Share

7. Pria Berdarah Dingin

"Bohong! Masa sih sodara? Beda gitu tampang kalian," balas Nina tak mau kalah telak.

"Seriously, sebenanye Daddy saye sebelum berkahwin ngan Mom, pernah menikah di Bali. Lepas tu die orang divorce. Justin, abang saye tu stay ngan Mak die di Bali. Kenape die blond, sebab Mak die from USA. Kite orang jumpe pun mase tu je, sebelumnye tak pernah." Nick dengan tenang menjelaskan. Ia justru merasa lucu karena tuduhan yang Nina beberkan berdasarkan foto itu.

"Oooh." Seluruh yang hadir mendengar penjelasan Nick dengan khidmad.

"Kalau tak pecaye, ni saye vcall jap." Nick kemudian membuat panggilan video dengan Justin–abangnya.

Di sisi lain, Nina ingin siap-siap mau kabur, tapi dengan sigap Om Sandy menangkapnya. Nina pun terpaksa duduk di ujung sofa sambil berharap tubuhnya benar-benar tenggelam.

"Hay, bro. Are you busy?" tanya Nick ketika panggilannya dijawab.

"No, Nick, what's up, Brother? Btw gue denger lo mo nikah, ya? Wah, keterlaluan lo kalau gak ngundang gue," ujar Justin.

"Yes, ni saye nak kenalkan awak tu ngan keluarge calon saye lah," ujar Nick sambil mengarahkan ponselnya ke seluruh ruangan.

"Hay, Justin," sapa semua orang, kecuali Nina.

"Hay, semua. Salam kenal dari gua, Justin, abangnya Nick."Justin memperkenalkan dirinya dengan sopan. Ia memang dibesarkan di Bali sehingga bahasa Indonesianya cukup fasih.

"Nanti pas nikahannya Nick, dateng, ya, Nak Justin," sambung Mama saat dikenalkan Nick.

"Pasti, Tante. Saya pasti usahain dateng."

"Ok, Bro. oh wait, you belum jumpe lagi calon I kan? Namenye Nina," jelas Nick sambil mendekati Nina.

Mau tak mau Nina menyapa Justin dan berusaha seramah mungkin.

"Oh, hai Justin. Nice to meet you," balas Nina kaku.

"Hay, Nina, Wow, pantes Nick buru-buru mau nikah. Ternyata calonnya secantik ini," balas Justin.

"Duh, bule-bule nape matanya pada siwer, ya?" sindir Bia.

Setelahnya panggilan pun berakhir. Seluruh keluarga pada diam. Semua merasa bersalah karena sempat mempercayai gosip dari Nina.

"Ehm, Papa sama Mama keknya mau siap-siap salat ashar, kami izin dulu, ya. Maaf ya, Nick, lanjut dulu kalian." Papa dan Mama beranjak dari sofa, melarikan diri.

"Wah, Hana keknya kebangun tuh, Yah. Eh, kita ke dalam dulu, ya, Nin, Nick. Mo nyusuin Hana dulu," elak Bia lalu menarik suaminya pergi. Mas Raka yang bingung, mengangguk ramah dan pasrah mengikuti istrinya.

"Lah, bukannya Hana udah lama disapih, ya?" tanya Nina menyadari modus Bia yang gak masuk akal.

"Ehem, haus neh, Om mau ke belakang dulu, ya, cari minum." Om Sandy mulai ikut.

"Lah, itu kan minum, Om," tunjuk Nina ke arah meja.

"Itu minuman manis, Om maunya air putih aja, seret ini." Om Sandy langsung ngeloyor meninggalkan Nina dan Nick berdua di ruang keluarga.

"Eh, gue juga mau salat Ashar," Nina  hendak berdiri dari sofa sebelum Nick menarik lengan bajunya hingga ia kembali terduduk di samping Nick.

"Belum masuk waktu lagi lah," potong Nick.

"Oh, iye." Nina gagal membuat alasan kabur dari Nick.

"So, you rupenye yang bikin gosip I ne gay, ye?" Nick mulai menginterogasi Nina.

Wajahnya berbeda dari saat ada keluarga Nina tadi. Kini ia terlihat lebih dingin dan kejam. Nina benar-benar tak berkutik.

"Ehehe, gue cuma becanda kok," elaknya sambil cengengesan.

"Becanda, begurau, joke you kate? Orang sekantor dah sibuk bisik-bisik tu kenape?" Kali ini Nick memutar duduknya menghadap Nina.

"Whot? Sekantor? Sial tu mulut si Sisca." Nina tak menyangka masalah investigasi asalnya jadi bahan gosip anak-anak di kantor.

"Jadi you pikir I tak suke perempuan, he?" Nick mendekatkan wajahnya ke wajah Nina.

Nina merasa terpojok, ia memang merasa bersalah pada Nick. Tapi ia tak menyangka Nick akan marah besar padanya. Bayangan Nick akan membalas dendam padanya membuat Nina sedikit takut juga. Meski ia pernah sampai sabuk hitam taekwondo, tapi rasa bersalah membuatnya melemah. Ia bakal langsung tumbang kalau Nick mengajaknya berduel saat ini.

"So-Sorry, Nick. Gue cuma ngerasa aneh kenapa lo mo nikah ama gue. Trus gue nemu foto lo ama Justin dan gue emang belom tau tentang Justin. Kalau lo di posisi gue, lo juga bakal ngerasa hal yang sama." Nina berusaha setenang mungkin memberi jawaban pada Nick.

Namun, Nina kembali terpojok, napas Nick memburu di wajahnya. Nick mengunci Nina dengan lengannya. Nina bahkan merasakan debaran dada Nick yang makin kuat di tangannya–yang berada di dada pria itu. Mata mereka kembali bertemu. Nina merasakan wajahnya memanas, lalu muncul gelombang aneh dari perutnya.

Nick yang kemudian menyadari posisi itu, segera beranjak menjauhkan tubuhnya. Ia pun kemudian meninggalkan Nina tanpa berkata apa-apa. Nina yang sejak tadi menahan napas, kini berusaha mengumpulkan oksigen kembali ke paru-parunya.

"Hayo, lo. Untung Nick baek, ya. Kalau gue jadi Nick, udah gue hajar lo. Mana ampe kantor lagi gosipnya, ckck, gila lu Nin, fitnah calon laki lo sendiri." Bia mendekati Nina saat mereka mempersiapkan makan malam.

Mama dan Papa Nina sekalian mengundang Nick makan malam bersama, juga sebagai permintaan maaf kepada Nick atas berita yang Nina buat.

"Hajar? Belom tau dia kalo gue sabuk hitam." Nina memperagakan gerakan taekwondonya.

"Hih, blagu. Diciumnya klepek juga lo, ye kan? Gimana? Tadi lo diciumnya kan?" goda Bia.

"Ih, jadi tadi lo ngintip, ya, Mujaer? Dasar otak ikan, lo liat dari angel yang salah tu, fitnah tau. Orang gue cuma ngobrol." Wajah Nina memanas kalau ingat adegan itu. Bagaimana pun wajah mereka sangat dekat saat itu. Ia bahkan masih bisa menghirup aroma parfum yang Nick pakai.

"Ah, Nick. Sosor aja kek. Biar diem ini mulut perempuan." Bia melempar kemangi ke arah mulut Nina.

"Aduh! Ih, Mujaer. Gua banting juga lo."

"Eeh, apaan sih ini. Gak malu apa sama tamu." Mama datang menengahi.

"Lebih malu yang tadi kali, Ma. Kalo gue, udah kabur dari tadi," sambung Bia mengompori.

"Iihh." Nina yang mulai emosi menarik tangan Bia ke belakang badannya.

"Udah ah. Buruan, itu pada nungguin."

Bia dan Nina terpaksa menghentikan perkelahian mereka yang kekanak-kanakan saat Mas Raka menyusul ke dapur. Untungnya Mas Raka sudah paham kelakuan istri dan adik iparnya itu. Makanya ia hanya geleng-geleng kepala saja.

Makan malam keluarga berlangsung cukup hangat. Nick ternyata bisa bersikap ramah dan sopan saat bersama dengan keluarga Nina. Namun, tiap melihat Nina pastilah wajahnya kembali berubah tegang. Nina merasa Nick jadi dendam padanya.

"Duh, nasib lo, Nin. Kebayang udah, lo bakal mati muda dibunuh suami lo di malam pertama," gumam Nina.

Bia yang mendengarnya langsung tertawa terpingkal-pingkal. Namun, Nina segera membekap mulut Bia ketika Mama bertanya alasannya tertawa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status