Sesuai janji, Kirei datang sebelum jam 4 sore di tempat yang telah diberitahu oleh Vanya. Debaran jantung Kirei semakin kencang saat matanya melihat lokasi yang sebentar lagi akan menjadi tempat kerjanya di malam hari.
Sebenarnya Kirei sudah memiliki pekerjaan dari pagi, siang dan sore hari tapi nyatanya pekerjaannya itu belum dapat memenuhi biaya pengobatan ibunya, jadi mau tidak mau Kirei harus kembali mencari pekerjaan lain lagi. Dan hanya inilah yang terpikirkan olehnya dalam waktu singkat!
“Kirei!”
Kirei menoleh dan menghela nafas lega saat melihat Vanya sudah berada di depannya, jujur saja saat masuk ke dalam tempat karaoke seperti ini sendirian rasanya sangat canggung apalagi Kirei tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya di tempat seperti ini. Tapi setelah hari ini sepertinya Kirei harus terbiasa dengan suasana karaoke yang temaram dan remang-remang seperti sekarang.
“Sebelum masuk dan ketemu sama pemiliknya, gue tanya lo untuk yang terakhir kalinya nih. Lo yakin mau kerja disini, Ki?”
“Yakin, Nya. Gue gak punya pilihan lain. Lagian kemarin lo bilang cuma jadi pemandu lagu aja kan? Gak ada hal lain?”
“Iya, kerjaannya emang cuma jadi pemandu lagu tapi kan tetap aja banyak pria nakal yang pasti bakal godain lo. Apalagi lo cantik, Ki.”
“Godain?” ulang Kirei polos, tidak memahami ucapan sahabatnya. Vanya menghela nafas melihat kepolosan sahabatnya ini.
“Gini, Ki. Pemandu lagu tugasnya emang cuma nemenin tamu nyanyi tapi kenyataannya banyak juga yang menjadi pemandu lagu plus plus dan udah pasti akan banyak pria nakal yang nekat buat godain lo,” jelas Vanya membuat Kirei terkesiap. Jadi rupanya seperti itu? Kirei baru tau!
“Gimana?” tanya Vanya saat melihat wajah Kirei yang memucat setelah mendengar penjelasan darinya. Selama beberapa detik Kirei terdiam, berpikir keras dan akhirnya memutuskan dengan berani.
“Gak apa, Nya. Gue pasti bisa jaga diri gue sendiri. Lo tenang aja. Gue murni hanya akan jadi pemandu lagu aja,” tegas Kirei dengan nada yakin.
“Okay, kalau lo yakin gue gak ada alasan buat nolak bantuin lo. Yuk, sekarang ketemu sama bossnya,” ajak Vanya.
Vanya melangkah mantap di depan Kirei. Sebenarnya Vanya tidak bekerja disini hanya saja pemilik tempat karaoke eksklusif ini adalah teman kakaknya dan lagi Vanya cukup sering datang kesini untuk bersantai setelah pusing dengan tugas kuliahnya yang seabrek-abrek seolah tidak ada habisnya.
Leon, pemilik tempat karaoke itu meneliti penampilan Kirei dari atas sampai bawah dengan pandangan yang membuat Kirei panas dingin. Belum pernah ada pria yang menatapnya sampai seintens ini!
‘Cantik dan polos,’ gumam Leon dalam hati.
“Kamu yakin mau jadi pemandu lagu disini? Sudah dijelaskan oleh Vanya bagaimana keadaan disini?” tanya Leon memastikan, dirinya tidak ingin disalahkan jika ada kejadian yang merugikan Kirei nantinya.
Leon disini murni hanya untuk berbisnis jadi sudah pasti dirinya tidak ingin rugi! Kirei mengangguk mendengar pertanyaan Leon.
“Sudah, Kak!”
“Ya sudah kalau kamu yakin. Malam ini apa bisa langsung kerja? Karena kebetulan akan ada farewell party dari salah seorang langganan kami.”
“Bisa, Kak!”
“Ya sudah, kamu bisa ganti baju di ruang ganti sana,” tunjuk Leon ke salah satu ruangan, tidak jauh dari tempat mereka berada sekarang.
“Baik, Kak. Terima kasih.”
“Dan jangan lupa kamu harus make up walau sedikit. Jangan terlihat sepucat itu,” tegas Leon.
“Tapi saya nggak punya alat make up, Kak,” cicit Kirei takut.
“Hah?! Kamu cewek tapi gak punya alat make up? Kamu becanda ya?” tanya Leon kaget namun Kirei menggeleng pelan.
“Saya beneran gak punya, Kak.”
“Hari ini gue yang bakal make up in dia, besok lo pinjemin dulu aja alat make up dari salah satu karyawan lo,” ucap Vanya menengahi, membuat Leon mendengus kesal.
“Ya udah! Nanti gue tanya salah satu karyawan deh tapi tolong besok-besok beli alat make up sendiri!”
“Baik, Kak.”
Setelah Leon pergi meninggalkan mereka berdua, Vanya berusaha menenangkan Kirei.
“Lo tenang aja, Leon emang gitu orangnya tapi baik kok. Kalau gak lo bawa dulu aja alat make up gue. Gue masih ada kok di rumah,” ucap Vanya sambil mengeluarkan pouch berisi cushion, liptint, blush on dan eyeliner kepada Kirei.
Kirei menatap alat make up di hadapannya dengan bingung, tidak terlalu memahami fungsi dari setiap kosmetik yang disodorkan oleh Vanya. Vanya yang melihat kebingungan Kirei langsung menjelaskannya, mengajarkannya perlahan, sadar kalau Kirei memang tidak pernah make up.
“Ini namanya cushion, karena lo kulitnya udah mulus jadi bisa langsung aplikasikan aja ke wajah, bisa dibilang cushion ini sebagai pengganti bedak dan bikin kulit lo makin glowing. Ini liptint, oles tipis aja ke bibir lo. Blush on lo udah tau kan?” tanya Vanya yang dijawab dengan anggukan Kirei.
“Eyeliner juga gue tau tapi gak bisa pakenya,” desah Kirei kesal pada dirinya sendiri karena sebagai seorang wanita tidak bisa menggunakan alat make up untuk mempercantik dirinya sendiri.
“Gak pake juga gak apa sih yang penting cushion, liptint sama blush on aja biar wajah lo keliatan lebih seger.”
Dan Kirei mulai mengaplikasikan setiap kosmetik ke wajah mulusnya dengan diawasi Vanya dan cukup puas dengan hasilnya.
“Okay! Jadi keliatan lebih segar, Ki. Cantik,” puji Vanya membuat Kirei tersipu.
“Thanks, Nya.”
Leon masuk begitu saja ke dalam ruangan sambil membawa dress diatas lutut untuk dikenakan oleh Kirei dan tatapannya terpaku saat melihat wajah Kirei yang sudah terpulas make up meski tipis.
Terlihat lebih cantik dan menggoda! Leon berdeham berusaha mengendalikan diri dan menyodorkan dress yang harus dipakai oleh Kirei malam ini.
“Pakai dress ini,” ucap Leon singkat dan segera keluar ruangan. Vanya tersenyum dalam hati melihat tingkah Leon. Sepertinya temannya itu terpesona dengan Kirei!
Kirei melangkah menuju ruang ganti dan keluar tidak lama kemudian. Sudah tampil sempurna, siap bekerja sebagai pemandu lagu malam ini. Kirei berdoa semoga saja tidak ada masalah apapun nantinya!
***
Rafael mengemudikan mobilnya ke salah satu tempat karaoke eksklusif, lokasi dimana farewell party rekan dokternya diadakan. Sebenarnya Rafael paling malas menghadiri acara seperti ini tapi sepertinya malam ini adalah pengecualian karena dirinya perlu menyenangkan diri sejenak setelah berbicara dengan mommynya siang tadi.
Jujur Rafael merasa sangat amat pusing jika mommynya sudah membahas mengenai masalah Alice dan pernikahan. Serba salah rasanya. Rafael menyayangi mommynya tapi dirinya juga mencintai Alice. Jadi siapakah yang harus didahulukannya? Itulah yang membuat Rafael begitu pusing!
“Sudahlah! Malam ini lebih baik bersantai lebih dulu!” gumam Rafael.
Jadi daripada pusing lebih baik Rafael bergabung dengan kawan dokternya. Dan itulah yang dirinya lakukan sekarang. Rafael duduk di sofa empuk dan tidak lama kemudian masuklah beberapa orang gadis pemandu lagu yang berpenampilan begitu menggoda dan pandangannya jatuh pada seorang gadis berwajah polos yang terlihat jelas begitu canggung, tingkahnya sangat berbeda dengan gadis pemandu yang lain.
Rafael mengernyit saat gadis itu dipaksa duduk di sebelahnya, diantara Rafael dan si empunya pesta, Hendra. Rafael mengacuhkan semuanya dan hanya fokus pada minumannya saja. Malam ini dirinya perlu alcohol yang banyak!
“Bro! Lo udah minum terus dari tadi. Awas aja kalo mabok, siapa yang mau anter?” tanya Hendra tapi Rafael tidak menggubrisnya dan terus menenggak gelas demi gelas hingga kepalanya mulai terasa berputar. Hendra menggeleng kesal melihat kelakuan teman sejawatnya.
“Ahh! Kalau gini gue punya PR deh!” keluh Hendra saat melihat Rafael yang sudah mabuk dan tidak dapat merespon ucapannya sama sekali.
Acara terus berlangsung hingga malam semakin larut dan satu persatu teman pemandu lagu dari Kirei sudah pergi entah kemana, kemungkinan besar mereka lanjut ke kamar hotel karena Kirei sempat menangkap beberapa orang sudah bergelayut manja dengan teman-teman si empunya pesta. Dan sialnya kini tinggal ada Kirei, Hendra dan satu orang pria yang sedang mabuk berat.
“Rafael!” panggil Hendra sambil menepuk-nepuk wajah Rafael perlahan.
‘Ahh! Jadi namanya Rafael. Ganteng,’ batin Kirei dalam hati.
Hendra mendesah kesal saat Rafael sama sekali tidak merespon panggilannya. Matanya menatap Kirei yang balas menatapnya bingung.
“Kamu tolong bantu saya untuk papah pria ini ke kamar,” perintah Hendra. Untungnya tempat karaoke ini menyatu dengan hotel jadi memudahkan Hendra saat ada temannya yang terkapar seperti ini.
“Kamar?” ulang Kirei gugup.
“Iya, ke kamar,” tegas Hendra membuat Kirei semakin gugup.
“Ta… tapi pekerjaan saya hanya memandu lagu, Tuan,” jelas Kirei takut.
“Saya tau, terus kenapa?” tanya Hendra masih belum memahami maksud Kirei.
Kirei menggigit bibir, bingung memikirkan cara untuk menjelaskan agar tamunya ini tidak tersinggung. Hendra menatap Kirei yang sudah pucat pasi dan detik itu juga pria itu paham apa yang menjadi kekhawatiran gadis di hadapannya dan tawanya meledak seketika, tanpa dapat ditahan.
“Hahahahaha! Kamu pikir saya mau ngajak kamu ngamar? Plus plus? Tenang aja, bukan kok! Saya cuma mau kamu bantu saya untuk memapah teman saya ini. Setelah itu kamu bisa pulang,” jelas Hendra setelah tawanya mereda.
“Oh begitu. Baiklah kalau hanya bantu memapahnya tidak masalah. Maaf kalau saya sudah berpikiran macam-macam tadi.”
“Jangan terlalu dipikirkan! Sebentar saya akan pesan kamarnya dulu,” tahan Hendra sambil mengeluarkan ponselnya dan menghubungi receptionist hotel.
Kirei hanya menatap Hendra yang dapat dengan mudahnya memesan kamar di salah satu hotel bintang lima yang menyatu dengan tempat karaoke ini.
‘Orang kaya emang beda! Mau ngapain juga gampang, tinggal telepon gak perlu mikirin soal duit!’ keluh Kirei dalam hati. Berbeda jauh dengan dirinya yang selalu bermasalah dengan uang!
“Okay, kita papah pria menyebalkan ini sekarang,” ujar Hendra setelah selesai memesan kamar hotel.
“Baik, Tuan.”
“Oh ya sebelum saya lupa kamu ambil ini, tips karena sudah mau membantu saya,” jelas Hendra sebelum Kirei bertanya.
Kirei menatap uang di tangannya dengan kaget. Berlembar lembar uang pecahan 100 dollar merangsek masuk ke dalam telapak tangannya begitu saja. Kirei sampai harus mengerjapkan mata untuk memastikan kalau penglihatannya tidak bermasalah. Siapa tau saking frustasinya dengan biaya pengobatan rumah sakit ibunya membuat Kirei sampai salah lihat kan?
‘Ini beneran dollar asli apa dollar mainan monopoli? Kenapa pria ini bawa dollar? Emang gak bisa pake rupiah? Apa udah saking banyak duitnya kah sampai gak mau lagi pake rupiah?’ batin Kirei heran.
Hendra tersenyum simpul melihat reaksi Kirei yang terlihat begitu polos, tau pasti kalau gadis itu bingung kenapa Hendra memberinya dollar, karena memang uang itulah yang ada di dompetnya sekarang.
Bukan tanpa alasan Hendra membawa dollar di dompetnya karena besok lusa dirinya sudah harus berangkat ke USA untuk mengejar gelar master di negara asing tersebut jadi otomatis Hendra sudah mempersiapkan semuanya, termasuk pecahan dollar di dompetnya!
Ahh! Andai saja tidak ada Rafael yang harus diurus, Hendra pasti sudah mendekati Kirei dan meminta nomor ponselnya! Sayangnya sekarang ada Rafael yang harus diurusnya lebih dulu!
“Kamu bantu saya papah pria ini sekarang. Hari semakin larut jangan sampai kamu pulang terlalu malam. Bahaya untuk gadis cantik seperti kamu kalau pulang malam-malam apalagi dengan pakaian seperti itu.”
“Ba… baik,” jawab Kirei gugup setelah mendengar ucapan Hendra yang memujinya cantik tanpa sadar.
Hendra dan Kirei memapah Rafael menuju kamar yang baru dipesan oleh Hendra tanpa menyadari kalau ada seseorang yang memotret mereka dan mengirimkan pesan kepada seseorang. Entah kepada siapa.
Seorang wanita paruh baya membuka ponsel dan terkesiap kaget saat melihat foto yang masuk ke dalam ponselnya, secepat kilat wanita itu meminta supir melarikan mobilnya menuju lokasi yang tertera. Hendak memastikan satu hal.Sementara itu di hotel….“Berapa nomor kamarnya, Tuan?”Hendra menatap access card di tangannya dan menjawab pelan,“Lantai 18. Nomor kamar 1818.”Akhirnya Kirei dan Hendra berhasil membaringkan Rafael ke atas ranjang dengan susah payah. Nafas mereka tersengal karena beban tubuh Rafael yang begitu berat membuat mereka seolah mengangkat beban berton-ton.Ponsel Hendra berbunyi hingga pria itu harus menyingkir sejenak keluar kamar dan kembali beberapa detik kemudian dengan raut panik.“Saya pulang duluan. Ayah saya kena serangan jantung!”“Ta.. tapi…”Kirei belum sempat menyelesaikan ucapannya saat pintu kamar berdebum tertutup, meninggalkan dirinya berdua saja dengan Rafael yang masih tampak mabuk.‘Aduh! Mesti gimana nih? Tinggal aja gak apa kan? Lagian kata pria t
“Selamat malam, Mrs. Rayhan, ada yang bisa kami bantu?” sapa General Manager hotel dengan sopan.“Saya ingin menemui anak saya yang sedang menginap di hotel ini.”“Boleh saya tau nomor kamarnya?”“1818.”“Suite room di lantai 18. Baiklah saya akan antarkan anda kesana,” tawar sang General Manager, berusaha memberi pelayanan terbaik pada tamunya.“Tidak perlu. Bantu akses lift saja!”“Baik.”Mrs. Rayhan yang tidak lain adalah mommy Carol melangkah tegas hendak memastikan informasi yang didapatnya hampir 30 menit yang lalu. Apakah benar putra sulungnya itu tidur di kamar hotel dengan wanita? Wanita mana pula? Dan seperti apa?Dengan tidak sabar mommy Carol memencet bel dan saat pintu terbuka dirinya langsung merangsek masuk, tidak mempedulikan kekagetan putranya. Dugaannya semakin menguat saat melihat putranya tampil topless tanpa pakaian! Hanya celana panjangnya saja yang masih dikenakannya itu.Semakin masuk ke dalam, mommy Carol menemukan seorang gadis berwajah polos dan sedang menat
Rafael mengernyitkan kening saat mendengar ucapan Kirei pada siapapun orang yang sedang berbicara dengannya di seberang telepon.‘Suster? Apakah ibunya sedang sakit?’ batin Rafael penasaran.“Keadaan ibu anda tiba-tiba menurun drastis. Tolong anda datang secepatnya ke rumah sakit,” beritahu suster di seberang sana membuat Kirei panik.“Baik, saya segera kesana!”Kirei menutup ponselnya dan memandang kedua orang di hadapannya dengan kalut, tidak peduli dengan tatapan bertanya-tanya yang ada di wajah mereka.“Maaf, saya harus pergi sekarang. Nyonya, anda tidak perlu khawatir, tidak ada yang terjadi antara saya dan tuan Rafael. Mengenai noda di seprei itu abaikan saja. Saya permisi!” pamit Kirei tergesa.“Kirei!” panggil mommy Carol namun diabaikan oleh Kirei yang sudah melesat pergi begitu saja. Berlari kencang dengan perasaan cemas dan takut, berharap bahwa ibunya baik-baik saja.“Mom!” panggil Rafael pada mommynya yang masih fokus memandangi kepergian Kirei yang sudah melesat menjauh
Pintu ruang rawat di depannya terbuka menampilkan wajah Kirei yang terlihat sembab, terlihat jelas kalau gadis itu baru saja menangis cukup lama, meski sekarang air matanya tidak mengalir lagi.“Lho? Tuan kok masih disini? Saya tadi udah bilang terima kasih kan ya?” ucap Kirei polos, merasa heran dengan keberadaan Rafael di rumah sakit ini.“Bagaimana kondisi mama kamu?” tanya Rafael mengabaikan pertanyaan Kirei yang ditujukan padanya.“Kata suster kondisinya sudah mulai normal tapi masih belum sadar,” jawab Kirei letih.Kirei memaksakan senyum di wajahnya yang tampak sedih, berusaha agar tidak ada satu orangpun yang mengasihaninya seperti yang sedang dilakukan oleh Rafael sekarang.“Mama pasti akan baik-baik saja. Oh ya terima kasih atas tumpangannya tadi. Ini sudah malam lebih baik tuan pulang.”“Kamu tidak pulang?”“Saya akan tidur disini.”“Tidur disini?” ulang Rafael bingung.“Iya,” balas Kirei tidak memahami kebingungan Rafael.Bagaimana caranya gadis ini tidur di rumah sakit? D
Kirei bekerja seperti biasa, membersihkan kantor kecil yang untungnya tidak terlalu melelahkan namun selain menjadi cleaning service, Kirei merangkap sebagai office girl dan harus membantu karyawan untuk membeli sarapan atau makan siang sebelum dirinya pulang dan berlanjut ke pekerjaan paruh waktu selanjutnya.Di pekerjaan kedua saat Kirei sedang bertugas sebagai kasir, muncul Rafael lagi, membeli kopi. Meski heran tapi Kirei tidak berkata apapun dan hanya menyiapkan pesanannya tanpa kata.Di pekerjaan ketiga Kirei begitu sibuk melayani pembeli, entah itu mencatat dan mengantar pesanan atau hanya sekedar membersihkan meja. Lagi-lagi Kirei menemukan Rafael duduk memesan sesuatu membuat gadis itu tidak habis pikir!Dan sekarang disaat dirinya bekerja di tempat karaoke, lagi-lagi Rafael meminta Kirei menemaninya!Astaga! Sudah gilakah pria itu? Kenapa harus muncul terus menerus di depan Kirei?! Memangnya Rafael tidak punya pekerjaan? Bukannya dia seorang dokter? Atau pria itu memang seor
“Syarat apa, Tuan?”“Aku akan menikahimu dalam bulan ini!” tegas Rafael membuat Kirei terbelalak.“Hah? Apa?! Menikah?! Tidak mau!”“Aku akan memberikan uang kompensasi yang besar untukmu. Hanya pernikahan kontrak selama satu tahun.”“Astaga! Pernikahan itu hal sakral, Tuan. Bagaimana bisa anda mempermainkannya begitu saja? Sambil ngajak saya pula! Bikin saya ikutan dosa juga nantinya,” sungut Kirei kesal.“Jika tidak Mommy akan terus menerus mendesakku untuk menikahimu dan aku yakin kalau Mommy akan mencari kamu juga.”“Astaga! Apa Nyonya masih dengan niatnya itu?”“Iya!”“Ya Tuhan! Apakah ucapan saya kemarin kurang jelas, Tuan? Perlu saya ulang berapa kali lagi supaya Nyonya mengerti dan tidak memaksakan pernikahan itu pada kita?” tanya Kirei tak percaya.“Sangat jelas. Tapi Mommy memang seperti itu. Makanya lebih baik kita pura-pura menikah, setelah satu tahun kita akan bercerai. Lagipula aku memiliki pacar sekarang.”“Ya sudah kalau begitu nikahi pacar anda saja! Kenapa harus deng
“Kalau perlu saya berani cek ke dokter untuk buktiin kalau saya masih tersegel alias perawan ting ting!” ucap Kirei membuat Rafael mendengus, menahan tawa yang hendak keluar begitu saja akibat ucapan polosnya barusan.Ucapan Kirei yang begitu jujur membuat Rafael menahan tawanya menjadi senyum tipis, tidak menyangka ada gadis yang berani mengaku di hadapan pria dewasa sepertinya kalau dirinya masih perawan ting ting! Gadis ini sungguh lucu dan tidak terduga!“Baiklah, aku akan coba jelaskan ke Mommy tapi kalau misal Mommy masih memaksa maka aku akan cari kamu dan kita bahas masalah pernikahan ini bertiga, okay?”“Okay! Ya udah saya pulang dulu. Bye!”Rafael bangkit mengejar gadis yang sudah berjalan pergi mendahuluinya. Dengan kaki panjangnya bukan hal yang sulit karena hanya perlu beberapa langkah dan Rafael dapat langsung mensejajari langkah Kirei, menahan langkah gadis itu.“Aku antar kamu ke rumah sakit biar lebih cepat.”“Eh! Gak usah, Tuan. Saya udah biasa sendiri.”“Ini udah ma
“Mommy tidak peduli dengan alasan-alasan kalian. Pokoknya dalam bulan ini Mommy akan siapkan pernikahan paling meriah untuk kalian!” tegas mommy Carol tidak terbantahkan membuat Kirei menatap Rafael dengan frustasi! Begitu juga dengan Rafael yang menyerah kalah pada keinginan mommynya itu.“Hah? Tetap harus menikah? Kami gak saling cinta gimana kalau pada akhirnya nanti kami cerai? Apa Mommy mau seperti itu?” tanya Kirei.“Kalian tidak akan bercerai. Karena jika sampai kalian bercerai, maka Rafael akan langsung Mommy usir dan coret dari kartu keluarga! Tidak ada ampun bagi pria yang tidak bisa menjaga keutuhan rumah tangganya!”“Mom! Kirei yang menolak menikah kenapa harus aku yang kena imbasnya? Dan lagi Kirei juga yang bahas soal perceraian. Bukan aku!” omel Rafael tak terima.“Maka dari itu kamu harus bisa membujuk Kirei agar mau menikah dengan kamu dan berjanji tidak akan pernah bercerai.”