Share

Sindiran Keluarga Sangat Menyakitkan

Fatimah dan Ibunya segera ke rumah saudaranya untuk menjenguk bayi. Jaka tidak ikut karena ada pekerjaan kantor yang harus dia kerjakan.Sampai di rumah Satria, sudah banyak saudara yang datang.

Beberapa anggota keluarga tampak menatap Fatimah. Tatapan mereka sangat menyudutkan Fatimah.

"Eh Fatimah sama Aminah, kapan nih nyusul? Nikah duluan kok nggak hamil-hamil," ucap Anita ibu Satria.

Anita merupakan adik dari Aminah. Anita menikah dan mempunyai dua anak Satria dan adiknya selly.

"Iya nih, Fatimah kok nggak hamil-hamil. Padahal punya anak itu enak loh rumah jadi ramai, iya kan Mbak Rani?" tanya Selly pada Rani yang sudah duduk sambil menggendong bayi Satria.

"Iya tuh,mana Fatimah bisa hamil. Suami Fatimah kan mandul," jawab Rani tanpa menutupi kekurangan adik iparnya.

"Aku juga pengennya Fatimah menikah sama pria yang bisa punya anak. Tapi Fatimah malah cinta mati sama suaminya," sahut Aminah.

"Sudah-sudah, kalian kok malah mojokin Fatimah," tegur Kakak Aminah yang bernama Lusi.

Aminah merupakan tiga saudara, yaitu Aminah, Anita dan Lusi. Lusi tergolong orang yang lebih bijak karena yang lebih tua, berbeda dengan Anita dan Aminah.

"Ini makan dulu, apa kalian nggak lapar?" tanya Lusi.

"Lapar lah," jawab Anita. Mereka makan, Fatimah tampak tidak selera makan, demi menghargai keluarganya dia hanya makan sedikit.

Istri Satria mendekati Fatimah," Mbak kok cuma sedikit makannya?" tanya Hana.

"Udah makan tadi, Han," jawab Fatimah tertunduk. Di pojokin di depan keluarga besar sangat tidak nyaman. Terlebih lagi dia sendirian, beruntung Jaka tidak ikut jadi dia tidak merasa sakit hati.

"Sabar ya, Mbak. Kalah udah waktunya punya anak juga nanti di kasih. Banyak-banyak ikhtiar saja." Hana memberi Fatimah nasehat.

"Ikhtiar bagaimanapun, kalau suaminya mandul ya tetap nggak bisa, Han," sahut Anita. "Kelucali dia mau ganti suami," celetuk Anita.

Fatimah semakin tidak kuat dia tertunduk. Ada rasa marah dan kesal di dalam dada. Namun, dia sebisa mungkin menahannya.

"Udah, Fatimah jangan di dengarkan. Mereka nggak ngalami kayak kamu jadi seenak jidat kalau ngomong. Dikira suami itu mainan apa main ganti suami," sahut Lusi.

Hana mengelus tubuh Fatimah, dia menguatkan Fatimah. "Mbak mau gendong Syaina?" tanya Hana mencairkan suasana.

"Tidak, Han," jawab Fatimah berusaha untuk tegar. Namun, sebenarnya dia sangat rapuh.

Sementara Fatimah tengah dipojokkan semua keluarga besarnya di rumah Satria. Jaka sedang sibuk mengerjakan tugasnya.

Sejenak Jaka memikirkan Fatimah, dia merasa was-was. Dia takut Fatimah akan ke rumah Angga. Seketika dia langsung mengirim pesan ke ponsel Fatimah.

[Sayang, sudah malam. Jangan mampir rumah Angga, tidak enak jika dilihat tetangga Angga nanti akan timbul fitnah. Lebih baik nanti langsung pulang saja.]

Pesan Jaka hanya di baca Fatimah, tidak di balas.

Fatimah tengah mengobrol dengan Hana, dia sengaja menjauh dari keluarga besarnya agar tidak merasakan sakit hati lagi.

Dilihatnya ada pesan masuk dari Jaka, dia hanya membacanya tanpa mau membalas. Dia juga sudah tidak berniat datang ke rumah Angga.

"Mbak udah pernah berobat herbal?" tanya Hana.

"Sudah, Han. Terakhir kami cek kesuburan, aku bagus hasilnya. Tetapi suamiku ternyata spermanya terlalu encer," jawab Fatimah.

"Sudah jaga pola makan, makan pisang dengar-dengar bisa mengentalkan sperma. Coba googling Mbak, banyak kok orang yang share masalah itu," kata Hana.

Berbagai pengobatan sudah mereka lakukan. Mulai dari medis, herbal hingga yang sedikit ekstrim. Namun, hasilnya tetap sama.

Rani dan Imah masih saja asyik membicarakan Fatimah. Mereka sangat memojokkan Fatimah.

"Aku sudah suruh Fatimah ninggalin Jaka, tetapi dia cinta mati sama suaminya. Jangan-jangan dia di pelet sama Jaka," kata Aminah.

''Hati-hati, Mbak. Akh mah nggak mau kalau punya menantu kayak gitu. Beruntung Satria subur dan bisa kasih aku cucu," sahut Anita.

"Selly tuh kalau cari suami suruh cek dulu. Jangan sampai apa yang terjadi sama Fatimah terjadi sama dia," ucap Rani.

"Loh. kok aku sih Mbak," kilah Selly nggak suka di kait-kaitkan.

"Namanya juga jaga-jaga Sel," bantah Rani.

Aminah lalu mengajak Rani dan Fatimah pulang.

"Ayo pulang, bukannya kita mau ke rumah Angga?" tanya Aminah.

"Angga siapa, Bude?" tanya Satria. "Apa Angga mantannya Mbak Fatimah?" tanya Satria.

"Iya, anaknya minta buat Fatimah ke sana," jawab Aminah.

"Nggak usah ke sana, Bu. Ini sudah malam, nggak enak bertamu," kata Fatimah.

"Kalau Shaka marah gimana? Kasihan dia kalau nangis terus nanyain kamu," bantah Aminah.

"Kalau Ibu mau ke sana, Ibu saja yang ke sana. Aku udah malas," jawab Fatimah lalu berpamitan.

Aminah terpaksa mengalah, mereka langsung pulang. Rani sudah pulang duluan karena anaknya nangis.

Selama perjalanan, Fatimah lebih banyak diam. Aminah masih saja terus mengomel.

"Loh, katanya mau ke rumah Angga?" tanya Santo ketika melihat istri dan anaknya pulang.

Fatimah langsung masuk ke dalam kamar. Dia tidak mau berlama-lama dengan ibunya.

"Fatimah nggak mau. Kasihan anaknya Angga," jawab Aminah.

Di dalam kamar, Fatimah mengganti bajunya dengan baju tidur. "Nggak jadi ke rumah Angga kan, Dek?" tanya Jaka sambil mematikan leptopnya. Tugasnya baru saja selesai.

"Iya, Mas. Akh tidur dulu, ya." Fatimah naik ke aras ranjang dan langsung memejamkan matanya.

Jaka merasa aneh, sebelum tidur biasanya Fatimah bermanja dengannya terlebih dahulu. Kali ini dia langsung tidur.

Mungkin dia capek, pikir Jaka. Dia tidak mau mengganggu Fatimah.

Pukul 05.15 Jaka bangun, dia segera ke dapur untuk membuat nasi goreng. Fatimah masih saja tidur, setelah membuat nasi goreng, Jaka menjemur baju.

"Mas Jaka, Fatimah mana? Masak suaminya si suruh jemur baju. Apalagi itu ada baju mertua juga. Nggak risih apa kalau jemur dalaman Bu Aminah," tegur Bu Ika tetangga Fatimah. Lalu pergi karena tidak dapat jawaban dari Jaka.

Jaka hanya diam, sebenarnya dia risih saat memegang dalaman milik mertuanya. Namun, sesuatu perjanjian Jaka harus membantu pekerjaan rumah.

"Mas, biarkan aku saja yang jemur!" pinta Fatimah yang baru saja bangun. Fatimah menggangikan Jaka, sementara Jaka pergi untuk mandi.

Saat makan, terdengar suara bel pintu. Fatimah segera membuka pintu. Saat pintu terbuka, Shaka langsung memeluk Fatimah.

"Tante kenapa semalam tidak jadi datang?" tanya Shaka.

"Shaka, maafkan Tante semalam ada acara. Tante lupa ngasih tahu Sajak," jawab Fatimah.

"Kalau gitu sebagai gantinya temani Shaka jalan-jalan ya, Te. Kita jalan-jalan bertiga sama Papa," kata Shaka.

"Siapa, Dek?" tanya Jaka berjalan ke arah ruang tamu. Dia sudah siap ke kantor, tas yang dia bawa sudah dia tenteng.

Saat melihat Shaka memeluk Fatimah, dia hanya tersenyum. Dia memang cemburu pada Angga dan Fatimah, tetapi Shaka tidak punya salah. Anak kecil itu hanya merindukan mamanya.

"Jaka, aku mau minta izin ngajakin Fatimab jalan-jalan. Semalam Fatimah tidak datang, dan sekarang Shaka meminta dia menemani Shaka jalan-jalan," kata Angga.

"Cuma bertiga?" tanya Jaka. Ada rasa.khawatir saat mereka hanya bertiga. Shaka masih kecil, dia tidak akan tahu apa yang akan terjadi.

"Mas kalau kamu keberatan, biar Shaka main sama aku di rumah saja," jawab Fatimah yang tahu isi hati Jaka.

"Aku maunya jalan-jalan sama Mama," rengek Shaka.

"Aku izinkan, tapi kamu hati-hati. Sekarang aku pamit kerja," ucap Jaka. Sementara ini dia tidak boleh egois, meskipun cemburu dia tidak boleh menyakiti hati anak kecil itu.

''Hore...kita jalan-jalan!" Shaka senang sekali.

Jaka berangkat ke kantor, sementara Angga dan Shaka menunggu Fatimah. Shaka senang bisa pergi dengan Fatimah. Angga merasa hadirnya Shaka akan mempermudah dia mendapatkan hati Fatimah kembali.

Mereka pergi bertiga, Fatimah sebenarnya kurang nyaman. Tetapi dia tidak mungkin menolak, apalagi Jaka sudah memberi izin.

"Fatimah, aku masih mencintai kamu." Angga mengatakan itu di depan Shaka.

"Ayo, Mama balas! Mama juga mencintai Papa, kan!" seru Shaka.

Fatimah kira, Angga akan menegur Shaka nyatanya dia hanya diam saja.

"Mbak Fatimah...," panggil seorang wanita. Ternyata yang memanggil adalah Rosi, adiknya Jaka.

Rosi mendekati mereka, Fatimah tampak canggung ketika ketahuan pergi dengan pria lain.

"Kalian CLBK? Eh tepatnya selingkuh?" tanya Rosi tanpa basa-basi. Rosi tahu hubungan Angga dan Fatimah karena dulu Rosi adalah teman sekolah Fatimah.

Angga hanya diam, "Bukan, kami hanya mengantar Shaka jalan-jalan," jawab Fatimah.

"Mbak, jangan jadikan anak kecil alasan untuk kalian selingkuh!" ucap Rosi. "Aku malu punya kakak ipar kayak kamu," kata Rosi.

"Harusnya kamu malu, karena punya kakak yang mandul," ucap Angga yang sedari tadi diam.

"Kak Jaka mandul? Tidak mungkin. Kak Fatimah mungkin yang mandul," bantah Rosi.

Fatimah geram, dia melayangkan tamparan pada pipi Rosi.

"Kakak kamu tersayang itu memang mandul," bentak Fatimah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status