Cukup lama Nadira menangis hingga kepalanya terasa berat. Air matanya semakin menetes ketika merasakan gerak di perutnya. "Maafkan Ibu nak, ibu sudah membuat anak Ibu bangun. Kita harus kuat, seperti apapun orang menghina kita nanti." Nadira mengusap air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan bila bertemu dengan Pak RT nanti?
Ibu lupa kalau anak Ibu masih sangat kecil. Anak ibu pasti tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Lagi pula tidak seharusnya ibu cerita seperti ini." Suara tangisnya pecah ketika menyadari bahwa tidak ada tempat mengadu untuknya.
"Tapi Ibu harus bicara dengan siapa?
Ibu tidak punya tempat mengadu. Hanya dengan anak ibu, ibu bisa cerita seperti ini. Ibu merasa tidak sanggup menerima hujatan dari warga di sini. Ibu takut mereka mengusir ibu.
Ibu ingin pindah dari sini tapi, ibu sudah tidak memiliki uang. Kontrakan di tempat lain mahal-mahal, mereka juga meminta pembayaran 6 bulan minimal." Nadira diam sej
"Ini dia Pak RT orangnya, Saya yakin selama dia tinggal di sini, dia pasti tidak pernah melapor." Ucap seorang wanita yang terlihat begitu sangat marah ketika memandang Nadira.Nadira diam ketika mendengar ucapan wanita itu. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Situasi seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Nadira. Hanya rasa takut dan malu yang dirasakan nya saat ini. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes. Nadira tidak menyangka bahwa dia akan dipermalukan warga seperti ini."Ini cewek tak benar, kerjanya menjual tubuhnya. Dia mengaku menikah padahal bohong." Ucapan wanita yang berbicara dengan nada yang kasar. Wanita itu memandang jijik ke arah Nadira.Nadira sangat mengingat wanita itu yang tadi berdiri di sampi
Hingga sampai saat ini jantungnya terasa berdegup dengan sangat hebatnya. Setelah apa yang tadi dialaminya, Nadira hanya berbaring di atas kasur yang menjadi alas tidurnya. Tubuhnya terasa amat lemas. Air matanya menetes seakan tidak ada hentinya, hingga matanya sudah terlihat begitu sangat kecil "Seandainya ada ibu disini, mungkin Dira akan lebih kuat. Ibu, Dira rindu ibu. Dira ingin peluk ibu dan ayah." Nadira hanya menangis melepaskan rasa sesak di dadanya "Kita ke dokternya besok sajalah ya nak. Ibu rasanya lemas sekali setelah kejadian tadi." Nadira berkata dengan mengusap perutnya. "Ibu rasanya begitu sangat malu nak untuk keluar dari rumah." Tangis Nadira semakin pecah saat merasakan gerak janinnya. "Ibu gak akan salahkan kamu nak. Ibu tau kamu gak salah. Kamu hadir untuk menjaga ibu, Ibu tau itu." Nadira berkata dengan terus mengusap perutny "Apakah aku boleh marah dengan takdir yang terasa b
Setelah memakan beberapa keping biskuit, Nadira merasakan matanya yang sangat mengantuk. Berulang kali ia menahan kelopak matanya agar tidak tertutup rapat. Namun matanya terasa amat berat. Dengan Sangat tidak sopan kelopak matanya tertutup dengan sangat rapat tanpa mau mengikuti kehendak hatinya. Tanpa sadar ia tertidur dengan melipatkan tangannya di atas meja dan menjadikan tangannya sebagai bantal. Arga melihat Nadira yang sudah tertidur. Pria itu berjalan mendekati gadis tersebut dengan langkah kaki yang tidak bersuara. Langkah kakinya terhenti ketika sudah berada di depan meja Nadira. Arga berdiri di dekat meja dan memandang wajah tenang wanita muda yang begitu sangat cantik dengan topi melekat di kepalanya. Ada rasa Kasihan saat ia menatap wajah polos yang tertidur dengan sangat tenang. Dengan sangat berhati-hati Arga mengangkat tubuh gadis yang saat ini sudah tertidur dengan sangat lelap.
Arga duduk di meja kerjanya, pria itu memandang buku kontrol kehamilan milik Nadira. Ada rasa bahagia dan haru ketika dirinya memandang namanya ditulis oleh Gadis itu di buku kontrol kandungan tersebut. "Kenapa tidak ada foto bayinya." Arga membalikkan lembar demi lembar buku yang ada di tangannya. Ia sering melihat postingan teman-teman sekolahnya di grup alumni yang menunjukkan hasil foto USG kandungan istri-istri mereka. Arga masih menunggu Teddy mencarikan baju hamil untuk Nadira. Ia tidak ingin melihat Nadira memakai celana yang sudah tidak bisa di kancing tersebut. Pria itu duduk dengan terus memikirkan apa langkah yang harus diambil nya. Arga tidak ingin anak itu lahir tanpa memiliki status yang jelas. anak itu harus memiliki status yang jelas dan menyandang nama Raditya. "Masuk," perintah Arga ketika mendengar suara ketukan pintunya. "Ini Tuan, baju yang and
Nadira menelan salivanya mendengar ancaman pria itu. Setiap kalimat yang keluar dari bibir pria itu penuh penekanan dan ancaman yang membuat nyali lawan bicaranya akan menciut.Arga mengambil cangkir teh yang ada di tangan Nadira dan meneguk teh hangat tersebut. "Kamu sudah lihat aku sudah meminumnya dan aku baik-baik saja. Sekarang minum teh hangat ini," perintah pria yang memberikan Cakir teh ke tangan Nadira."Bisakah Anda memakai pakaian Anda terlebih dahulu?" tanya Nadira yang merasa sangat tidak nyaman memandang pria yang belum memakai pakaian tersebut."Apakah kamu mengingat sesuatu bila melihat aku seperti ini atau menginginkan sesuatu?" Pria itu bertanya dengan penuh selidik.Nadira diam mendengar perintah pria itu. Posisi duduk pria itu sangat dekat dengannya, sehingga membuat degup jantungnya terasa begitu sangat cepat."Kenapa? Ay
"Apa kamu bisa menjelaskan Apa maksud dari buku ini?" Arga bertanya dengan memandang Nadira.Wajah Nadira begitu amat pucat kakinya gemetar, begitu juga dengan tangannya. Telapak tangannya terasa begitu sangat dingin. Jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya."Jawablah," pinta Arga yang memandang Nadira. Pria itu sudah tidak sabar menunggu jawaban Nadira."Kamu hamil?" tanyanya.Rasa takut membuat perutnya terasa diaduk-aduk. Nadira tidak bisa berbuat apa-apa pria itu duduk sangat dekat dengannya. Nadira berusaha menahan mual di perutnya. Apa yang tadi dimakannya seakan ingin melompat keluar.Arga diam memejamkan matanya ketika wanita yang duduk di depannya memuntahkan apa yang dimakannya tadi ke wajahnya. "Kenapa pagi ini nasibku sangat tidak baik. Tadi disembur Teh Sekarang dimuntahkan makanan," batin Arga. Bila yang melakukannya bukan Nadira mungkin pria itu suda
Tatapan mata pria itu tertuju ke arah sosok wanita yang saat ini sedang tertidur lelap."Aku ingin mengetahui tentang dirinya lebih banyak." Arga tersenyum tipis ketika mengucapkan kalimat itu di dalam hatinya.Pria itu beranjak dari sofa yang didudukinya. Langkah kakinya begitu sangat ringan ketika berjalan sehingga tidak mengeluarkan suara. Diambilnya ponsel milik Nadira yang yang berada di dalam tas. Arga membuka kunci ponsel itu. Namun ternyata ponsel tersebut di kunci dengan sidik jari.Pria itu tersenyum tipis memandang ponsel milik Nadira, dengan langkah yang sangat ringan ia berjalan mendekati Nadira yang tertidur di atas tempat tidur. Arga begitu sangat hati-hati ketika memegang tangan Nadira. "Jangan sampai dia terbangun," ucapnya di dalam hati ketika mengangkat jari telunjuk Nadira di s
"Sayang sudah makan tuan, apakah saya sudah boleh pulang sekarang?" Nadira bertanya dengan sangat hati-hati. "Mengapa wajah pria ini lebih tampan bila sedang tertidur daripada dia membuka matanya seperti ini." Nadira berkata di dalam hatinya. Nadira sedikit mengangkat kepalanya dan menendang pria tersebut. Dengan sangat cepat Nadira kembali menundukkan kepalanya "Mengapa aku sangat takut melihat tatapan matanya." Nadira tidak beraniUntuk menatap mata pria yang saat ini sedang duduk menatapnya."Aku aku akan mengantarkanmu pulang, namun kita harus selesaikan dulu permasalahan diantara kita." Arga berkata dengan nada suara yang datar.Nadira memejamkan matanya. "Sepertinya penyakit ini orang akan kumat. Sikapnya sudah tidak seperti yang tadi hangat, dan sangat baik. Cara dia memandang aku, tatapan matanya sangat menakutkan. Gaya dia bicaranya Juga seram. Apa yang harus aku lakukan sekarang." Nadira berkata ket