Pria itu menarik nafasnya dengan sangat keras kemudian menghembuskannya. Dirinya merasa begitu amat lega saat helikopter yang dinaikinya mendarat di sebuah lahan kosong di desa tempat dimana orang tua Nadira tinggal.
Dengan sangat cepat pria itu turun dari dalam helikopter. Memakai Armada helikopter seperti ini sudah sangat sering dilakukannya, sehingga pria itu tidak kesulitan untuk turun dari atas helikopter tersebut. Angin kencang yang berasal dari baling-baling helikopter tidak begitu dihiraukannya, pria itu mempercepat langkah kakinya menuju mobil yang sudah menunggunya.
Dengan gaya elegan dan juga berwarna pria itu duduk di kursi penumpang. Beberapa unit mobil mewah sudah disiapkan oleh sekretaris pribadinya. Yang mana mobil-mobil itu akan menjadi Armada untuk mereka Langsung kembali ke Jakarta beserta dengan keluarga Nadira.
"Apakah rambut aku berantakan?" Arga menyisir rambutnya ke belakang de
"Selamat siang Bapak Ibu perkenalkan, Nama saya Iswandi. Tujuan kami datang ke sini untuk membicarakan lamaran terhadap nona Nadira." Iswandi berbicara dengan gaya formal dan juga sangat sopan.Erna dan Ahmad begitu sangat bingung, mereka hanya diam dengan sedikit menganggukkan kepalanya."Apakah boleh kami masuk kedalam Iswandi bertanya dengan memberikan isyarat tangannya yang pertanda bahwa mereka ingin berbicara di dalam rumah."Boleh tapi rumahnya seperti ini," ucap Erna yang sangat tidak enak hati mempersilahkan tamunya tersebut untuk masuk."Tidak apa-apa Bu." Iswandi yang sedikit tersenyum."Silakan masuk," ucap Erna.Erna begitu sangat bingung dan grogi sendiri sehingga ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. "Sebentar ya, ibu mau buat minum." Erna beranjak dari tempat duduknya."Tidak usah Bu," ucap I
"Halo assalamualaikum." Ucap Ahmad yang memandang putrinya."Waalaikumsalam ayah," jawab Nadira yang begitu sangat merindukan wajah ayahnya. Selama ini Nadira hanya bisa mendengar suara ayahnya dari via telepon. Berhubung ponsel milik ibunya hanya bisa di pakai untuk telpon."Iya nak, Dira lagi apa?" Tanya Ahmad."Lagi di nonton tv." Nadira tersenyum memandang wajah ayahnya. "Ayah, Dira rindu ayah." Nadira berkata dengan mengusap air matanya."Ayah juga sangat merindu Nadira. Bagaimana kabar anak ayah di sana?""Baik ayah," jawab Nadira."Masuk anginnya bagaimana?Apa sudah berkurang atau sudah sembuh?" tanya Ahmad."Sudah sembuh," jawab Nadira.Arga diam ketika mendengar pertanyaan orang tua Nadira tersebut."Ayah, maafkan Dira yang tidak bisa la
"Bapak boleh rebahan, ini kursinya sudah disetel untuk bapak." Arga berkata dengan menunjukkan isi di dalam mobil tersebut."Kalau seperti ini jalan jauh juga nggak masalah, bila capek bapak bisa baring." Ahmad begitu sangat senang ketika melihat calon menantunya sudah mempersiapkan semuanya untuk menjemputnya. Ini untuk pertama kalinya Ahmad akan mencoba naik mobil mewah seperti ini. "Gak pernah mimpi bisa naik mobil mewah seperti ini." Ahmad tersenyum ketika duduk di atas kursi yang terasa sangat empuk.Arga tersenyum ketika mendengar ucapan calon ayah mertuanya."Bapak ini seperti orang kampung yang baru naik mobil aja." Erna mengomeli Suaminya."Emang orang kampung Bu." Ucap pria itu tanpa malu."Walaupun kita ini orang kampung, tapi gak boleh terlihat kampungan juga." Omel Erna.Arga tersenyum melihat perdebatan mertuanya terseb
Arga memandang ponselnya pria itu menghafalkan kalimat ijab Kabul. "Saya terima nikahnya Nadira Adelia binti Ahmad Riyandi dengan mas kawin." Arga tidak melanjutkan kalimat selanjutnya. "Aku belum menyiapkan emas kawin untuk Nadira." Pria itu sangat bingung memberikan mas kawin untuk calon istrinya.Iswandi yang mendengarkan ucapan bosnya hanya diam dan menunggu kelanjutan dari kalimat yang akan diucapkan oleh bosnya tersebut."Iswandi Aku ingin kamu menyiapkan mas kawin untuk calon istri ku," perintah pria yang duduk dengan gaya angkuhnya."Anda mau saya menyiapkan satu set perhiasan tuan?" Iswandi menawarkan.Arga diam mendengar pertanyaan asistennya tersebut."Apa Anda ingin saya menyiapkan perhiasan." Iswandi kembali mengulang pertanyaannya. Menyediakan satu set perhiasan bahkan satu toko perhiasan sekalipun tidak membuat pria itu kesulitan untuk melakukan hal t
Seharian ini, Nadira tidak ada henti-hentinya mendapatkan pelayanan yang tidak terduga. Calon suaminya sudah menyiapkan ahli kecantikan untuknya. Ia melakukan berbagai macam rangkaian perawatan. Mulai dari perawatan kulit wajah hingga ke tubuh, rambut hingga bagian kuku. Ahli kecantikan itu memberikan perawatan yang aman untuk wanita hamil. Arga juga mendatangkan Ahli Massage khusus wanita hamil. Nadira merasakan tubuh terasa amat lelah, kini begitu sangat segar dan ringan.Setelah melakukan berbagai macam perawatan, Nadira kemudian dirias oleh seorang perias make up profesional. Selama perias itu meriasnya, tidak ada pembicaraan yang Nadira lakukan dengan Persia makeup tersebut. Wanita yang merias wajahnya itu hanya menjawab pertanyaan Nadira sekedarnya. Begitu juga saat ahli kecantikan yang memberikan pelayanan untuknya. Nadira hanya diam dan menuruti apa yang diperintahkan oleh ahli kecantikan itu.Setelah menyelesaikan pekerjaannya peria
"Ini mama." Arga memperkenalkan wanita cantik yang sejak tadi sudah memperhatikan Nadira. Pria itu memperkenalkan Mamanya kepada istrinyaNadira tersenyum dan sedikit memandang wanita tersebut. Melihat wajah cantik milik mama mertuanya, membuat Nadira sangat kagum. Wajah wanita itu begitu sangat cantik dan awet muda. Disalaminya tangan wanita yang sudah menjadi mertuanya. Ia kemudian mencium punggung tangan mama mertuanya. "Mama Nama saya, Dira mohon doa restunya." Nadira berkata ketika memandang wajah wanita cantik itu. Melihat tatapan mata wanita itu, serta senyumnya. Nadira bisa merasakan, bahwa wanita itu begitu sangat baik dan juga keibuan.Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Mama akan selalu mendoakan kebahagiaan anak serta menantu mama. Mama berharap, Arga bisa memberikan kebahagiaan untuk Nadira d
Erna memandang ke sekeliling rumah, yang saat ini dilewatinya. Rumah yang begitu sangat mewah, dan besar. Furniture di dalamnya begitu sangat mewah. Ia merasa seperti bermimpi bisa masuk ke dalam rumah seperti ini. "Rumahnya mewah ya Pak, seperti di sinetron," ucap Erna yang berbisik di telinga suaminya."Iya Ibu, jalannya hati-hati, lantainya licin," ucap Ahmad yang memandang lantai granit berwarna putih bersih dan mengkilap tersebut."Iya Pak, Ini ibu dari tadi ibu jalannya hati-hati. Sebenarnya segan pakai sandal, tapi kata Arga tidak apa-apa. Ibu takut sendalnya kotor lantainya nanti jadi ikut kotor." Erna menjelaskan dengan berbisik.Arga yang berjalan di samping mertuanya tersenyum mendengar obrolan mertuanya. Meskipun mertuanya itu berbisik namun telinganya tetap mampu menangkap Apa yang sedang dibicarakan oleh ayah dan ibu mertuanya.Erna duduk di kursi makan bersama dengan suam
Nadira begitu sangat gugup ketika dirinya berada di dalam kamar berdua dengan pria yang baru saja menjadi suaminya. "Dira mau buka ini." Nadira menunjuk mahkota di kepalanya.Pria itu hanya sedikit menganggukkan kepalanya dengan mata yang terus menatap istrinya.Nadira berjalan menuju meja rias dan duduk di depan cermin yang berukuran besar. Dilepaskannya riasan yang bertengger di atas kepalanya. Secara diam-diam ia memandang ke arah tempat tidur yang berada di belakangnya, dimana pria itu sedang duduk dengan melipatkan tangannya. Pria itu hanya diam memandang ke arahnya. "Sikap dia buat aku jadi panas dingin," ucap Nadira di dalam hatinya.Baru saja pria itu bersikap begitu sangat manis, lembut dan hangat namun sekarang sikap pria itu terlihat begitu sangat dingin. "Apa dia kesambet atau jangan-jangan seperti ini wujud aslinya." Nadira merasa ngeri sendiri. "Dasar bunglon," omel Nadira di dalam