Beranda / Romansa / Deportation / 6. Salah Paham

Share

6. Salah Paham

Penulis: Syifa Aim Bine
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-24 21:53:21

Apa yang Nina lihat tadi malam membuatnya tak fokus seharian. Beberapa kali ia mengawasi Nick secara diam-diam, meyakinkan kalau yang dilihatnya kemarin tidaklah benar.

"Hey! Ngapain sih lo, Nin. Celingak-celinguk, hayo, ngintipin Nick, ya? Lo naksir, ya?" tanya Sisca–teman sekantornya.

Orang di kantor memang belum tahu mengenai rencana pernikahan Nick dan Nina. Mereka sepakat akan memberi pengumuman setelah undangan selesai dicetak.

"Eh, Sis. Menurut lo, si Nick itu normal, gak?" tanya Nina saat mereka minum kopi di cafetaria samping kantor. Nick saat itu baru saja lewat.

"Nggak!" jawab Sisca asal.

"Nah ... Nah, bener kan kecurigaan gue. Lo pernah liat dia jalan ama cowok juga, ya?" tanya Sisca.

"Ya pernah lah, sama Pak Sandy, sama Dio, Bagas, semua temen kantor kita kan emang dominan cowok." Sisca menjawab cuek sambil memaikan ponselnya.

"Ih, bukan itu. Maksud gue yang intens gitu."

Sisca mulai tertarik dengan pembahasan Nina, ia pun menutup ponselnya. "Maksud lo apaan, sih? Si Nick suka cowok? Ih, fitonah lu, Nin. Lagian tumben lu suka gosip sekarang, dulu bodo amat aja ama yang terjadi sama orang kantor," Sisca menyipitkan matanya.

"Lah, lo tadi bilang dia kagak normal."

"Maksud gue, dia itu tipe superior ceunah. Di atas normal, idaman banget. Duh, siapa ya wanita beruntung yang bakal dapetin dia. Jadi penasaran gue."

"Tau, gue kali," jawab Nina asal.

"Eh, tapi bisa jadi lo bener, Nin. Masak dia kagak tertarik sama gue. Lo liat deh gue, hm, wajah instagramable, body bohay, apa lagi ya, gak?" Sisca sambil berdiri memamerkan bodinya yang memang terbilang cukup seksi.

"Emang lo pernah deketin die?" tanya Nina penasaran.

"Sst, gue pernah ngajak kencan. Eh, tapi ditolak dong sama dia. Stupid tu orang. Tapi lo jangan bilang-bilang ya,  aib, baru kali ini cowok nolak gue. Jejangan benar yang lo bilang dia kagak suka cewek."

Nina makin galau, kata-kata Sisca ada benarnya. Pria sekantor suka jelalatan kalau Sisca hadir. Bahkan ada yang sampe ngences liat body temannya itu. Namun, tidak dengan Nick. Dia super cuek meski didekati wanita macam Sisca. Nina jadi makin bertanya-tanya.

"Jejangan bener lagi, duh, nasib lo, Nin. Ternyata cuma jadi penutup dosa," gumam Nina.

***

"Ma, Pa, Om, kayaknya pernikahan ini harus dibatalin deh." Nina tiba-tiba muncul di tengah-tengah rapat keluarga yang tengah berlangsung.

"Ya Allah, apa lagi ini?" ujar Mama mulai panik seraya mengeluarkan inhaler dari kantong gamisnya.

"Kenapa lagi, sih, Le? Mau bikin drama lagi keknya nih anak," timpal Bia yang ikut menjadi panitia.

"Om Sandy pasti tau ini. Kenapa gak bilang dari awal sih, Om, kalau si Nick itu gay?"

"Apa?" Seluruh keluarga kaget dengan pernyataan Nina.

"Gay?" tanya Bia memastikan.

"Astagfirullah." Mama mulai menghisap inhalernya.

"Kamu jangan fitnah, Nin!" Papa mulai gemetar karena emosi.

"Iya, Nina. Kamu ini ngomong apa?" Om Sandy tak kalah emosi.

"Jangan belagak pilon deh, Om. Si Nick ini gak suka cewek, kan? Dia mau jadi warga negara kita karena pacar prianya tinggal di Bali, kan?" cecar Nina.

Ia sudah tidak tahan lagi menanggung rasa kesal karena mengetahui dirinya dijebak nikah dengan Nick. Nina akhirnya paham kenapa Nick memilih dirinya jika dibandingkan dengan wanita lain.

"Ya enggaklah, Nick itu normal, Nin. Kamu ngomong apa, sih?" Om Sandy mulai kesal.

"Nih, kalau gak percaya, ya. Aku tunjukin akun f******k dia yang lama."

Nina kemudian menggelar laptopnya di tengah-tengah rapat itu. Melihat foto yang Nina tunjukkan, membuat seluruh yang hadir serempak istighfar.

"Wah ... Wah ... Gak bener ini. Bener kata lu, Lele. Si Nick, ah, unfortunately, punya pacar cowok." Bia ikut mengompori.

Mama dan Papa terlihat syock. Mereka memilih duduk lalu terdiam. Yang lain masih sibuk scroll akun Nick yang masih terbuka.

"Ah, Om gak percaya. Pasti ada penjelasannya. Om suruh Nick ke sini."

"Tunggu, Om! Gimana kalau Nick bohong. Hal begituan kan juga tabu di negaranya dia. Kalau dia bohong gimana?" cegah Nina.

"Tapi kita memang harus tanya langsung Nick, Nin. Kalau gak benar jatuhnya malah fitnah." Mas Raka–suami Bia ikut menengahi.

"Om telpon Nick dulu. Suruh dia langsung ke sini aja, biar jelas semua."

Nina mengambil tempat paling strategis, siap mendengar penjelasan Nick. Seluruh keluarga kelihatan ikut cemas memikirkan masalah ini. Hal begini tentu saja menjadi penting bagi keluarga Nina yang juga sadar dan patuh pada pakem-pakem beragama. Mama yang gampang stres terlihat bolak-balik minum untuk menenangkan diri.

Kurang dari satu jam kemudian, Nick pun sampai di rumah Nina. Seluruh keluarga termasuk Nina sudah memasang wajah kepo bin menghakimi Nick yang baru sampai. Melihat itu, Mas Raka sebagai penengah memulai sidang dadakan keluarga ini.

"Ehem, jadi gini, ya, Nick. Hari ini kami dengar isu kurang sedap tentang kamu. Jadi di sini kita mau klarifikasi langsung biar gak jadi fitnah di kemudian hari."

Nina mulai merasa kurang nyaman, bagaimana pun ia yang memulai. Kalau terbukti salah, ia harus sudah siap mental menanggung risikonya. Namun, pandangan Nick ke arahnya membuat pertahanannya sedikit rubuh. Wajah Nick begitu innocent, Nina mulai ragu sendiri.

"Ok, ini pasal ape?" tanyanya bingung.

"Em, gimana ya? Om!" Mas Raka melempar ke Om Sandy, sepertinya ia pun ragu untuk menuduh langsung.

"Eh, kok Om sih. Mbak, tanyain langsung tuh, calon mantumu."

"Loh, kok aku, Pap." Mama malah melirik Papa.

"Ehm, hm, mungkin Nina bisa menjelaskan kembali masalahnya tadi," elak Papa.

Nina menepuk jidat, ternyata keluarganya malah tak bisa diandalkan. Isu ini memang terbilang sensitif, Nina pun bingung harus mulai dari mana.

"Duh, kok pada lempar bola gini sih. Tinggal nanya doang, si Nick ini masih suka cewek apa gak?" Bia mulai ceplos.

"What?" tanya Nick kaget.

"Lo itu gay, ya?" timpal Nina emosi.

Semua yang hadir langsung melirik pada Nina. Semua ikut kaget dengan pertanyaan Nina yang blak-blakan. Mama sampai menutup wajah sangking malunya.

"Duh, lambe anakmu, Pap. Kok ya kayak preman simpang gitu," bisik Mama pada pria di sampingnya.

"What? Are you insane? Ade ape ni?" Nina mengira Nick bakal ngamuk dan mengejarnya, lalu menarik kerah Nina dan menghajar wajahnya. Setidaknya itulah bayangan Nina. Namun, Nick tetap tenang. Ia malah berusaha keras menahan tawa.

"Udah, deh, ngaku aja. Lo bukan cuma ngawinin gue buat nyelamatin lo yang bakal dideportasi, kan? Tapi juga buat nyelamatin lo dari kecurigaan orang tua lo!" Nina dengan berani pasang badan.

"Wah, gokil lo, Le," bisik Bia.

"Nanggung, udah basah, nyemplung aje sekalian." Nina berapi-api.

"Oke, wait. Kenape sampai awak berpikir macam tu?" tanya Nick tetap tenang.

Nina malah kesal dengan sikap Nick yang menurutnya sok cool itu. Ia lalu memberikan laptop tadi pada Nick, dan memperlihatkan foto mesra Nick dengan pria bule yang ia temukan.

"Eh, mane awak dapat foto lame saye ni?" tanya Nick bingung.

"Nah, kan. Ngakuin kan lo." Sesaat Nina merasa menang.

"Memang betul ni foto saye ngan Abang saye. Die orang stay di Bali," jawab Nick santai.

"Abang?" ucap seluruh hadirin secara serempak.

"Mampus lo, Nin. Nyemplung aje sono ampe tenggelam," bisik Bia lagi.

Kaki Nina kini terasa lemas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Deportation    46. Warming Heart

    Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi para penghuni rumah masih enggan beranjak dari ruang keluarga. Seolah masing-masing enggan melepas kehangatan yang ada. Suara tawa, dan lelucon silih berganti. Beberapa juga masih tengah sibuk dengan koper yang akan mereka bawa. Esok orang tua Nick dan Nina akan kembali ke negara asal mereka. Mama Nina tengah mengemas oleh-oleh untuk cucunya–Hana, ketika memandang Nina yang terlihat lebih pendiam. Nina adalah anak yang paling heboh di keluarga nya. Setiap acara kumpul keluarga, tidak lengkap tanpa kehadiran si tukang banyol–Nina. Namun, belakangan Nina memang jadi lebih pendiam, apalagi sejak berada di tempat ini. Wajar saja mamanya sedikit cemas ketika meninggalkannya hanya berdua saja bersama Nick. "Bener kamu gak apa-apa kami tinggal, Nin? Kalau memang berat mama .... ""Gak apa-apa, Ma. Nina baik-baik aja kok. Alhamdulillah Nick kan juga sudah jauh lebih baik."Nina berusaha meyakinkan ibuny

  • Deportation    45. Harapan

    "Oke, Let's go .... "Nina lekas menarik tangan Nick. Ia tak ingin prianya itu mengira kalau dirinya sudah tidak mampu lagi melakukan apapun, termasuk menyetir mobil ke rumah sakit. Nina hanya tak ingin membuat Nick lelah. Namun, kadang niat baik sering disalah artikan, dan ia tak ingin Nick mengira begitu. Nina merapatkan syal yang menutupi leher Nick. Ia menggelayut manja di lengan suaminya itu. Matahari di awal musim semi telah tampak, dan rasanya cukup hangat. Nina sangat bersyukur musim berganti, ia sejujurnya tidak terlalu suka musim dingin. "Nin, ade hal yang nak saye cakap," ujar Nick tiba-tiba. Nina mengangkat kepalanya dan menatap Nick. Pria itu masih sama mempesonanya. "Hm, i know, you wanna protect me, but... Don't feel guilty about anything. I'm good. And i feel better when you coming here, stay around me. So... Just be you, Nin."Mata Nina mulai berkaca-kaca. Kata-kata Nick menancap lurus ke jantungnya, dan tera

  • Deportation    44. Insecure

    "OMG, gue udah kayak pasangan mesum digerebek satpol PP," gumam Nina saat menuruni tangga, menyusul Nick yang lebih dulu turun menuju pintu. Nick segera membukakan pintu ketika tidak dapat melihat tamu dari layar kamera pengawas. mungkin tertutup salju, pikirnya.Nick hampir terjatuh ketika pria tinggi itu menyerbu masuk dan langsung memeluknya erat."Oh, Bro, sorry gue baru datang. gue baru tau keadaan lu beberapa hari yang lalu, langsung deh gue ke mari."Pria berwajah bule itu langsung menghujani Nick dengan berbagai pertanyaan tanpa sempat bagi Nick untuk menjawab."Justin?" sapa Nina meyakinkan saat ia melihat tamunya."Wow, Nina. Wah tega lu Nin gak kasih kabar ke gue," protes Justin sambil memasang tampang sebal.Sebelum Nina sempat protes, kakak iparnya itu sudah menyerbu memeluknya. "Be tough, ya, Nin. Gue yakin lu pasti kuat," bisik Justin sambil menepuk bahu Nina. Mendadak hatinya merasa h

  • Deportation    43. Candu

    Minggu ini orang tua Nina akan datang mengunjungi Nick. Beberapa hari ini Nina terlihat bersemangat, apalagi ketika mendengar Bia dan keluarganya akan ikut bersama. Nina sudah kangen berat dengan keponakannya–Hana–yang menggemaskan. Nina membantu salah seorang asisten rumah tangga yang disewa untuk membantu menyiapkan kamar untuk para tamu. "Tak penat ke?" tanya Nick yang salut melihat istrinya yang terlihat masih semangat mondar-mandir. Beberapa kamar di rumah ini memang banyak yang sudah terlalu lama kosong. Sementara keluarga Nick harus berkunjung ke kampung halaman daddynya untuk ikut memperingati hari kematian neneknya Nick. Arthur tentu saja terpaksa ikut, pemuda itu kini terlihat lebih patuh, apalagi jika yang menyuruhnya adalah Nick. Entah ia memang ingin berubah, atau hanya tak ingin berdebat dengan kakaknya yang sedang sakit itu. He afraid that i might be dead in argue, pikir Nick. Namun, tentu saja Nick tidak pernah mengatakannya langsung, adiknya itu kadang punya te

  • Deportation    42. Salju Di Kaca Jendela

    Nina cukup kaget dengan perubahan emosional Nick. Pria itu tidak seperti yang ia kenal. Nick benar-benar seperti bangunan yang sudah rapuh, tak tersisa semangat dan optimis di dalam dirinya. Nina cukup terpukul, apalagi dengan pemikiran yang menurut Nina konyol tentang dirinya."Nick, stop it. Kalau aku mikir begitu, ngapain aku ke sini? Ngapain setahun ini aku nungguin kamu yang menghilang begitu aja. Aku tahu, saat ini kamu dalam kondisi terburuk, I know it. So, sekarang mending kita sama-sama berusaha, aku di sini buat kamu Nick. Aku akan nemani kamu untuk keluar dari kondisi ini. Please, don't give up!"Kali ini mau tak mau Nina kembali ikut terisak. Dadanya sesak melihat Nick. Pria itu terdiam, ia merasa makin bersalah setelah membuat Nina ikut menangis.Nick kemudian bangkit dan duduk di tepi temoat tidur, menatap Nina dalam, lalu menarik wanita itu dan memeluknya erat. Menghirup aroma rambut Nina yang ia rindukan.

  • Deportation    41. Batas Terbawah

    Nina mengerjapkan mata berulang kali ketika bau menyengat menyeruak masuk ke hidungnya. Kepalanya seolah dihantam palu raksasa yang dipukulkan berulang kali hingga kepalanya seakan kulit kacang yang keras hingga membuat sebentar lagi akan meledak dan pecah."Nina .... Wake up, please!"Suara Nick terngiang-ngiang di telinganya. Bayangan pria itu kemudian hadir lalu berlalu, Nina berteriak mencegahnya pergi."Nick, tunggu!" panggilnya.Namun, pria itu bergeming, Nina meraung sekerasnya. Sekali lagi bau menyengat membuatnya pusing dan resah, ia kemudian merasakan pipinya disentuh. Nina terkejut, kemudian berusaha membuka mata. Ia terbaring di salah satu ranjang rumah sakit, ia merasa bingung."Nin, wake up!"Nina benar-benar mendengar suara Nick yang kini berada di sampingnya. Ia tidak sedang bermimpi, pria itu menatapnya lem

  • Deportation    40. Wajah Lain Nick

    Nina berusaha menutupi jetlag parah yang dirasakannya setelah menempuh perjalanan lebih dari empat belas jam itu. Mereka mendarat di London tepat saat jam makan siang.Nina kemudian menuju toilet saat orang tua Nick dan Arthur nemilih meja di salah satu restauran. Saat di toilet Nina membasuh wajahnya untuk mengurangi rasa pusing yang dirasakannya, tapi tentu saja itu tidak terlalu membantu. Bahkan segelas kopi yang diberikan oleh Arthur pun masih membuatnya mual. Entah karena jetlag, atau stres karena tidak sabar bertemu dengan Nick, yang jelas Nina memilih diam dan enggan nenyentuh makan siangnya. Setelah dibujuk sedemikian rupa Nina akhirnya berhasil menelan sepotong puding susu yang kemudian dipesannya.Birmingham tidak terlalu dekat, butuh sekitar dua jam lebih jika ditempuh melalui jalan darat. Keluarga Nick sudah memesan sebuah jet pribadi langganannya untuk menuju kota bagian negeri Britania Raya itu. Tentu saja hal itu m

  • Deportation    39. I'll Be Waiting for you

    Tamu-tamu sudah pulang, menuju malam Nina pun telah menuju kamar. Perasaannya terasa lapang. Kabar Nick membuatnnya memang terguncang, tapi di sisi lain ia tenang. Ternyata Nick tidaklah berniat meninggalkannya, atau berlarut marah pada peristiwa terakhir yang menerpa. Ia yakin Nick saat ini pun memikirkannya, merindukannya.Nina memandangi wajahnya di cermin. Lingkaran hitam di matanya harus segera hilang. Ia tak ingin Nick melihatnya dalam kondisi begini. Bagaimana pun, ia harus tampir prima ketika bertemu Nick yang direncanakan dalam beberapa hari lagi."Nick ...."Tangis Nina kembali pecah saat menatap foto pernikahan mereka di atas meja. Mungkin untuk pertama kali, ia merasa benar-benar sangat takut kehilangan Nick. Tanpa ia sadari, cinta itu telah tumbuh di hatinya. Entah sejak kapan, tapi akarnya sangat kuat menghujam di dasar paling terdalam hatinya."Nick, Please, bertahanl

  • Deportation    38. Sakit Yang Sesungguhnya

    Di belahan bumi sebelah barat sedang berada pada puncak musim dingin. Nick merapatkan kembali selimut tebal miliknya meski semua itu seolah tidak berarti. Tubuhnya terasa memburuk saja.Hari ini adalah pertama bagi Nick menjalani kemoterapi setelah berusaha berulang kali menolak. Bibinya yang merawat Nick selama di Inggris telah berulang kali membujuk, tapi Nick sulit sekali memutuskan. Ia masih menolak mengakui keberadaan penyakit itu di tubuhnya.Nick meraih ponselnya di samping tempat tidurnya. Ia harus berusaha mengalihkan pikiran untuk mengatasi mual yang teramat sangat. Mungkin isi perutnya sudah lebih dari dua puluh kali menyesak ingin keluar. Beberapa kali sudah ia bolak-balik wastafel.Jarinya lagi-lagi menekan galeri foto. Wajah wanita itu masih memenuhi isi galeri fotonya. Nina yang sedang tersenyum, cemberut, tertawa, bahkan sedang tertidur pulas di pelukannya, itu lagi yang ia lihat berulang-ulang.Sejenakp semua

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status