Tok, tok....
"Masuk...." seorang pria berkaca mata melihat seseorang membuka pintu. Menurunkan kaca mata seraya berkata "Pak Darwin? ada hal penting apa sepagi ini menghadap saya?" Dengan wajah di buat seolah merintih kesakitan "Sebelumnya saya minta maaf pak, sepertinya saya tidak dapat mengjar hari ini karena tiba-tiba saja badan terasa tidak enak. Kalau bapak berkenan saya mau minta ijin pulang lebih awal soalnya kepala saya migran, pak." Berharap bapak kepala sekolah percaya dengan aktingnya. Meski bukan hal baru baginya tetapi ijin kepala sekolah sangat di butuhkan. Melepas kaca mata sembari memicingkan mata "Saya lihat akhir-akhir ini pak Darwin kerap minta ijin dengan alasan sakit, apakah itu suatu kebetulan atau ada unsur kesengajaan?" Beberapa hari ini memang Darwin kerap minya ijin dengan alasan sakit. Sekali dua kali tidak menimbulkan kecurigaan, untuk selebihnya timbul rasa curiga. Memijat kepala "Saya tidak berbohong, memang saya pusing, pak. Tapi jika bapak tidak memberi ijin maka saya akan tetap lanjut mengajar sampai jam sekolah usai" Beranjak pergi namun ia mulai akting seolah hendak pingsan, tubuhnya sempoyongan. Seketika bapak kepala sekolah bangkit lalu membantunya "Eh, eh, pak Darwin hati-hati. Oke saya ijinkan bapak pulang lebih awal. Saya tidak mau terjadi hal buruk dengan bapak, kalau begitu biar saya minta guru lain mengbantikan bapak hari ini." tak mau terjadi hal buruk nanti, akhirnya beliau mengijinkan Darwin pulang cepat. Tidak biasa Darwin sering minta ijin seperti sekarang ini, pasti ada yang di sembunyikan. "Yes..." Di dalam hati ia sangat girang pada akhirnya bisa mengambil peluang besar demi keinginan pribadinya. "Segera periksakan ke Dokter saya curiga ada yang tidak beres dengan kondisi tubuh bapak. Dalam satu bulan tercacat sudah hampir tujuh sampai delapan kali anda mengeluh sakit. Jangan sepele dengan kesehatan bisa berakibat fatal nantinya" ucap kepala sekolah memberi nasihat. "Baik, pak. Rencanya saya juga mau langsung periksa ke Dokter" Jawab Darwin. Tak berapa lama ia pun keluar dengan wajah bahagia. "Yes....aku bisa ketemu dengan si Marni" Sudah tidak sabar menemui sang mertua penyalur hasrat. Beberapa waktu lalu mereka janjian bertemu. Tanpa sepengetahuan orang, mereka menjalin komunikasi hingga jalan berdua. Demi memuaskan hasrat pribadinya ia sampai rela berulang kali ijin ke pihak sekolah, tidak hanya sampai di situ saja selama jam pelajaran berlangsung Darwin lebih sering menatap layar gawai dari pada materi yang akan ia sampaikan. Setiap detik pikirannya selalu teringat dengan body sexy Marni yang begitu menggoda. Berbeda ketika ia bersama sang istri rasa begitu dominan seperti di manja seorang wanita di mana banyak pria ingin di senangkan keyika berada di atas ranjang. Kebanyakan pria dominan ketika bermain, akan tetapi ketika bersama Marni justru ia merasakan gairah besar. "Darwin, kamu....." Tepat siang hari ketika tidak ada orang datanglah Darwin ke rumah kontrakan Marni. Beberapa waktu lalu ia mendapat kabar bahwa Marni tinggal di sebuah rumah kos tengah kota. Seperti biasa Darwin selalu mencuri waktu untuk menemui Marni demi kepuasan semata. Sehari tidak bermain peluh berdua rasa begitu rindu menggebu, ingin terus menerus bermain. Menyeringai "Aku rindu sama kamu Marni..." Mendekati Marni yang baru saja selesai mandi. Dengan masih memakai handuk putih melilit bagian tubuhnya membuat mata Darwin melotot. Pemandangan surgawi terpampang jelas depan mata. Tanpa tunggu lama ia pun memeluk Marni dan langsung melumat bibir wanita parubaya tersebut. "Emmmm.....Emmmmm....." suara tertahan oleh keganasan Darwin. Sudah hampir seminggu ini tidak menyentuh Marni membuatnya begitu haus akan s*x. "Sekarang kamu hanya akan melayaniku, Marni" Darwin mulai mengayun membawa Marni menuju ranjang. Entah sejak kapan mereka sudah tanpa busana. "Darwin....... Aku juga sangat merindukan kamu sayang. Lakukan sepuas hatimu, sebanyak yang kamu mampu. Aku milikmu hari ini sayang" Ucapan Marni membuat hasrat semakin menggebu. Sembari menciumi leher hingga beralih menuju telinga "Siapkan dirimu, sayang" Mereka pun mulai melakukan hal tak senonoh itu di siang bolong. Ketika semua orang bercucuran keringat mencari nafkah, justru mereka bercucuran peluh dalam kenikmatan. "Darwinku sayang lakukan segara...." pinta Marni tak tahan lagi. Darwin lantas menuntaskan hasratnya. Tak berselang lama mereka pun terbaring lemas, nafas menderu keringat berbuih sebiji jagung bercucuran. Cup.... "Terima kasih Darwinku sayang. Kamu selalu bisa membuatku pu4s...." Senyum Marni mengembang. Tanpa malu ia meracau sesuka hati. Dengan nafas masih menderu naik turun Darwin melebarkan senyum "Hanya kamu yang bisa membuatku setenang sekarang, tanpa kamu setiap malamku terasa kelabu" Mulut buaya pasti manis selama ada inginnya. "Kenapa begitu? Bukankah kamu masih punya Rika? Di banding aku dia jauh lebih muda. Cantik, body oke, dalam urusan ranjang tentu di lebih mahir dari pada aku" Tidur di lengan Darwin sembari memiringkan badan menatap wajah orang yang sekarang menatap dirinya. Menyentuh bagu Marni "Masalah ranjang kamu jauh lebih pandai, sayang. Setiap kali aku meminta jatah darinya pasti di menolak dengan dalih capek. Di tambah lagi setiap kali kami berhubungan dia hanya terdiam seperti mayat hidup. Tidak ada hal yang bisa membuatku ingin berlama lama dengannya. Hanya kamu yang bisa mengerti kemauanku dan selalu aktif dalam setiap gerakan" Mencubit hidup Darwin "Ih....kamu bisa saja" Melingkarkan tangan di atas dada bidang sang menantu. Begitulah jika akal sehat telah di kuasai oleh hawa nafsu, yang haram di halalkan dan yang halal di haramkan. "Marni....Marni....." Dari luar terdengar suara Dono memanggil namanya. Sigap Darwin kebingungan "Bagaimana ini buk, pak Dono datang...." Marni masih belum memakai sehelai benang pun begitu pula dengan Darwin "Astaga, jangan sampai mas Dono tau atau tamatlah riwayat kita berdua. Begini saja kamu sembunyi dulu di bawah kolong ranjang" Ucapnya terburu buru. Darwin segera masuk kolong dengan membawa serta seluruh pakaian supaya tidak ada yang mencurigakan. "Marni....." Sembari membuka pintu kamar. "Mas Dono sini dong...." Dengan nada merayu Marni memanggil sang pria berkumis tebal itu naik ke atas ranjang. "Oh....sayang, jadi kamu tidak menjawabku karena kamu sudah menungguku di ranjang kita" Perlahan Dono menaiki ranjang lalu melepas pakaian. Pemandangan indah tersaji depan mata, tentu tidak ia sia-siakan. Dari bawah Darwin melihat pakaian dalam Pak Dono "Sialan....emang dasar tua bangka bau tanah. Nikmati saja sisaku" Denyit ranjang serta desahan silih berganti berirama merdu. Kedua kalinya Marni harus melayani nafsu para pria hidung belang. "Hebat juga tuh aki-aki, sudah tuwir tenaganya masih kuat saja. Kapan adegan ranjang mereka selesai atau aku akan terjebak di bawah ranjang ini selamanya..." Lirih Darwin. Setelah hampir setengah jam mereka pun selesai. Terlihat Dono memunguti pakaiannya "Marni, Marni, cuma kamu perempuan yang paling ngerti keinginan suami. Sehari lima kali asal sama kamu mamas Dono akan selalu siap sayang" Ucapan Dono menggelitik telinga. "Huek....tua bangka sok romantis." Lirih Darwin risih mendengar ucapan kedua pasangan tersebut. "Pasti, mas. Sekarang aku istrimu. Kapan pun kamu mau aku siap, sayang." Ucap Marni mesra. "Oh iya.... tadi aku cuma mau bilang bahwa malam nanti ada proyek di lapangan, jadi paling cepat besok atau lusa baru bisa pulang" Selain sebagai supir, Dono juga menerina jasa angkut barang ke berbagai kota. Marni pun bangkit tanpa busana sehelai pun "Tak apa mas, aku akan senantiasa menunggumu...." melingkarkan kedua tangan di leher Dono. "Kalau begitu mamas pergi dulu sayang. Jaga diri, nanti kalau sudah sampai aku pasti kabarin kamu" mencium kening sang istri. Setelah Dono pergi Marni pun meminta Darwin keluar. Darwin melihat Marni tanpa busana membuatnya kembali ingin bercocok tanam. "Darwin, sudah ya aku sangat lelah sekali. Kalian berdua membuatku kewalahan hari ini. Tolong jangan lagi ya...." Rengek Marni seolah tak sanggup lagi menerima gempuran hasrat. "Ayolah buk sekali lagi, tanggung nih...." Alhasil Darwin memaksa Marni melakukan hal itu berulang kali sampai Marni merasa kewalahan. "Terima kasih sayang" Sebelum pergi Darwin meninggalkan satu kecupan di kening Marni. Marni terkapar tidak berdaya, ia tidak bisa membuka mata sebab merasa perih di bagian tertentu. "Astaga, mereka berdua begitu bringas membuatku sulit berjalan" Berusaha berdiri meski begitu sakit.Bagaimana cara menjelaskan semua pada putraku, sungguh tidak bisa melihat harapannya hancur begitu saja. Mata yang tadi di penuhi kebahagiaan seketika sirna penuh air mata. Kaki mulai melemas menitikkan air mata sembari ku raih pusara mas Darwin "Bagaimana caraku menjelaskan semua pada Aska, mas? Andai bisa ku putar waktu aku tidak ingin kau pergi dengan cara seperti ini. Sekarang Aku harus bagaimana? Kenapa harus kamu? Kenapa bukan orang lain saja yang mendonorkan jantung untuk Aska, kenap harus kamu, kenapa? Setelah semua kejadian ini bagaimana caraku menghindari tatapan putraku sendiri, mungkin setelah ini dia akan sangat membenciku. Hati ku sakit melihatnya hancur. Aku takut, mas. Bagaimana jika dia membenci ku setelah ini? Sungguh aku tidak sanggup di benci olehnya," Wajah tertunduk lesu tidak tau harus berbuat apa. Semua memang salah ku, seharunya tidak pernah memberi jarak pada mereka supaya semua tidak seperti sekarang."Kebaikan mu akan selalu ku ingat dalam seumur hidup, tap
Dua hari kemudian.Sesuai janji ku pada Aska, tepatnya selasa pagi kami mengajaknya bertemu dengan Mas Darwin. Meski seluruh dunia mengetahui bahwa orang mati tidak bisa bangkit kembali ke dunia manusia. Aku menyadari bahwa harapan besar mereka bertemu sangatlah mustahil. Setiap saat hati terasa gelisah takut putraku kecewa atas kenyataan pahit ini, semua memang bukan mau ku, semua atas keputusan mas Darwin sendiri, sejauh kebencianku terhadapnya sedikit pun tidak pernah menganggapnya benar, sehingga pada saat dia memberikan jantungnya pada putra kandungnya sendiri, di situlah baru aku menyadari bahwa seburuk apa pun seorang mantan suami dia tetap ayah terbaik bagi anak-anak. Sejauh apa pun sakit hati membawa kita, hubungan yang sudah terjalin tidak akan pernah terhapus oleh banyaknya dosa. Masa lalu tetap meninggalkan kenangan walau tidak untuk di perjuangkan. Wahai mantan jadilah masa lalu terbaik jangan kotori masa lalu seseorang dengan penuh kebencian. Merasa jatuh cinta dan menci
Satu minggu kemudian kondisi Aska perlahan mulai membaik. Hari ini Dokter memberi kabar gembira bahwa putra kami sudah di perbolehkan pulang. Dengan kondisi Aska sekarang tentunya ia banyak di batasi oleh dokter, sebelum benar-benar sembuh ia tidak boleh keluar rumah bahkan sekedar sekolah pun belum di ijinkan. Sebagai seorang ibu jelas hati sangat bahagia sekaligus cemas, bagaimana jika Aska bosan ingin bertemu teman-temannya? tidak mungkin dia terus di rumah sepanjang hari di tambah lagi kami juga banyak kerjaan pasti dia sangat kesepian."Jangan lupa di minum obatnya, kamu tidak boleh terlalu beraktifitas dulu. Sementara waktu kamu duduk di kursi roda dulu, baru setelah selesai kamu bisa kembali bersekolah." Jelas Dokter.Mengulurkan tangan "Kami sangat berterima kasih atas segalanya, Dok. Kalau begitu kami pamit pulang"Usai menebus obat kami pun pulang. Sepanjang jalan pukang entah kenap Aska terus diam tanpa kata. Mungkinkah dia memikirkan sesuatu? Coba ku tanyakan pelan padanya
"Sayang coba lihat itu....." Mas Candra menunjuk sebrang jalan di mana seorang wanita berlari tertatih tanpa busana. Rambut terurai lusuh membuatku sulit mengenalinya, namun setelah mengamati seksama ternyata wanita itu adalah ibu Marni. Tidak jauh dari tempat beliau terlihat dua pria mengejarnya. Pria itu nampak begitu sangar berpenampilan preman dan bertubuh tinggi besar."Mas, itu ibu Marni....." Tanpa ragu kami pun menepi berusaha mengejar beliau sebisa dan sekuat kami. Sempai pada akhirnya bu Marni terjatuh, kedua pria berpenampilan preman tadi berusaha memaksa Bu Marni.Melihat beliau meronta dengan kondisi seperti itu tentu kedua pria itu bukan orang baik "Tolong......maling....." Mencari cara untuk meminta bantuan warga dan orang sekitar dengan berteriak maling. Benar saja beberapa orang berbondong ke arah kami lalu mengejar kedua pria tersebut. Awalnya mereka hendak membawa Ibu Marni, namun karena langkah kaki beliau tertatih membuat mereka memutuskan meninggalkan begitu saja
"Tidak, jangan, pergi kalian...Tolong..." Marni berteriak kencang ketika ada beberapa preman mengejarnya. Ketika duduk di tepi jalan tiba-tiba tiga orang berpakaian preman menghampiri lalu menyeretnya ke dalam mobil. Sembari meronta Marni terus berharap ada salah satu orang baik bisa menolongnya, namun siapa sangka tidak ada satu pun orang perduli. Mungkin bisa di katakan hukum karma masih berlaku padanya. Salah seorang pria berkulit hitam mata besar langsung membungkam mulutnya sampai tak bersuara. Sesekali terdengar suara dering ponsel dari salah satu preman."Kita sudah berhasil, bos." ucapnya sembari tersenyum girang ke arah Marni.Sejak memutuskan pergi dari Darwin, kini kehidupan Marni semakin sulit. Setiap hari berjalan lontang-lantung tanpa tujuan, semua tempat telah ia datangi demi mencari kerja atau sekedar numpang berteduh, namun hampir semua orang menolak, siapa yang mau menerima orang dengan penampilan compang-camping dan rambut kusut seperti tidak pernah di sisir. Banyak
Operasi berlangsung cukup lama. Setiap detik do'a tak pernah terputus. Mas Candra selalu berada di sampingku berusaha membuatku tenang. Meski ku tau di dalam hati terdalam ia juga rapuh. Aska memang bukan darah dagingnya, tapi dia yang selama ini mencintai, merawat, dan berperan layaknya seorang ayah. Wajar jika hatinya rapuh sama peperti itu pula hati ini."Jangan cemas putraku sangat hebat, dia pasti bisa melewati semua ini." Lirih mas Candra meyakinkan ku. Kalau boleh jujur suamiku tidak sekuat itu, tanpa sadar sejak tadi ku perhatikan ia menyeka air mata. Memaksa kuat sebisa mungkin supaya tidak membuatku semakin lemah.Sembari bersandar pada bahu mas Candra "Semua salahku, mas." Tiap kali mengingat bagaimana kami bertengkar sebelum akhirnya Aska berlari dariku. Andai bisa aku bersedia bertukar posisi, asal putraku baik-baik saja.Genggaman tangan semakin erat kurasakan "Jangan salahkan diri sendiri, kalau tau akan terjadi hal seburuk ini, maka aku pun tidak akan pernah mengajak k