Share

Menikah & dimadu

Sejak kemarin Renata hanya berdiam diri di dalam kamar saja. Alex mengunci kamarnya sehingga dirinya tak bisa keluar. Entah apa lagi yang bisa Renata lakukan agar bisa pergi dari rumah itu.

Renata mendengar pintu kamarnya terbuka. Ia berpura-pura tidur. Takutnya yang datang itu Alex dan meminta untuk di layani. Sejujurnya Renata tak mau melakukan zina seperti yang kemarin ia lakukan atas paksaan Alex.

Benar saja, Renata mendengar suara Alex. Langkah kakinya semakin mendekat. Sebisa mungkin Renata terus memejamkan matanya agar Alex percaya bahwa ia sedang tidur. Kini Renata merasakan tangan Alex membelai wajahnya. Tubuhnya seketika menegang takut kejadian kemarin terulang lagi.

''Tuan .... '' Terdengar suara seseorang dari depan pintu.

Alex menggeram kesal karena baru saja akan bersenang-senang tetapi ada yang mengganggu. Ia menoleh ke belakang melihat Bi Marni yang sedang berdiri di depan pintu yang kebetulan tak tertutup. Bi Marni menunduk takut melihat tatapan tak bersahabat yang di tunjukan oleh Alex.

''Ada apa Bibi memanggil saya? Apa Bibi tidak lihat jika saya ingin istirahat?'' tanya Alex yang tampak kesal.

''Maaf jika saya lancang, Tuan. Tetapi saya hanya ingin menyampaikan jika di depan ada Nona Laura,'' ucap Bi Marni.

''Laura?'' Seketika raut wajah Alex berubah. ''Baiklah, saya akan menemuinya.''

''Saya permisi dulu, Tuan.'' Bi Marni berlalu pergi dari sana.

Alex mendekati Renata lalu berbisik. ''Persiapkan tubuhmu gadis sialan. Aku sudah tidak sabar menyiksamu.'' Alex tersenyum senang lalu bergegas keluar kamar.

Renata membuka matanya saat mendengar pintu kamar sudah tertutup. Perkataan Alex tadi berputar di kepalanya. Renata menggeleng, tak mau kejadian kemarin terulang lagi. Ia turun dari atas tempat tidur lalu mendekati pintu keluar. Sayangnya pintu itu terkunci dari luar. Renata menghela napas pasrah lalu kembali naik ke atas kasur.

Alex tersenyum kepada kekasihnya yang sedang duduk sendirian. ''Sayang, kamu sudah pulang dari London?''

''Iya, Mas. Aku mendengar berita kematian ayahmu dan aku langsung saja pulang. Aku ingin berada disisimu di saat-saat kamu sendirian,'' ucap Laura sambil menarik satu tangan Alex, mengarahkannya untuk duduk di sampingnya.

''Saat ini Mas sebatang kara. Tidak ada siapa pun lagi yang Mas punya di dunia ini.'' Raut wajah Alex berubah sendu.

Laura memeluk Alex, menempelkan kepalanya di dada bidang itu. Satu tangannya mengusap pelan punggung Alex memberikan ketenangan. Sambil menghirup aroma tubuhnya yang sudah lama ia rindukan.

''Tenang, Mas. Ada aku disini. Mulai hari ini aku memutuskan untuk menetap disini. Aku akan selalu berada di sampingmu,'' ucap Renata sambil mempererat pelukannya.

Alex melepaskan pelukan itu lalu menatap Laura intens. ''Apa kamu akan meninggalkan pekerjaanmu demi bersamaku?''

Laura menggeleng. ''Aku memang akan menetap disini, tetapi aku juga akan tetap menjadi model. Kebetulan besok pertemuanku dengan agensiku yang baru.''

''Tidak bisakah berhenti dari pekerjaanmu? Uangku sangat cukup untuk memenuhi semua kebutuhan hidupmu, Ra.'' Alex mencoba membujuk kekasihnya.

''Menjadi seorang model adalah impianku sejak dulu. Jadi, sepertinya aku tak bisa menuruti keinginanmu yang satu itu.'' Laura memperlihatkan wajah memelas di hadapan Alex. Berharap kekasihnya itu memberikan pengertian.

''Baiklah, terserah kamu saja, sayang.'' Alex menghela napas pasrahnya.

''Terima kasih, sayang. Kamu memang yang terbaik.'' Laura mendaratkan ciuman singkatnya di bibir Alex. ''Oh iya, sepertinya aku tak bisa berlama-lama. Tadi sudah ada janji dengan asistenku untuk membahas pertemuan besok.''

Alex sudah menduga, pasti kekasihnya lebih mementingkan pekerjaan dari pada dirinya. Terkadang Alex merasa kesepian karena kekasihnya yang terlalu sibuk. Namun, rasa cintanya yang besar membuat Alex masih tetap mempertahankan kekasihnya.

Setelah kepergian kekasihnya, kini Alex kembali ke kamar. Ia melihat Renata yang sedang berdiri di depan jendela kamar sambil menatap ke luar. Alex mendekat, rasanya sudah tidak sabar untuk membuat Renata menjerit di bawah kungkungannya.

''Hallo wanita rendahan,'' ucap Alex sambil terus melangkah mendekati Renata.

''Mau apa Tuan Alex kesini?'' Tubuh Renata sedikit gemetar menahan takut, saat melihat senyuman Alex yang terlihat nakal.

''Jangan pura-pura tidak tahu! Tentu aku ingin merasakan pelayananmu.'' Alex menarik tangan Renata lalu menghempaskannya ke atas ranjang.

''Saya bukan wanita murahan yang dengan mudah Tuan mainkan. Tolong biarkan saya pergi!'' Renata beranjak dari atas tempat tidur, tetapi Alex kembali mendorong tubuhnya.

Dengan tubuhnya yang sedikit gemetar menahan takut, Renata masih mencoba melawan Alex agar tak menyentuhnya. Tubuh mungilnya bergeser saat melihat Alex yang hendak mengungkungnya. Tentu Alex geram dengan apa yang di lakukan oleh Renata.

''Kamu berani menolakku?'' Nada suara Alex terdengar meninggi menandakan kemarahan.

Renata bersimpuh di kaki Alex saat melihat lelaki itu sudah berdiri seperti semula. ''Tuan, saya siap untuk melayani Tuan seperti yang di perintahkan, asal dengan satu syarat .... '' Renata sengaja menggantung perkataannya.

''Apa itu?''

''Nikahi saya dan saya siap melakukan apa pun yang tuan minta.”

Suara tawa Alex menggelegar di dalam kamar. Tak menyangka jika wanita rendahan seperti Renata berani berkata seperti itu kepadanya. Selama ini tak pernah terbesit di pikirannya untuk menikah dengan wanita lain selain Laura.

''Kamu pikir saya mau menuruti permintaanmu? Ckck jangan berharap kamu bisa menjadi Nyonya di rumah ini gadis rendahan.'' Alex menendang Renata yang sedang berlutut sehingga tubuhnya terjungkal ke belakang.

Renata berusaha menahan isak tangisnya. Dadanya terasa sesak, begitu sakit ia rasakan. Entah apa yang membuat lelaki di depannya begitu membencinya.

Alex memperhatikan Renata yang masih berada di tempatnya tanpa beranjak pergi. Melihatnya menangis tentu semakin membuat Alex puas. Mungkin tidak ada salahnya jika ia memikirkan lagi permintaan Renata barusan. Dengan begitu Alex bisa dengan mudah menyiksa fisik serta batin Renata perlahan. Ia yakin jika itu balasan yang pantas untuk wanita pembunuh seperti Renata.

''Baiklah, besok kita akan menikah secara siri. Tidak ada pesta, dan pernikahan kita di laksanakan secara tertutup,'' ucap Alex lalu ia bergegas pergi dari kamar itu.

....

....

Tak terasa sudah satu bulan Renata tinggal di rumah itu. Banyak sekali siksaan yang ia rasakan. Alex benar-benar jahat dan tak tahu perasaan. Sudah beberapa kali Renata mencoba kabur dari rumah itu, tetapi usahanya selalu sia-sia. Keberadaan Bi Marni di sampingnya membuat hatinya sedikit lega. Bi Marni memperlakukannya dengan begitu baik.

Renata yang baru keluar dari kamar mandi, melihat Alex sedang duduk di pinggir ranjang. Arah pandang Alex tak terlepas dari Renata. Ia memang hendak mengatakan sesuatu yang penting.

''Rena, ada yang ingin saya katakan kepadamu.'' Alex menatap Renata dengan tatapan serius.

''Apa itu?'' tanya Renata.

“Satu minggu lagi saya akan menikah dengan Laura. Nanti kamu pindah kamar, karena kamar ini akan saya tempati bersama Laura,'' ucap Alex.

Entah mengapa Renata merasakan sesak di dadanya. Walaupun ia tahu Alex mempunyai kekasih, tetapi mendengarnya akan menikah seakan ada perasaan tak rela. Kebersamaan mereka setiap hari menumbuhkan rasa cinta di hatinya. Terlebih sudah satu minggu ini Alex sudah tak pernah menyiksa fisiknya.

''Kenapa tidak menceraikan saya saja?'' tanya Renata dengan sedikit berhati-hati. Takut jika ucapannya membuat Alex tersinggung.

''Kamu pikir saya mau melepaskanmu begitu saja? Tidak semudah itu. Sampai kapan pun kamu akan tetap menjadi pemuas hasrat saya.'' Alex mendekati Renata lalu mencengkeram tangannya dengan kasar. ''Sekali lagi berbicara seperti itu, saya tidak segan-segan menyiksamu.''

Perlahan cengkeraman itu melonggar. Renata menjauh dari Alex dengan perasaan takut. Pandangannya menunduk ke bawah saat melihat tatapan Alex yang semakin menajam.

''Maaf, Tuan,'' ucap Renata.

Alex berlau begitu saja tanpa mengatakan apa pun lagi. Setelah mendengar pintu kamar tertutup, Renata mengusap dadanya merasa lega. Ia bergegas membereskan semua pakaiannya. Saat ini juga sudah harus pindah kamar.

Beberapa menit kemudian, Renata keluar dari kamar dengan membawa tas besar miliknya. Kebetulan Renata berpapasan dengan Bi Marni. Bi Marni menahan langkah Renata karena hendak mengatakan sesuatu yang penting.

''Tunggu! Saya mau bicara sama Non Rena,'' ucap Bi Marni.

''Ada apa, Bi?'' tanya Renata.

''Mari ikut saya! Saya akan mengantar Non Renata ke kamar yang sudah saya siapkan atas perintah Tuan Alex,'' ucap Bi Marni, lalu berbalik arah dan kembali melangkah.

''Baik, Bi,'' jawab Renata sambil mengikuti langkah Bi Marni.

Kini keduanya sudah sampai di depan salah satu kamar pembantu. Bi Marni menatap Renata yang berdiri di dekatnya. Renata terlihat bingung karena Bi Marni mengajaknya ke kamar pembantu.

“Bi, kenapa mengajakku kesini?'' tanya Renata heran.

''Mulai sekarang kamar ini akan menjadi kamar Non Rena,'' ucap Bi Marni.

Renata sedikit sedih karena ia pindah ke kamar pembantu. Kesedihannya itu bukan karena kamar itu sempit. Melainkan karena Renata adalah istri dari Alex yang merupakan pemilik rumah itu. Bahkan di rumah itu masih banyak kamar, dan seharusnya ia tak menempati kamar pembantu.

“Tapi kenapa harus di kamar pembantu? Bukankah di rumah ini masih banyak kamar?” Renata menunjukkan raut kekecewaannya.

“Itu karena .... “ucap Bi Marni terhenti, karena mendengar Alex memanggilnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status