Fatimah mendekati Rosi, "Aku bukan selingkuh, jangan menuduh! Aku pergi atas izin Jaka," kata Fatimah.
Rosi merasa Fatimah telah berubah, meskipun dulu dia sering menjelekkannya di depan Jaka, Fatimah tidak pernah membentaknya. Bahkan dia sangat sabar, tapi kali ini dia sudah berani membantah. "Dulu kamu pernah menuduhku mandul saat aku datang ke rumah Ibumu. Aku hanya diam, tapi sekarang aku tidak mau harga diriku dijak-ini," kata Fatimah. "Sudahlah, kita pergi saja!" ajak Angga menarik lengan Fatimah. Mereka pergi meninggalkan Rosi sendirian. Rosi mengambil ponselnya dan memotret Angga yang masih memegang tangan Fatimah. "Akan ku adukan kamu pada Mas Jaka," kata Rosi licik. Dia mengirimkan sebuah pesan pada Jaka. Sejak dulu Rosi tidak suka dengan Fatimah, bahkan dia sering menuduh Fatimah mandul. Nyatanya kini Jaka malahan yang mandul. Tetapi, Rosi tidak pernah percaya. ** Ada sebuah pesan masuk ke ponsel Jaka, dia baru saja selesai rapat. Di bukanya pesan dari adiknya. Sebuah foto Fatimah tengah di pegang oleh Angga. Ada rasa cemburu beserta khawatir menyelimuti hati Jaka. "Pak Jaka, kenapa?" tanya Yunita yang melihat Jaka tampak bingung di depan ruangannya. "Tidak, Bu," jawab Jaka singkat. Dia tidak mungkin bercerita pada Yunita masalah pribadinya. "Saya ke ruangan saya dulu, Bu," ucap Jaka lalu membuka pintu ruangannya. Yunita sendiri kembali ke ruangannya, dia tidak ingin ikut campur urusan Jaka. Jaka mencoba berpikir positif, tetapi malah semakin khawatir. Dia memutuskan menelfon Fatimah. Tersambung tetapi tidak diangkat. Jaka semakin khawatir dengan Fatimah. "Kenapa tidak diangkat? Apa sesibuk itu dia dengan Angga? Apa mereka berselingkuh?" Pikiran Jaka tidak karuan. Bahkan dia tidak fokus dengan pekerjaannya. Lagi-lagi Rosi mengirim pesan, dia mencurigai Fatimah ada hubungan dengan Angga. Jaka semakin khawatir, dia menghubungi Fatimah lagi hasilnya sama. "Kenapa kamu bikin aku berpikir negatif? Aku jadi tidak tenang," gerutu Jaka. Sampai-sampai Jaka tidak menyadari jika di depannya berdiri Yunita. "Bu Yunita, ada apa ya? Maaf saya tidak tahu Ibu di situ," kata Jaka. "Pasti kamu tidak tahu, dari tadi kamu bingung sendiri. Orangnya di sini tapi pikiran entah kemana. Apa ada masalah?" Yunita malah balik bertanya pada Jaka. "Ini istri saya tidak bisa dihubungi, Bu," jawab Jaka. "Bu Yunita ke sini ada apa?" tanya Jaka lagi. "Jo mengajak kita makan siang, dia sudah menunggu di resto sebelah kantor ini," jawab Yunita. Jaka meninggalkan ponselnya di laci, lalu pergi makan siang bersama Yunita. Jo sudah menunggu di sana bersama baby sitternya. "Om Jaka, Jo kangen, Om!" seru Jo lalu memeluk Jaka. Jaka mengajak Jo kembali ke meja, mereka lalu makan bersama.** Fatimah baru membuka ponselnya saat menunggu makan siang di sebuah resto. Tadi dia asyik bermain dengan Shaka sehingga tidak mendengar ada panggilan dari Jaka. Fatimah menelfon Jaka tetapi tidak diangkat. Fatimah meletakkan ponselnya kembali karena makanan sudah datang. "Kenapa? Jaka tidak bisa dihubungi?" tanya Angga. "Iya, mungkin dia sedang makan siang dan ponselnya ditinggal," jawab Fatimah. Mereka makan bersama, Shaka selalu manja dengan Fatimah. Fatimah senang bis membuat Shaka bahagia. Namun, dia juga tidak bisa terus-terusan bersama Shaka. Dekat dengan Shaka artinya dekat juga dengan Angga. Dan itu sangat membuat Fatimah tidak nyaman. "Tante, aku mau punya Mama seperti Tante," ucap Shaka. "Shaka, Tante sudah punya suami. Papa suruh cari Mama yang lain saja ya," kata Fatimah merasa tidak nyaman. "Shaka maunya sama Tante Fatimah, nggak mau sama yang lain," rengek Shaka. "Shaka, sudah jangan begitu. Kita makan saja sekarang!" ajak Angga. Fatimah tidak ingin Shaka berharap lebih padanya. Jika itu terus terjadi, Fatimah akan sulit untuk move on dari Angga.** Jaka sebenarnya tidak enak jika selalu makam siang bersama Yunita. Namun, Jo selalu memintanya untuk ikut. Menolak Jo takut menyakiti hati anak itu, jadi Jaka harus menerimanya. "Kak Jaka," panggil Rosi. Dia mendekati meh Jaka dan Yunita. "Kak Jaka, ini bukannya Bu Yunita, bos Kakak?" tanya Rosi. "Iya, kita lagi makam siang bersama Jonathan," jawab Jaka. "Kak, tadi aku lihat Mbak Fatimah mesra banget dengan anak kecil dan seorang pria. Dia pasti selingkuhan Mbak Fatimah," adu Rosi. Jaka merasa tidak enak karena Rosi membahas Fatimah di depan Yunita. "Jangan mau di selingkuhin, Kak. Dia nuduh Kakak mandul juga, aku kan nggak percaya. Pasti dia yang mandul, makanya dekat sama duda berani," tutur Rosi. "Rosi, kita bicarakan ini nanti saja. Aku tidak enak dengan Bu Yunita," bisik Jaka di dekat Rosi. Rosi akhirnya memilih pamit, dia nggak mau jika Jaka malu di depan bosnya itu. Apalagi ini masalah rumah tangga Jaka.** Sampai di rumah, Jaka langsung ke kamar. Fatimah tengah memainkan ponselnya. "Enak ya bisa jalan-jalan, sampai dihubungi nggak bisa," kata Jaka. "Apa benar kamu selingkuh dengan Angga? Dan Shalat, hanya alasan kalian agar bisa berduaan?" tanya Jaka. "Mas, aku tidak selingkuh. Siapa yanh bilang aku selingkuh?" tanya Fatimah. "Tidak selingkuh kenapa mesra? Pegang-pegangan tangan segala," bantah Jaka. "Mas, kalau aku bilang nggak selingkuh ya nggak selingkuh," teriak Fatimah. "Jangan-jangan ini ulah Rosi, adik kesayangan kamu itu, kan? Pasti dia yang ngadu," kata Fatimah kesal. "Jangan menyalahkan orang. Kamu itu wanita bersuami. Jangan mesra-mesraan di tempat umum dengan mantan," ucap Jaka. "Terserah, yang penting aku nggak selingkuh," bantah Fatimah lalu meninggalkan Jaka sendiri di kamar. Fatimah masih murung, Aminah malah membuatnya semakin panas. "Udah mandul kok suka nuduh istri. Jangan-jangan dia yang selingkuh!" seru Aminah. "Kamu jangan mau kalah sama suami kamu, dia kan mandul. Kenapa sih masih di pertahankan?" tanya Aminah. "Udah ah, Bu. Jangan bikin masalah tambah nggak karuan," jawab Fatimah semakin kesal. Tidak berapa lama terdengar ada yang mengetuk pintu. Tok tok tok Ada orang mengetuk pintu, Fatimah berdiri untuk membuka pintu. Sedangkan Aminah masih asyik menonton televisi. Seorang wanita cantik dan modis datang ke rumah Fatimah. Fatimah kagum dengan kecantikan wanita yang ada di depannya. Baru pertama kali dia melihat Wanita ini. "Maaf, Bu. Pak Jaka ada?" tanya Yunita. "Maaf anda siapa?" tanya Fatimah. Tiba-tiba Rani datang. "Loh ini kan wanita yang pernah makan siang sama Jaka," ucap Rani. Fatimah bengong, Rani tahu jika Jaka makan siang bersama wanita cantik ini tetapi dia tidak memberikan Fatimah. "Kamu selingkuhan Jaka, ya," ucap Rani. "Apa? Jaka selingkuh?" tanya Aminah yang tiba-tiba nimbrung. "Aduh pria mandul dan tukang selingkuh kok masih aja dipertahankan," lanjut Aminah. "Maaf, kalian salah sangka," kata Yunita. Jonathan keluar dari mobil, dan mendekati Yunita. "Mama, mana Om Jaka?" tanya Jonathan. "Eh Janda nggak malu apa kamu kesini cari suami saya," bentak Fatimah."Pergi sana!" usir Fatimah sembari mendorong Yunita. "Jangan sekali-kali goda suamiku," teriak Fatimah sambil menuding Yunita. Jaka segera keluar kamar, karena mendengar berisik di depan. "Bu Yunita," panggil Jaka. "Fatimah, dia bos aku." Jaka mendekati mereka. "Bos apa selingkuha kamu?" tanya Fatimah semakin kesal. "Fatimah, dia beneran bos ku. Dia Bu Yunita," jawab Jaka. "Pak Jaka, maaf saya membuat keributan. Besok Bapak temui saya di ruangan saya saja," kata Yunita lalu mengajak Jonathan pulang. Jaka kecewa pada Fatimah, dia takut jika Yunita memecatnya karena merasa dipermalukan. Sedangkan Fatimah, Aminah dan Rani hanya diam saja.Jaka dan Yunita tidak hanya mengundang Fatimah dan Angga. Mereka juga mengundang keluarga Adam, keluarga Hasan juga. Dam tentu Santo dan Aminah tidak ketinggalan. Meskipun Jaka hanya mantan menantu tetapi dia tetap menghargai Santo dan Aminah. Pagi sekali Fatimah sudah menyiapkan baju untuk ketiga anaknya. Dia sudah mandi sejak awal. Baru dia memandikan ketiga anaknya. "Ya ampun repot sekali," kata Fatimah. Padahal dia sudah di bantu Mbok Inah dan baby sitter Shaka. Mbok Inah tertawa melihat Fatimah gugup. Dia bahkan sempat kebalik saat memakaikan kaos dalam untuk Shaka. "Jangan gugup, Bu. Nggak akan ketinggalan kereta," goda Mbok Inah. "Bari gantiin baju mereka aja sudah ribet apalagi nanti di sana. Mana Mas Angga nggak mau ajak kalian," kata Fatimah. "Ya nanti kan ada Bu Aminah biar dibantu beliau, Bu," kata Baby Sitter Shaka. "Kalau Shaka pasti main sama Jonathan pasti anteng," lanjutnya. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Kal
Fatimah terus saja berpikir keputusan apa yang akan dia ambil. Dia tidak mungkin meneruskan gugatannya. ''Ibu tahu kamu sangat menyayangi Shaka dan Clarisa. Apa lagi aku lihat Clarisa dekat sekali dengan kamu dan Naura. Jika kamu memutuskan untuk kembali pada Angga Ibu silahkan," kata Aminah. "Ibu akan coba bicara dengan Angga agar dia berubah," kata Aminah. "Sepertinya aku memang harus kembali pada Mas Angga, Bu. Kalau aku meninggalkan dia itu tandanya aku egois," ucap Fatimah. "Semoga Mas Angga mau merubah sikapnya," kata Fatimah. Hari ini adalah tujuh harinya Luna. Itu tandanya Fatimah harus memberi jawaban pada Angga. "Bagaimana Fatimah? Aku menunggu keputusan kamu. Aku harap kamu mau kembali bersamaku. Kita rawat anak kita sama-sama," kata Angga. "Setelah saya pikirkan, saya rasa saya harus tetap bersama kamu, Mas. Anak-anak butuh aku," kata Fatimah. "Angga, aku mau kamu jangan sampai sakiti Fatimah lagi. Kalau sampai kamu sakiti Fatimah lagi, aku
Setelah mendapat telfon dari Angga, Luna panik. Dia tidak menyangka pria suruhannya itu ditangkap Angga. Dan kini dia ketahuan sebagai dalang dari masalah perselingkuhan Fatimah. "Aku harus kabur, aku nggak mau ditangkap polisi," ucap Luna panik. Luna membereskan bajunya ke dalam koper. Dia tidak membawa ikut serta Clarisa karena bagi dia akan merepotkan. "Bagaimana kalau sampai aku tertangkap?" tanya Luna. Dia menyeret kopernya keluar kamar. "Bu, kamu mau kemana?" tanya Mbok Inah saat melihat Luna membawa koper. "Aku mau pergi, kamu jaga Clarisa. Aku nggak mungkin bawa dia," jawab Luna panik. Dia segera membawa mobilnya pergi dari rumah Angga. Dia terburu-buru sekali. Di tengah jalan dia mendengar ada sirine mobil polisi dia semakin parno. Dia tancap gas sekencang mungkin agar tidak bertemu polisi. Luna bahkan beberapa kali menerobos lampu merah di jalan yang sedikit sepi. Dia tidak peduli dengan keselamatan dia lagi. Dari arah yang berlaw
"Mas, maksud kamu apa?" tanya Fatimah. "Kamu kemarin hanya nolongin aku untuk antar aku ke rumah Kak Rani. Kenapa malam ngaku-ngaku kita ada hubungan?" tanya Fatimah. "Loh memang kita ada hubungan, kan?" tanya Pria itu. "Kamu jangan ngarang," bantah Fatimah. "Nah udah ketahuan dia selingkuh. Kenapa masih kamu pertahankan dia, Mas," sahut Luna. "Sudah ayo kita pergi!" ajak Angga pada Luna. Angga meninggalkan Fatimah dan keluarganya. Dia tidak mau terus berdebat. Bahkan Angga malah mengajak Luna langsung pulang. Acara mereka jalan-jalan gagal total. Fatimah dan keluarganya juga pulang. Mereka tidak menyangka pria itu berbohong di depan Angga. "Siapa sih pria tadi? Dia kok malah berbohong?" tanya Rani. "Sudah kalian tenang saja, saya sudah suruh orang selidiki dia. Aku yakin ada orang lain dibelakang dia," jawab Adam. "Maksud Mas Adam dia disuruh orang?" tanya Rani. ''Betul sekali," jawab Adam. "Pasti ulah Luna," sahut Fatimah.
Fatimah sudah berada di rumah Rani. Beruntung tadi dia bertemu pria baik yang mau mengantar dia sampai di rumah Rani. Awalnya Fatimah menolak karena tidak kenal orang tersebut. Tetapi lama-lama dia mau karena Naura terus saja rewel. "Terima kasih, Mas. Maaf saya tidak bisa balas dengan apapun," kata Fatimah. "Tidak apa-apa, Mbak. Saya senang melihat Mbak sudah sampai tujuan dengan selamat. Lagian suami Mbak tega sekali membiarkan istrinya pergi sendiri membawa anak kecil," kata pria itu. "Saya permisi, Mbak!" ucap pria itu lalu pergi. Fatimah masuk ke rumah Rani. Dia beristirahat di kamar tamu yang sudah di sediakan pembantu Rani. "Kalau butuh sesuatu bisa panggil saya, Mbak," ucap pembantu Rani. "Iya, Mbak," jawab Fatimah. Dia menidurkan Naura yang sudah terlelap di atas ranjang. Dia merasa kasihan karena membawa Naura panas-panasan. Malamnya Rani datang, dia sedih melihat keadaan Fatimah saat ini. Namun, sebagai kakak dia akan mensupport apapun k
Angga melotot dia tidak menyangka Fatimah akan berani menggugat cerai Angga. Angga tidak mau jika Fatimah meninggalkan dia. "Jangan asal bicara. Pikirkan dulu ucapan kamu!" pinta Angga. "Aku tidak akan menceraikan kamu, dan kamu tidak akan bisa menceraikan aku," kata Angga. "Kenapa kamu takut? Bukanya kamu sudah ada Luna?" tanya Fatimah. "Aku tidak mau ya tidak mau," jawab Angga. "Kamu egois, Mas," kata Fatimah. Dokter masuk, seketika mereka diam. "Pak Angga, Bu Fatimah sudah boleh pulang sore ini," kata Dokter. "Baik, Dok. Terimakasih," kata Angga. Fatimah tidak mau melihat ke arah Angga. Dokter memeriksa keadaan Fatimah. "Bu Fatimah banyak istirahat ya. Jangan sampai salah makan lagi," kata Dokter. "Baik, Dok," ucap Fatimah. Dokter keluar dari ruangan Fatimah. Angga juga kembali ke kantor tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Fatimah.** Sorenya Angga menjemput Fatimah dan juga Mbok Inah. Mereka saling diam bahk