3
Setelah 3 hari libur dan tidak bekerja kali ini Hardian sudah kembali melakukan aktivitasnya sebagai manajer keuangan di sebuah perusahaan pengiriman barang. Ketika ia sedang melakukan kunjungan ke luar kota ia akan meminta cuti beberapa hari untuk libur di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarganya."Biasanya liburan agak lama Mas kok ini hanya 3 hari?"tanya cahaya sendu."Mau gimana lagi, Mas ini bekerja di perusahaan orang. Kalau masih bikin perusahaan sendiri barulah bisa libur seenak hati. Ditinggal kerja 3 hari libur saja, pasti nanti kerjanya sudah numpuk.""Tapi nanti pulang ke rumah kan?""Pulang dong. Kemarin kan memang ada kunjungan ke luar kota. Kenapa sih tumben takut banget suaminya pergi?" ledek Hardian."Ya nggak takut banget, cuman kalau sampai nggak pulang, nanti Cahya kesepian lagi," ucap Cahya malu-malu."Duh gemesnya istri Mas yang mulai manja ini. Mas pergi dulu ya berlama-lama sama kamu bikin Mas pengen gigit aja."Cahya merona. Ia menerima uluran tangan suaminya dan menciumnya takzim untuk mengantar kepergian kerja pagi hari ini.Silvia memandang iri dari kejauhan. Ia juga ingin diperlakukan hangat seperti itu dan ia harus melakukan siasat agar bisa mendapatkan Hardian dengan segera."Bu, Bu Cahya udah menikah berapa tahun dengan Pak Hardian?" tanya Silvi sengaja mendekati Martha untuk mendapatkan hatinya. Kebetulan pagi ini Marta datang kembali untuk menitipkan sebuah kunci rumah kontrakan yang kosong milik anaknya itu. Silvi yang menyambut Martha dan membuatkan hidangan, membuat Marta sesaat mau diajak ngobrol oleh Silvi di depan rumah Cahya."Sudah 8 tahun tapi belum juga punya anak. Ibu sampai bingung bagaimana ngomong sama Hardian, biar dia bisa program bayi tabung atau paling nggak berusaha lebih giat biar dapat anak.""Mungkin Mas Hardiannya belum cukup biaya untuk program bayi tabung. Biaya untuk program bayi tabung itu kan tidak murah. Apa tidak sebaiknya ibu mencari wanita yang mau dipinjamkan rahimnya buat melahirkan anak Pak Hardian?" saran Silvi.Marta menengok dan memandang serius ke arah Silvi yang tampak polos dan tidak merasa berdosa setelah mengatakan itu."Maksud kamu bagaimana? Kamu meminta anak saya untuk menikah lagi begitu?" tanya Marta menegang." Ya nggak harus menikah secara negara. Yang penting sah dan bisa menghasilkan keturunan yang halal buat meneruskan keturunan Pak Hardian ini. Mumpung masih muda pasti banyak yang mau," ucap Silvi."Itu bukan saran yang bagus, lagian kamu lancang sekali meminta saya untuk menikahkan kembali anak saya dengan wanita lain." Martha tidak habis pikir kenapa pembantu anaknya bisa berbicara seberani itu."Ibu yakin tidak mengenal saya?" tanya Silvi. "Saya Silvi mantan kekasih Mas Hardian yang dulu pernah dikenalkan pada ibu waktu kuliah," ucap Silvi tanpa malu.Marta tampak mengingat-ingat kembali, siapa Silvi yang ia maksud dan Ia baru teringat dengan wanita yang ada di depannya ini."Saya siap menjadi wanita bayaran yang melahirkan anak keturunan Hardian untuk keluarga Ibu. Bahkan saya rela meninggalkan anak tersebut tanpa memintanya kembali. Justru saya senang bisa memberikan kebahagiaan untuk Mas Hardian tanpa mengharapkan apapun. Itu sebagai bukti permintaan maaf saya yang telah meninggalkannya dan setelah itu saya bisa melanjutkan hidup saya dengan tenang dengan melihat anak saya yang hidup terawat dan bahagia dengan keluarga Ibu dan Mas Hardian."Martha tampak melihat serius ke arah Silvi dan memikirkan kata-katanya namun ketika hendak menjawab tiba-tiba cahaya muncul dari balik pintu."Loh, ada Ibu? Kok kamu nggak panggil saya, Sil?" tanya Cahya."Ibu hanya sebentar. Kebetulan Silvi ini membuatkan teh dan akhirnya Ibu jadi duduk di sini sebentar. Ya sudah kalau gitu Ibu pamit. Hanya nitipin kunci kontrakan buat diberikan padahal Hardian. Nanti kamu bisa cek kamar kontrakan yang masih kosong. Ibu belum sempat cek ke sana," ucap Marta."Siap, Bu. Makasih sudah menyempatkan mampir, nanti Cahya cek sendiri kontrakan itu."Hardian memang memiliki bisnis kontrakan yang lumayan banyak. Selain itu Cahya juga membuka usaha jasa loundry yang dikelola langsung oleh Cahya. Biasanya Martha yang mengawasi kontrakan itu dan menerima uang dari para kontrak yang membayar setiap bulannya. Uang kontrakan yang terbayarkan masuk ke dalam dompet Martha dan hanya memberikan 20% dari hasil kontrakan itu kepada Hardian. Cahya hanya mengawasi dan memperhatikan bagian mana saja yang harus diperbaiki jika ada kontrakan yang rusak. Sedangkan untuk usaha laundry ya memang mempercayakan kepada sahabatnya, Mentari."Habis ngobrol apa aja sama ibu?" tanya Cahya setelah Marta pergi."En-gak. Tadi Silvia bertanya tentang kesibukan beliau sehari-hari. Silvia hanya menawarkan sarapan. Tapi beliau bilang sudah makan di rumahnya," jawab Silvia."Oh."Cahya kembali masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk pergi ke tempat laundry dan juga kontrakan yang hendak ia cek hari ini. Meskipun dia sibuk tetapi ia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai istri yang melayani suaminya dan juga selalu bersikap ramah kepada mertuanya. Ia sadar, ia masih belum bisa memberikan keturunan dan meskipun mertuanya selalu memarahinya, namun selama ini mertuanya tidak pernah memaksa diri anaknya untuk menikah lagi. Hanya seringnya meminta Cahya dan Hardian untuk melakukan tes kesehatan dan juga program bayi tabung untuk mendapatkan keturunan keluarga suaminya.Hardian turun dari pelaminan. Dia langsung keluar dari gedung pesta yang digunakan untuk acara resepsi Arfan dan Cahya. Dia langsung kembali setelah urusannya selesai karena memang dia tidak berniat untuk merusak pernikahan Cahya maupun Arfan. Meski Hardian merasakan rasa yang menyakitkan, tetapi Ini semua adalah hasil dari apa yang sudah ia berbuat di masa lalu saat bersama Cahya."Jangan cemburu, A. Cahya gak mengundangnya," bisik Cahya saat mereka masih menyalami beberapa tamu namun wajah Arfan terlihat berubah dingin."Aku tahu, tapi kedatangannya merusak moodku," ucap Arfan kesal.Hiburan yang membuat acara pesta bertambah begitu meriah, menandakan resepsi Arfan dan cahaya sukses dan membuat semua yang hadir ikut merasakan kebahagiaan pengantin baru itu. Kini, acara telah usai dan keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Tinggallah Arfan dan Cahya, yang akhirnya memilih menginap di hotel tempat mereka melakukan resepsi."Langsung tidur aja, ya? Capek kan?" tanya Cahya senga
Di depan cermin besar Cahya tengah mematut diri. Wajah perempuan itu sudah selesai di rias, gaun dari bahan brukat terbaik melekat pas di tubuhnya yang ramping. Di bantu seorang asisten MUA ia memakai heels. “Masyallah, Mbak Cahya cantik sekali. Begini juga yang namanya bidadari kalah cantik, Mbak,” seloroh Tari yang ditugaskan menjemput calon pengantin. “Kamu jangan ngeledek. MUA dan semua yang aku pakai ini dari pemberian dari keluarga Arfan!”“Aku serius, kamu memang cantik banget. Suer!” Tari mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V. “Akhirnya kamu ketemu juga dengan laki-laki yang tulus mencintai kamu, Ya. Aku ikut seneng, selamat ya atas pernikahan kamu. Sekarang kamu udah sah jadi istrinya Arfan.” Tari dan Cahya berpelukan. Cahya merasa haru bercampur bahagia. “Makasih, Tari.”“Yuk keluar, kamu udah di tunggu banyak orang.”Hati-hati Tari membimbing Cahya keluar dari kamar hotel, membawanya ke aula yang di sana sudah hadir seluruh keluarga kedua mempela
"Ya. Papa orang hebat, kamu juga anak hebat. Demi kalian, Mama rela. Mama ikhlas, menerima Cahya sebagai menantu. Kamu harus segera sembuh, karena setelah keluar dari rumah sakit nanti kita akan menambah Cahya untukmu bersama-sama."Arfan sangat bahagia. Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Dia sampai ikut menitikan air matanya. "Makasih, Ma, Pa."**Tiga hari kemudian Arfan sudah sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Malm harinya keluarga Arfan termasuk papa, mama dan Hasbi sendiri datang ke rumah orang tua Cahya untuk meminang. Kalau takdir cinta sudah tertulis untuk bersatu, seperti apapun halangannya tetap akan bersatu juga. Begitu juga dengan restu dari mamanya Arfan, setelah dibujuk oleh Antonio akhirnya istrinya itu bersedia memberi restu. "Ya, Aa rindu. Aa datang," batin Arfan dalam perjalanan menuju rumah Cahya."Om ganteng banget," celetuk Naura."Iya doang. Naura bentar lagi punya Tante baru.""Tante baru?""Iya. Om mau nikah sama Tante Cahya. Naura seneng nggak?""Y
Akhir Perjuangan"Ma, kamu tidak kasihan lihat anak kita? Kamu sedih karena Arfan hendak menikahi janda? Apa yang kamu takutkan hingga kamu tak merestui pernikahan Arfan dan Cahya?" berondong Antonio saat dirinya sedang berusaha membujuk istrinya itu. Sengaja ia membawa istrinya ke rumah sakit untuk melihat wajah pucat dan badan yang mulai menyusut itu."Wanita bukan hanya Cahya, Pa! Kenapa sih, Papa nggak ngerti?" sahut Ratri tak suka dengan pertanyaan suaminya."Lalu, wanita mana yang pantas mendampingi anak kita, jika ditinggalkan Cahya saja dia sudah sakit begini? Papa tahu, Mama masih menyimpan dendam lama karena Papa menikah lagi. Tapi Papa janji, jika Mama merestui Arfan, maka Papa tidak akan kembali pada istri Papa yang tak setia itu. Papa sadar, Mama yang terbaik. Mama wanita hebat yang layak untuk disebut istri setia. Maaf kalau selama ini Papa menyakiti hati Mama. Jujur, Papa menyesal. Papa merasa ini karma dan hadirnya Cahya yang menjadi seseorang yang penting di hati anak
“Yang bikin Cahya bingung, Cahya sama sekali enggak punya perasaan apa-apa sama dia, Bu. Tadi sudah Cahya tolak, tapi….” Mengalirlah cerita yang tadi terjadi di rumah sakit. Gayatri mendengarkan dan sesekali mengangguk, lain kali ia menggeleng ketika merasa tindakan Arfan nekat. “Gimana ya, Bu? Cahya enggak mau menjadi zhalim karena hanya Arfan saja yang mencintai Cahya. Dan Cahya juga masih terauma dengan masa lalu, belum lagi mamanya Arfan yang tidak mau merestui hubungan anaknya dengan Cahya. Jujur Cahya pun enggan menjadi bagian dari keluarga itu, tetapi mulut ini sudah terlanjur menjawab iya.” Sulit. Ya, itu yang pertama kali muncul di kepala Gayatri ketika dimintai pendapat. Hubungan dengan cinta sebelah pihak saja sudah berat, harus di tambah dengan restu yang kemungkinan berat akan terhalang ini benar-benar pelik. Gayatri membenarkan posisi duduknya. Kemudian ia menatap wajah anak perempuannya lembut. Gayatri tersenyum kemudian mulai berbicara.“Nak, pernikahan itu bukan un
“Astagfirullah. Cahya kamu dari mana saja, Nak. Kenapa hujan-hujanan?” Gayatri yang sedari tadi cemas menunggu kepulangan sang anak sangat kaget saat akhirnya menyambut kedatangan Cahya. Anak perempuannya itu pulang dengan pakaian basah kuyup, ia tidak mendapati siapapun bersama Cahya. Sebab memang Cahya pulang seorang diri. “Masuk. Ibu sudah siapkan air hangat. Ya ampun, kenapa tidak menunggu hujan reda. Kalau begini kamu bisa masuk angin! Mandilah dulu, Ibu bikinkan susu jahe hangat.” Cahya tidak banyak bicara, ia menuruti perintah Gayatri. Cahya segera membersihkan diri, air hangat yang digunakan mandi lumayan membuat dirinya merasa lebih rileks. Setelah mandi dan berganti pakaian, Gayatri menyusul anaknya ke kamar. Secangkir susu cahe hangat ia hidangkan untuk sang anak. “Di minum susu jahenya, mumpung masih hangat.”Cahya menerima minuman hangat itu dan menyeruputnya sedikit. Aroma jahe yang lembut dan sensai hangat meluncur melewati tenggorokannya, berakhir di dalam perut.