Share

Jangan Pecat Saya

Jaka merasa was-was, Fatimah merasa bersalah. Jika Jaka kehilangan pekerjaannya, maka dia tidak lagi dihargai di keluarga Fatimah. Selama ini saja dia di jadikan bulan-bulanan.

"Mas, maafkan aku! Aku akan meminta maaf pada Bu Yunita!" ucap Fatimah.

"Kita lihat saja nanti. Harusnya kalian tidak asal menuduh begitu saja. Memang aku sering makan siang dengan beliau tapi itu atas permintaan Jonathan putranya," kata Jaka.

Anisa kembali masuk ke kamar, sementara Rani dan Aminah asyik menonton televisi.

Sore ini Fatimah tidak memasak, Aminah menyuruh Jaka memasak. Jaka sudah terikat dengan perjanjian, sehingga dia harus masak sebisanya.

Saat melihat Jaka memasak, Fatimah hanya diam saja. Entah mengapa tidak ada niatan untuk membantu.

"Dek, nggak mau bantu aku memasak? Aku takut nggak enak," ucap Jaka.

"Aku capek, mau istirahat. Sekali-kali kamu masak, Mas. Biar tahu kerjaan istri di rumah," jawab Fatimah lalu meninggalkan Jaka.

Jawaban Fatimah sangat menohok, padahal biasanya Fatimah melarang Jaka memasak. Jaka memasak sebisanya, dia tidak mau kena marah Aminah lagi.

"Ya ampun! Adik Ipar aku masak nih. Mana istri kesayangan kamu? Tumben nggak bantuin," ledek Rani.

Jaka acuh saja, toh nggak ada gunanya meladeni Rani. Nggak akan bikin masakan cepat matang.

Merasa di acuhkan, Rani balik menyusul Aminah. Mereka terdengar menggunjingkan Jaka.

"Mandul, sekarang jadi babu. Aduh malang nasibnya," ucap Rani.

"Biarin aja, moga aja masakannya enak." Aminah menimpali.

Mereka asyik menggunjingkan Jaka, Fatimah malah diam saja. Dia bahkan tidak berusaha membela Jaka.

**

Saat makam malam, mereka dengan hati-hati mencicipi makanan Jaka. Mereka takut tidak enak. Namun, ketika sudah tahu enak mereka makan dengan lahap.

"Masakan kamu enak, kalau gitu makan malam kamu yang masak," kata Amimah. "Jangan suruh Fatimah, kasihan dia," lanjut Aminah.

"Bu, jangan suruh Mas Jaka masak terus. Dia laki-laki," bantah Fatimah.

"Kamu kan sudah masak pagi dan siang, jadi malamnya dia. Jangan mau enaknya aja di sini, udah nggak bisa ngasih kita cucu harus nurut sama kita," sahut Santo.

"Tapi, kan...," Ucapan Fatimah terhenti karena dicegah Jaka.

"Tidak apa-apa, biar kamu nggak capek. Aku juga akan bantu pekerjaan yang lain," kata Jaka mengalah.

Jika keluarga Jaka tahu dia diperlakukan seperti itu pasti tidak terima. Tetapi, Jaka tidak mau orang tuanya tahu. Apalagi jika tahu dia mandul. Dia berharap Rosi tidak bercerita pada kedua orang tuanya.

**

Pagi sekali, Jaka menemui Yunita. Dia khawatir jika Yunita memecatnya.

"Bu, Maafkan kelancangan istri saya. Dia tidak tahu jika Ibu adalah bos saya," ucap Jaka. "Saya mohon, jangan pecat saya!" Jaka memohon pada Yunita.

Bukan jawaban yang di dapat Jaka, Melainkan sebuah tawa dari Yunita.

"Kenapa Ibu tertawa? Apa ada yang salah?" tanya Jaka heran.

"Tidak, kamu itu lucu. Siapa yang akan memecat kamu. Aku memang kecewa karena dituduh jadi selingkuhan kamu. Tetapi aku bukan tipe orang yang mencampur adukkan masalah pribadi dengan kerjaan," jawab Yunita.

"Terimakasih, Bu. Saya harap Ibu bisa memaafkan kesalahan istri saya," kata Jaka.

"Tenang saja, aku sudah memaafkan istrimu. Aku tahu, dia pasti takut kehilangan kamu. Cemburu mungkin, saat dia tahu ada wanita mencarimu." Jawaban Yunita membuat Jaka mengulum senyum.

"Lalu untuk apa Ibu meminta saya ke ruangan Ibu?" tanya Jaka.

"Kemarin Jonathan meminta aku mengantarnya ke rumah kamu. Anak itu selalu merepotkan kamu. Dia ingin mengajak kamu jalan-jalan akhir pekan ini. Tapi melihat sikap istrimu, aku jadi tidak yakin. Dia pasti tidak mengizinkan kamu." Yunita sadar posisi.

"Saya akan coba meminta izin pada istri saya, Bu," kata Jaka.

"Tidak usah, biar aku bujuk Jo agar tidak merepotkan kamu," ucap Yunita. "Sekarang kamu bisa kembali bekerja," kata Yunita.

Jaka kembali keruangannya. Beruntung Yunita tidak memecatnya. Yunita memang baik terhadap semua karyawannya tidak hanya kepada Jaka saja.

Ada pesan masuk dari Fatimah.

[Mas, Bu Yunita tidak memecatnya kamu, kan?]

[Tidak, namun dia bilang Jonathan mau mengajak aku jalan-jalan akhir pekan ini.]

[Bertiga dengan Bu Yunita?]

[Tidak biasanya sama baby sitter Jonathan juga.]

Setelah itu tidak ada balasan dari Fatimah.

Jaka melanjutkan pekerjaan dia. Dia tidak ingin mengecewakan Yunita. Jaka merupakan karyawan teladan yang bisa diandalkan.

**

Fatimah baru saja menyetrika, dia segera memasak untuk makan siang. Dia melihat Aminah duduk santai si depan televisi. Tidak ada niatan untuk membantu Fatimah memasak.

"Bu, tolong bantu aku memasak!" pinta Fatimah.

"Kamu ngapain? Tugas rumah ini kan tugas kamu dan Jaka. Ibu tidak mau tahu," balasan Aminah membuat hati Fatimah terluka.

Aminah sama sekali tidak bergeming dari tempatnya. Fatimah kesal, dia memasak sebisanya. Dia sering jengkel pada Ibunya. Aminah tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Semua Fatimah yang handel.

Fatimah senang saat Jaka mau membantu dia memasak. Setidaknya ada yang membantu. Terkadang Fatimah kesal karena pekerjaannya tidak pernah selesai cepat.

"Fatimah, kamu masak banyak kan? Aku dan anakku, mau makan disini juga," kata Rani.

"Kalau ikut makan di sini, bantu aku memasak, Mbak!" pinta Fatimah.

"Nggak ah, Mbk kan nggak bisa masak," bantah Rani.

"Kalau nggak mau, ya udah jangan makan di sini. Beli saja sana!" perintah Fatimah kesal.

Rani mengadu pada Aminah, hingga Aminah marah pada Fatimah.

"Dia kakak mu, biarkan saja di ikut makan bersama kita. Lagi pula ini rumah Ibu," bantah Aminah.

"Terserah Ibu, aku malas masak," kata Fatimah. Setelah mematikan kompor, Anisa langsung masuk ke dalam kamar.

"Fatimah, gimana ini masakannya? Belum selesai loh!'' teriak Aminah.

"Lanjutin saja, Bu. Ajak tuh Kak Rani biar nggak numpang makan aja maunya!" teriak Fatimah dari dalam kamar.

"Bocah gemblong! Siapa sih Bu yang ngajarin dia? Pasti suaminya ya!" Rani kesal.

"Sudah kita lanjutkan saja, dari pada nanti tidak makan!" ajak Aminah.

"Niat hati datang tinggal makan! Eh malah disuruh masak," gerutu Rani.

Terdengar Rani mengomel, dia disuruh Aminah mencuci ikan. Beberapa kali terdengar Rani mengumpat Fatimah. Namun, Fatimah santai saja di dalam kamar.

"Sekali-kali aku yang duduk manis mereka yang masak," ucap Fatimah.

Batu saja Fatimah hendak membaringkan tubuhnya. Terdengar teriakan dari Rani dan Aminah.

"Bu, pelan-pelan!" teriak Rani. "Minyaknya muncrat nih!" bentak Rani.

"Dasar! Kayak baru aja masak sekali, heboh sekali," gumam Fatimah.

Baru saja Fatimah memejamkan mata, terdengar suara Aminah marah-marah.

"Rani, gimana kamu, goreng ikan kok ditinggal gitu?" tanya Aminah. "Mau gosong itu, cepat angkat!" teriak Aminah.

"Aku kebelet, Bu. Ibu aja yang angkat!" teriak Rani dari dalam kamar mandi.

Sesaat kemudian, terdengar jeritan Aminah.

"Sakit.. Panas...panas!" jerit Aminah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status