajah pria yang telah menyelamatkannya dari maut. Tapi, matanya masih terlalu berat untuk di buka.
“Dia tidak apa-apa, tuan. Sebaiknya kita pergi dari sini,” suara pria lain terdengar kembali di telinganya.
“Jika kau tidak melakukan kesalahan, buktikan. Jangan lemah. Balas segala yang telah mereka lakukan padamu. Jangan diam saja, kamu berhak membalaskan dendammu,” ucap pria itu setelah melakukan pertolongan pertama pada Anna.
Sebelum pergi, ia mengecek kondisi Anna terlebih dahulu. Anna yang mendengar hal itu, mencoba meraih tangan pria yang telah menyelamatkannya. Ia ingin berterima kasih, tetapi ia tidak memiliki tenaga lagi, membuatnya tidak sadarkan diri.
Bau disefektan tercium pekat dihidung, samar-samar ia membuka mata terlihat langit-langit kamar berwarna putih. Ia melirik ke kiri dan ke kanan, ia bisa mengetahui jika dirinya berada di rumah sakit.
Matanya mencari pria yang telah menyelamatkan hidupnya tetapi tidak menemukan pria itu. Ketika ia mengingatnya, ia baru sadar jika pria itu telah menghilang setelah mengeluarkannya dari sungai.
“Urgh ….” Ringisnya ketika berusaha untuk duduk, terlihat perban di bagian kepalanya akibat benturan.
Saat mengingat kejadian yang menimpa dirinya, hal itu membuatnya mengepalkan tangan dan melepaskan infus dan pergi dari sana.
Pesta melepas lajang semalam diadakan semuanya telah direncanakan oleh Clara untuknya. Dia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, samar-samar dia mendengar jika mereka membawanya masuk ke dalam kamar hotel yang telah di pesan sebelumnya.
Ketika dia tersadar di pagi hari, tidak menemukan siapapun di dalam kamar hotel.
“Ke mana semua orang? Ke mana Clara?” tanyanya sambil menyisir ruangan kamar hotel.
Ia berusaha untuk bangkit dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Kepalanya terasa nyeri akibat pengaruh alcohol.
“Apa terjadi sesuatu?” tanyanya masih dalam keadaan linglung dengan kepala yang masih terasa pusing. “Ke mana Clara, kenapa tidak membangunkanku, sih?” gumamnya.
Anna menyadari ada hal ganjil dalam dirinya, serta suasana kamar hotel yang membuatnya merasa tidak nyaman. Ia memilih beranjak dari tempat tidur membuatnya meringis ketika mengerakkan kakinya.
Ada rasa sakit dipangkal pahanya, membuatnya meraba. “T-tidak mungkin,” gumamnya pelan sambil menyibak selimut yang dipakai.
Rasa sakit serta perih dipangkal paha tidak dihiraukan lagi ketika ponselnya berdering. Ia tertegun sejenak memandangi pakaian yang telah berserakan dilantai, membuat hatinya berdegup kencang. Ia bisa merasakan hal buruk akan segera terjadi.
Ponselnya kembali berdering menampilkan sebuah nama di sana.
Deff memanggil.
“Hallo, sayang. Aku akan …”
Kalimatnya terhenti ketika pria di seberang telfon memaki, dan menghinanya.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti,”
“Jangan bohong, Anna. Aku telah melihat vedio dirimu tengah bercinta dengan seorang pria di hotel. Aku tahu, saat ini, kau masih di hotel bersama pria itu,”
Mendengar hal itu, Anna segera melihat tubuhnya yang tidak mengenakan sehelai pakaian, pikirannya tertuju pada sesuatu membuatnya menyibak selimut. Ada bercak darah di atas ranjang, membuatnya seketika menutup mulutnya.
“T-tidak, aku tidak melakukannya, Deff. A-aku …” perkataannya terbata-bata.
“Batalkan saja pernikahan kita berdua, aku sangat kecewa padamu, Ann,” ucap pria itu.
Dunianya hancur seketika mendengar apa yang dikatakan oleh Deff, begitu mudahnya pria itu membatalkan pernikahan yang telah menjadi impian mereka selama ini.
“T-tidak, jangan lakukan ini padaku, Deff. Kumohon percayalah padaku,”
“Kenapa aku harus percaya padamu, setelah kau mengkhianatiku dan tidur dengan pria lain? Katakan padaku, bagaimana aku bisa percaya padamu?”
Perkataan yang menghujam ulu hatinya, memang benar dirinya bahkan tidak mengenakan sehelai pakaianpun.
“Ak-aku …” gadis itu tidak tahu harus mengatakan hal apa. Dia tidak bisa berbohong, sedangkan apa yang terjadi di dalam kamar itu adalah benar-benar terjadi.
“Kau tidak bisa menjawabnya kan?”
Anna terdiam, dia tidak menjawab. “Deff, aku …”
“Kamu ingin mengatakan apa? Kamu tega melakukan hal ini padaku, kamu tengah mengkhianatiku, kamu tidak lebih rendah dari gadis di luar sana menjual tubuhnya,”
Degh!
Anna mengepal tangannya dengan erat. Apa yang dikatakan oleh Deffrian, begitu menghujam dasar hatinya. Segala harapannya hilang, saat pria itu mengucapkan perkataan itu. Tidak ada yang dia harapan lagi. Semua keinginannya seketika lenyap di dalam aula pernikahan itu.
Pengkhianatan sahabatnya sendiri, dan kekasih lebih tepatnya mantan kekasihnya tidak mempercayainya.
Anna memilih untuk kembali ke rumah, hari ini begitu lelah untuknya. Begitu banyak masalah datang bertubi-tubi padanya. Baru saja ia sampai dikejutkan dengan begitu banyak barang miliknya tengah berserakan di lantai teras depan rumah. Tanpa pikir panjang, ia memunguti satu persatu pakaian dan memasukan ke dalam koper.
“Siapa yang melakukan?” tanya sambil mengebrak pintu membuat suara gebrakan terdengar begitu kerasnya.
Anna menarik koper dengan pakaian yang begitu kacau, perasaannya tengah kacau membuat dadanya naik turun karena emosi setelah apa yang di terima olehnya bebeapa jam entah drama apalagi yang diterima olehnya, hingga barang-barangnya berada di luar.
“Siapa yang menaruh pakaianku di luar?” tanyanya penuh emosi.
Anna melihat ke arah maid yang telah bekerja dengannya menundukan kepala, takut menjawab pertanyaan Anna hingga sebuah suara terdengar.
“Aku … aku yang melakukannya,” sebuah suara menyahut, membuat matanya membulat.
“Tante Sonia? Kenapa tante berada di sini?”
Bukan menjawab pertanyaan Anna, wanita paruh baya itu menampar wajah Anna.
“Berani sekali kau menyebut namaku, pelacur? Dan bisa-bisanya kau kembali ke sini. Apa kau tidak tahu malu?”
“Aku bukan pelacur, dan ini rumahku,”
“Rumahmu? Ahahaha …” Sonia terkekeh. “Jangan mimpi, rumah ini dibeli atas nama Deffrian, jadi ini bukan rumahmu. Sebaiknya kamu pergi dari sini, rumah ini akan menjadi rumah Deff dan Clara,”
“Anna? Kenapa kau ada di sini?” sebuah suara terdengar memperlihatkan Clara baru saja turun dari lantai atas.
Anna sejenak melirik kea rah tangan Clara yang tengah menggandeng lengan Deff kemudian menyandarkan kepalanya, tingkah manja wanita itu membuat Anna mual dan jijik.
“Kenapa kalian ada di rumahku?”
“Rumahmu? Mama Sonia menyuruh aku dan kak Deff mamakai rumah ini. Jadi sebaiknya kau sendiri yang pergi dari sini, bukan kami,”
“Kau mengusirku?”
“Yah,” jawab Clara sambil menganggukan kepalanya.
Anna tidak tahun lagi, dengan segala penghinaan yang dilakukan oleh mereka terhadapanya. Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Ketika dia mengingat suara pria yang menyelamatkannya, hal itu membuatnya sadar jika dia tidak boleh terus dipermainkan.
“Baik, aku akan pergi dari sini. Aku akan pergi dari sini,” ucap Anna dengan tegas.
Wanita malang itu berusaha untuk menegarkan hatinya. Senyum kecil dilukis diwajahnya, hatinya membulatkan tekad akan membalas segala yang telah dilakukan padanya, semuanya.
Di dasar hatinya, telah terbit dendam yang begitu kokoh. Ia menghela nafasnya dengan kasar kemudian menatap satu persatu wajah yang telah memperlakukannya dengan tidak adil.
“Apa yang aku tunggu, cepat pergi dari sini,” usir Clara.
Seketika Anna terkekeh, begitu miris hidupnya. Sahabat yang telah dianggapnya seperti saudara sendiri, menusuknya dari belakang mengambil segala yang dia miliki.
“Ternyata kau lebih murahan dariku, Clara,” ucap Anna mengejek mantan sahabatnya itu. “Bodoh sekali kenapa aku percaya padamu,” ucap Anna lagi. “Aku mengerti ternyata selama ini kau menyukai Deff makanya kau menjebakku tidur pria lain,”
Clara tidak terima dengan segala tuduhan yang ana berikan padanya membuat wanita itu turun dari tangga dan segera melayangkan tangan untuk menampar Anna sebelum menyentuh pipi Anna tangannya lebih dulu ditangkap kemudian dihempaskan dengan kasar.
“Jangan menyetuh pipiku dengan tangan kotormu itu. Aku tidak sudi pipiku disentuh oleh tangan wanita menjijikan menghalalkan segala cara merebut yang bukan miliknya,” ucap Anna dengan tegas.
Kali ini, ia tidak ingin tertindas. Dia harus melawan segala perlakuan yang telah diberikan padanya. Dia harus menjadi lebih kuat, dan tegas.
“Anna … kau ….”
“Kau akan marah padaku? Marahlah, apa yang kukatakan adalah benar,” ucap Anna.
“Anna, kau tidak berhak mengatakan hal kasar seperti itu pada Clara,” bentak Deff.
“Kau juga ingin marah padaku, Deff? Marahlah, atau kau ingin memukulku juga? Silahkan,” Anna tersulut emosi dia benci pada Deff yang tidak bisa melihat kebenaran. “Kalian harus ingat jika semua yang kalian peroleh selama ini berkat diriku, perusahaan kalian berkembang karena siapa? Karena aku Deff, karena aku,” ucap Anna dengan lantang.
Kali ini dia mengeluarkan segalanya, tidak peduli lagi dengan apa yang akan dikatakan oleh mereka. dirinya hanya ingin mengeluarkan segalanya.
“Tsk, kalian memperlakukanku seperti sampah,” ucap Anna lirik. “Yang menjijikan itu adalah kalian semua, seluruh keluarga kalian,” ucap Anna lagi dengan tegas.
Tidak ada yang berani berbicara, apa yang dikatakan oleh Anna adalah benar, segala proyek besar perusahaan dia yang telah menyelesaikannya dengan meraup begitu banyak keuntungan.
“Kalian menginginkan aku pergi bukan? Ya, aku akan pergi dari sini, sebelum itu dengar baik-baik apa yang aku katakan,” tatapan Anna berubah, penuh kebencian di dalamnya. “Aku, Reul Anna Amaltea, detik ini bersumpah akan membalas semua yang telah kalian lakukan padaku. Aku akan membalasnya 10 kali lipat penghinaan, penderitaan serta pengkhianatan ini,”
Anna melangkahkan kakinya mendekat ke arah Deff.
“Kau ….” Tunjuk Anna. “Deffrian Arsando, kita adalah musuh. Seluruh keluarga Arsando adalah musuhku. Ingatlah, aku akan kembali lima tahun lagi, dan akan menghancurkan seluruh apa yang kalian miliki, ingat itu baik-baik. Aku akan mengambil apa yang harusnya menjadi milikku, akan kubuat kalian meminta maaf sambil berlutut di kakiku,”
Perkataan yang dilontarkan oleh Anna membuat mereka semua gugup, begitu pula dengan Clara, apalagi ketika Anna menatap tajam kemudian mendekat ke arahnya. Tubuhnya seketika gemetar.
“Dengan ini baik-baik Clara. Nikmati, apa yang bisa kau nikmati mulai sekarang, ketika aku kembali, akan kupastikan kau tidak akan tidur dengan nyenyak. Aku akan membuatmu menyesal merebut segalanya dariku, akan kupastikan kau akan kehilangannya,” ucap Anna, matanya mengambarkan keseriusaan.
Setelah mengatakan itu, Anna berjalan mendekat ke arah Naura—adik Deff.
“Dan kau Naura … kita lihat saja nanti, apa yang akan kulakukan padamu, jika kita bertemu nanti. Hati-hatilah keluar rumah,” ucap Anna sambil menarik kopernya keluar rumah.
Gadis itu berdiri di depan pintu rumah.
“Ingatlah baik-baik, aku akan kembali 5 tahun dari sekarang, akan kubuat hidup kalian menderita, selamanya,” teriak Anna.
Bersambung …
“Kenapa dengan wajahmu?” tanya Elang Aderra, bukan jawaban yang diberikan oleh Febia membuat Elang Aderra segera bergegas masuk ke dalam mobil. “Hai …” Sebuah senyuman terbit disertai sapaan pada Elang Aderra. Pria itu perlahan-lahan keluar dari membuat Sharon mengerutkan keningnya. “Kenapa kau seperti melihat hantu? Kau tidak akn masuk?” tanya Sharon membuat Elang Aderra perlahan-lahan memundurkan tubuhnya dan mengunci pintu mobil. “Sejak kapan, wanita itu—“ Perkataan Elang Aderra mengantung. “Saat Anna masuk ke dalam mobil,” ucap Febia seakan tahu kalimat terakhir yang ingin ditanyakan oleh Elang Aderra padanya. Ervin yang sejak tadi sudah di dalam mobil, mengerutkan keningnya melihat Elang Aderra yang belum masuk ke dalam mobil, ia pun ke luar. “Ada apa? Apa terjadi masalah?” tanya Ervin. Sreett! Kaca mobil terlihat terbuka, memperlihatkan seorang wanita yang saat ini tengah duduk. “Apa yang kalian lakukan di sana? Febia, apa kita tidak akan pulang?” tanya Sharon membuat Erv
“Oh. Aku tahu, apa dia salah satu pria yang tidur denganmu?” tanya Deff dengan suara lantang. Plak! Satu tamparan mengenai wajah Deff, Anna menatap pria itu penuh emosi. Bisa-bisanya pria itu melontarkan kalimat yang membuatnya sakit hati. Deff hanya bisa menyeka ujung bibirnya menggunakan lidah karena rasa sakit. “Jangan bicaramu. Kau tidak berhak mengatakan seperti itu padaku,” ucap Anna dengan tatapan penuh emosi. Bahkan, terlihat air mata tertahan di pelupuk matanya. Rasa sakit yang berasal dari dalam hati kini menjalar disekujur tubuhnya. Entah kenapa, rasa sakit itu, begitu tidak bisa membuatnya menahan diri. Anna mengepal tangannya dengan sangat erat. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya pria itu mengatakan hal menyakitkan padanya. “Terus bagaimana kau menjelaskan padaku tentang hubunganmu dengan Elang Aderra? Bukankah kau menggodanya?” “Aku tidak pernah melakukan hal yang seperti kau tuduhkan padaku, tapi percuma juga aku menjelaskan padamu, pria yang hatinya sudah dinodai
Pamer Kemesraan 2 Ma-maaf, tuan Elang Aderra. Apa yang sedang—“ “Aku hanya tidak ingin kekasihku capek karena berdiri. Jadi, aku memberinya tempatku.” Mata Clara begitu membulat sempurna mendengar pernyataan yang baru saja dikatakan oleh Elang Aderra. Kekasih? Reuel Anna kekasihnya? Tidak hanya Clara, bahkan Anna sendiri bahkan begitu terkejut. Bisa-bisanya, pria itu mengatakan jika dia adalah kekasihnya, bahkan dengan santainya mengusap rambutnya. Anna terdiam sejenak. "Sharon. Aku harap kau bisa membantu, keluar dan pukul wajah pria ini," ucap Anna membatin. "Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah kau sangat tidak ingin jika aku mengantikan posisimu? Kau bahkan membuatku tidur." Sharon menjawab dengan begitu menusuk membuat Anna menyesal meminta bantuan pada kepribadiannya itu. "Sebaiknya kau selesaikan masalahmu saja sendiri." Anna menghela napas kasar, saat mendengar perkataan Sharon. "Aku tidak bisa melakukannya." "Kenapa? Karena saat ini kau berpura-pura menjadi seo
Elang Aderra melangkah turun dari mobil bertepatan dengan mobil milik Anna yang tiba di perusahaan milik Deff. Keduanya saling bertatapan satu sama lain, sampai akhirnya Febia memilih masuk lebih dulu, dan Anna mengikutinya dari belakang. Pria itu terkejut melihat Anna yang berada di sana, lebih anehnya lagi bukan dia yang diikuti tetapi mengikuti. “Apa aku tidak salah lihat. Ervin?” tanya Elang Aderra melepas kacamatanya, dia pikir mungkin karena dia memakai kacamata dia jadi salah lihat.Dia masih menatap ke arah wanita yang baru saja masuk itu. Tatapannya dipenuhi rasa ingin tahu, dengan apa yang dilihatnya. “Tidak. Kau tidak salah lihat. Dia mengawal Febia,” ucap Ervin menatap dua wanita yang baru saja masuk ke perusahaan itu. “Apa kau bisa jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Elang Aderra membuat Ervin menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia tahu apa yang terjadi, sedangkan dia baru saja melihat hal itu. Keduanya terdiam, membuat beberapa orang yang melihat El
Biar kami menyelesaikan masalah kami “Wanita bodoh ini. Bisa-bisanya dia memberontak,” umpat Sharon. “Hai … kita bertemu lagi, sepertinya kalian kau bercerita banyak hal dengan Anna.” Elang Aderra yang berada di samping menatapnya dengan raut wajah berubah. Apalagi saat tahu jika Anna tidak sadarkan diri, maka Sharon yang akan mengambil alih tubuh wanita itu. “Kenapa dengan wajahmu? Apa kau tidak suka melihatku?” tanya Sharon yang melihat wajah Elang Aderra yang tertekan saat melihatnya. “Ya.” Sharon melirik ke arah Elang Aderra, kemudian memutar bola matanya karena tidak menyukai jawaban Elang Aderra. “Sial. Sepertinya tidak ada yang menyukai kehadiranku,” keluh Sharon sambil menyandarkan tubuhnya. Wanita itu malas untuk membuka suara. Bahkan sampai rumah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kesal. Febia yang melihat Sharon, hanya bisa menghela napasnya. Ia sangat tahu jika wanita itu tengah marah. “Apa kau bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?” tanya E
“Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau berbicara dengannya,” tegas Sharon kemudian melangkah pergi dari sana. Sharon tidak akan membiarkan Anna berbicara dengan pria itu, itu menandakan dia benar-benar gagal membuat Elang Aderra menjauh dari Anna. Beberapa saat kemudian, langkah terhenti dan wanita itu pingsan tepat di depan pintu. “Anna …” Elang Aderra segera beranjak dari tempat duduknya saat melihat wanita itu pingsan. “A-Sharon.” Elang Aderra bingung harus memanggil wanita itu dengan panggilan apa, apakah Anna atau Sharon. Elang Aderra segera mengendongnya dan membaringnya di sofa, ia pun meminta agar Ervin mengambil air untuk diminum. “Kau tidak apa-apa?” Elang Aderra bertanya, ia tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa. Saat membuka mata, hal yang pertama kali dilihatnya adalah Elang Aderra dan Ervin. “Kenapa aku ada di sini?” tanya wanita itu dengan kebingungan. Elang Aderra yang melihat raut wajah kebingungan itu, membuatnya mengerutkan kening. “K-kau siapa?