Share

kedatangan Ibu

Auteur: Maey Angel
last update Dernière mise à jour: 2022-08-09 12:28:21

2

"Pagi, Mbak Cahya. Saya Silvi," sambut wanita yang dibawa Hardian tadi malam.

"Pagi. Suami saya dah cerita tentang kamu. Saya turut prihatin, ya, atas apa yang menimpamu dan bayimu. Kamu dah enakan?"

"Alhamdulillah. Biar Silvi bantu masak ya?" tawar Silvi.

"Boleh. Kamu bisa masak apa?"

"Apa aja Silvi bisa. Asal jangan goreng ikan," ucap Silvi tersenyum.

"Kenapa? Takut kena minyak?" tanya Cahya.

"Hehehe. Iya soalnya aku pernah punya pengalaman buruk dengan minyak dan ikan sehingga membuat luka bakar yang sama saat ini tidak bisa hilang. Nih!" tunjuk Silvi pada lehernya.

Silvia melihat ada bekas luka minyak memang di sana. Namun Ia juga menangkap sebuah bekas luka merah seperti gigitan manusia atau cupang yang biasa dilakukan oleh pasangan.

"Yang itu kenapa?" tanya Cahya menunjuk bekas merah di lehernya.

"Oh, ini. Semalam saya digigit kecoa kayaknya. Nggak sakit sih, hanya sedikit gatel dan aku garuk ternyata jadi merah," kilahnya.

Cahya mengamuk percaya saja apa yang Silvia katakan. Ia kembali melakukan aktivitas memasaknya bersama dengan Silvia yang memang terlihat pandai memasak juga.

"Assalamualaikum," salam Marta--mertua Cahya.

"Waalaikumsalam." Cahya gegas meninggalkan dapur dan menghampiri kedatangan mertuanya pagi ini. Biasanya mertuanya akan datang jika anak laki-lakinya itu baru saja pulang dari dinas.

"Sendirian, Bu?" tanya Cahya sopan.

"Ya. Mana Hardian? Ibu bawakan makanan kesukaannya dan juga jamu kesehatan buat staminanya. Kamu hidangkan sana di piring, Ibu mau makan bareng Hardian nanti," perintah Marta.

"Baik, Bu."

Cahya ke belakang membawa rantang susun yang dibawa oleh mertuanya untuk disajikan di meja makan. Sudah menjadi hal biasa jika mertuanya datang, maka makanan yang dimasak pasti akan disingkirkan dan lebih memilih masakan harta yang disantap hingga habis daripada mencoba makanan yang ia masak dengan penuh cinta.

Terlihat Hardian turun bersama dengan sang ibu dan keduanya tampak begitu rukun dan bahagia.

"Kamu itu kerja terus, Hardian. Makanya kamu nggak sempat buat check up kesehatan rutin ke rumah sakit. Ibu loh sudah pengen cepet-cepatnya nimang cucu. Kapan?" omel Marta sepanjang mereka turun dari lantai atas.

"Sabar, Bu. Hardian juga sedang berusaha. Ibu kok tahu kalau harian sudah pulang dinas?"

"Anton bilang kemarin malam. Katanya dia mau pulang bareng kamu dari Tasik. Ya Ibu langsung kepikiran nyusul ke sini dan tengok anak ibu yang ganteng ini. Ibu bawakan jamu kesehatan dan makanan sehat buat kita makan, belum sarapan kan?" tanya Marta.

"Belum. ini kan masih jam 07.00 Cahya paling juga baru selesai masak."

"Nanti makan makanan Ibu saja. Spesial kesukaan kamu, ya?"

"Semua masakan itu spesial dan nanti Hardian akan habiskan semuanya baik dari Ibu maupun masakan yang dibuat Cahya. Hehehe," ucap Hardian tersenyum senang.

Semua makanan telah tersaji di atas meja makan. Cahya menarik kursi untuk suaminya duduk, begitu juga untuk mertuanya. Setelah itu barulah ia memutuskan duduk di samping kursi Hardian.

"Wah, banyak sekali makanannya. Kamu masak sendiri?" puji Hardian.

"Nggak, Mas. Cahya dibantu oleh Silvi."

"Silvi?" tanya Marta bingung.

"Iya, Bu. Jadi kemarin itu Silvi tidak sengaja bertemu dengan Hardian dan kebetulan dia sedang mencari pekerjaan, jadi Ardian memintanya untuk menjadi asisten rumah tangga Cahya. Supaya bisa fokus untuk program kehamilan yang Ibu inginkan itu," terang Hardian.

"Tapi Ibu kok merasa nggak asing ya sama nama dia?" ujar Marta mengingatkan.

Silvia datang dengan membawa sebuah teko berisi air ia mengisi cangkir yang ada di meja dan mempersilahkan Martha dan yang lain untuk meminumnya.

"Pagi Nyonya besar," sambut Silvia. Silvia sengaja memakai baju kaos dan celana kolor agar tidak terlalu dicurigai selama tinggal di sini.

"Oh ini yang namanya Silvia toh? Tapi Ibu merasa nggak asing sama dia. Dia ini siapa Hardian?"

Hardian salah tingkah dia berharap sang Ibu tidak ingat dengan Silvia, wanita yang pernah ia bawa ke rumah untuk diperkenalkan dengan keluarganya.

"Teman masa kecil Hardian, Bu. Masa lupa," ucap Hardian penuh dusta.

"Iyakah? Iya, Ibu nggak ingat. Tinggal di mana?"

"Masih tinggal di kampung Ibu bukan? Yang di desa Sukosari itu."

Martha tidak begitu paham namun Ia hanya mengeluarkan kalimat kaget dan kemudian melanjutkan makannya.

Kegiatan makan berjalan dengan tenang karena Martha tidak pernah mengizinkan siapapun berbicara ketika sedang makan. Setelah makan Cahya membereskan meja makan dibantu oleh Silvia.

"Mas jadi ke Ancol?" tanya Cahya.

"Jadi. Kamu siap-siap gih. Aku mau minta ibu untuk ikut kita."

"Baiklah. Aku kira kita panggilan berdua saja ke Ancol," ujar Cahya.

oh

"Kan ada Ibu, Sayang. Mas iya kita akan tega ninggalin Ibu cuma sama Silvi di rumah kita. Itu namanya nggak sopan dong kecuali kalau Ibu minta diantar pulang barulah kita bisa pergi berdua. Nggak apa-apa kan aku mau ngajak ibu? "

Cahya tersenyum. "Nggak apa-apa dong. Masa sekarang liburan nggak boleh? Cahya justru merasa senang kalau ada Ibu ikut. Yuk!"

Cahaya menggandeng tangan Hardian dan membawanya turun ke bawah bersama. Hanya Silvia yang tetap tinggal di rumah ini karena ia menolak untuk ikut dan ingin beristirahat saja di kamar.

"Yakin kamu mempekerjakan asisten rumah tangga seperti dia? Wajahnya itu loh Ibu kok kayak nggak asing. Pernah ketemu tapi kapan," gerundel Marta.

"Sudahlah, Bu, nggak usah mikirin Si Silvi. Dia itu sudah biasa kerja keras. Lagian kita ini mau liburan, kok malah jadi mikirin orang," protes Hardian.

Marta langsung diam dan dia menikmati perjalanan liburan bersama anak dan menantunya ke Ancol. Tempat rekreasi terkenal di Jakarta yang sering ia datangi jika Hardian sedang libur bekerja. Meskipun Hardian sudah menikah, namun anaknya itu tidak pernah sekalipun melupakan kewajibannya untuk tetap memberinya nafkah dan membahagiakannya. Hal itu yang membuat Marta sangat menyayangi Hardian, bagaimana pun kondisi nya sekarang. Meski kadang ia kesal karena sudah 8 tahun menikahi Cahaya, ia belum juga dikarunia cucu dan kadang hal itu juga yang memicu kemarahan mata jika bertemu dengan cahaya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Desahan Madu Suamiku   Berawal dari sebuah kegagalan

    Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga

  • Desahan Madu Suamiku   Cinta

    Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela

  • Desahan Madu Suamiku   Perjuangan

    "Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y

  • Desahan Madu Suamiku   akhir

    Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak

  • Desahan Madu Suamiku   bingung

    “Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un

  • Desahan Madu Suamiku   Rasa

    “Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status