Home / Rumah Tangga / Desahan di Kamar Adikku / Bab 6 itu mobilku , bukan mobilmu

Share

Bab 6 itu mobilku , bukan mobilmu

Author: Afi
last update Last Updated: 2024-02-29 15:51:11

Nama Mely dipanggil lebih dulu untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan, meninggalkan Salma yang masih terngiang-ngiang dengan ucapan Mely barusan.

"Aku sering gak sengaja denger, teman-teman kantor itu pada bilang kalau Amar itu penyayang istri karena sering kasih kejutan istri, sering beliin barang ini itu. Sering pula di ajak liburan. Enak banget tahu gak, sih, jadi kamu, Sal."

Salma bahlan lupa, kapan terakhir kali suaminya itu memberinya hadiah. Jangankan hadiah, nafkah untuk kebutuhan keluarga saja Amar hampir tidak pernah memberikan.

Salma jadi mengingat-ingat kejadian yang memang ia rasa janggal selama ini.

Katanya hanya staf biasa, tapi Amar kerap kali ijin pada Salma untuk ikut perjalanan bisnis ke luar kota. Di saat itu pula, Ayu selalu ijin untuk menginap di rumah temannya. Tentu saja, istri yang teman-teman kantor Amar itu kira Salma, padahal sebenarnya, Atu lah yang tengah menikmati hasil kesuksesan Amar.

"Selamat ya, Bu Salma. Janin Bu Salma sekarang sudah berusia tiga belas minggu. Hari perkiraan lahir, tanggal 10 Agustus 202 3. Detak jantungnya bisa Ibu dengar sendiri, bukan?" ucap dokter kandungan yang berjenis kelamin perempuan itu sembari terus menggerakkan alat di atas perut Salma.

Salma hanya menanggapinya dengan senyum mengambang. Rasanya masih belum bisa menerima saat mengetahui benih Amar akhirnya tumbuh dalam rahimnya. Usia kandungannya sudah tiga bulan, itu artinya satu bulan lebih tua dari usia kandungan Ayu.

Setelah menebus obat di apotek rumah sakit, Salma kembali mengendarai kendaraan roda empatnya menuju rumahnya. Ia memandang rumah yang ia bangun dari hasil jerih payahnya itu. Untung saja, rumah itu ia bangun sebelum menikah dengan Amar. Jadi, jika suatu saat dirinya benar akan berpisah dari lelaki itu, rumah itu tak akan masuk ke dalam bagian harta gono gini. Untuk mobil, tentu itu atas namanya dan juga ia beli dari hasil kerja kerasnya. Hanya saja, mobil itu baru ia beli satu tahun yang lalu, yang tentunya akan berpotensi menjadi bagian dari harta gono gini.

"Kalau aku jadi berpisah dengan mas Amar, maaf kalau aku harus menjualmu, ya? Aku tidak rela jika hasil keringatku dinikmati manusia-manusia tak tahu diri macam mereka," gumam Salma dengan tangan yang mengusap-usap kemudi mobil.

Hari ini ia hanya ingin beristirahat. Biarlah, dua hari ini salon dipegang oleh Andin, orang kepercayaan Salma.

Setelah meminum obat dan vitamin kehamilan, Salma merebahkan diri. Ia lelah fisik, juga hati. Tidak adanya Amar dan Ayu hari ini cukup bisa membuatnya tenang. Namun, rupanya itu hanyalah angan semata.

Baru saja ia memejamkan mata, suara pintu kamar yang terbuka membuatnya kembali terjaga.

"Ngapain kamu kemari, Mas?" tanya Salma saat Amar melepas kemejanya dan menggantungnya di gantungan yang terpasang di balik pintu.

"Kok, ngapain, sih. Ya aku mau istirahat, Salma. Aku capek tahu, dari rumah ibu kesini harus naik motor. Mobilnya kamu bawa sendirian. Ya setidaknya tadi itu kamu bawa sekalian si Ayu."

Salma memutar bola mata malas, lagi-lagi nama Ayu yang disebut. Tak perduli pada Amar yang entah akan melakukan apa lagi, Salma melanjutkan acara tidurnya.

Amar terlihat sedikit terburu-buru, terlihat dari gerakannya mengancing kemeja yang tak kunjung selesai. Dasinya juga terpasang asal-asalan. Jika biasanya Salma akan membantu lelaki itu untuk bersiap, maka tidak untuk sekarang, ia sudah tidak sudi lagi. Juga tadi saat Salma terbangun. Ia tahu jika suaminya itu akan kesiangan jika tidak dibangunkan. Tapi, Salma seolah membiarkan Amar merasakan akibat dari perbuatannya yang sudah membuat hatinya sakit. Salma tak mau lagi melayani Amar dalam bentuk apapun.

"Mobilnya akan aku bawa," jawab Salna santai sembari menikmati bubur ayam yang dibelinya di depan pintu masuk komplek tadi pagi.

"Lho, kok, gitu? Biasanya kamu, kan, bawa motor? Mobilnya aku yang bawa," protes Amar tak terima.

Memang, biasanya mobil itu digunakan oleh Amar untuk pergi ke kantor dan Salma mengalah dengan hanya menggunakan motor matic yang juga miliknya karena salon miliknya terletak tak jauh dari rumah.

"Suka-suka aku, dong. Itu mobilku, aku yang membelinya."

Tak lama, Ayu pun keluar dari kamar dengan pakaian rapi. Sepertinya anak itu akan pergi ke kampus.

"Lho, mana sarapannya, Mbak?" tanya Ayu tak tahu malu.

Selama ini Salma memang mengerjakan semuanya sendiri tanpa bantuan ART. Karena ia sudah tak begitu sibuk di salon karena sudah ada penanggung jawabnya, Salma ingin lebih fokus mengurus rumah tangga. Urusan masak memasak juga Salma yang menyiapkan segala sesuatunya. Satu-satunya yang dikerjakan Ayu di rumah ini hanyalah mencuci pakaiannya sendiri. Itu pun menunggu hingga satu minggu sekali. Tempat jemuran akan penuh dengan pakaian Ayu di hari minggu.

"Kamu tanya sarapanku atau sarapanmu? Kalau sarapanku, sih, ini."

Salma menunjuk mangkuk berisikan bubur ayam dengan sendoknya, membuat Ayu melongo. Ia lantas menoleh ke arah Amar.

"Ya udah kalau gitu. Mas, kita sarapan di luar, yuk? Sekalian nanti anterin aku ke kampus." ajak Ayu pada Amar yang tak lagi dipedulikan oleh Salma yang makin asik menikmati bubur ayamnya.

Amar melirik Salma sekilas. Salma yang tak sengaja beradu tatap dengan suaminya itu lantas mengangkat bahunya tak acuh.

"Ya udah, ayo. Tapi, kita naik motor lagi, ya?"

"Apa? Kok, naik motor, sih, Mas? Naik mobil lah, Mas. Apa kata teman-temanku nanti kalau mereka tahu aku ke kampus naik motor. Bisa-bisa mereka ngira aku berangkat sama tukang ojek."

Ayu mencebikkn bibirnya dengan tangan terlipat di depan dada. Tak ingin melihat Ayu merajuk, Amar kembali memohon pada Salma agar diijinkan untuk menggunakan mobilnya.

"Salon kan deket, Sal. Kamu pakai motor aja, ya? Kasian, lho, Ayu. Dia hamil, masa harus naik motor."

Salma menghentikan acara menikmati bubur ayamnya. Ia geram dengan ucapan Amar barusan. Apa Amar tak sadar jika Salma juga tengah mengandung? Bahkan, saat kedua anak itu lahir nantinya, anak Salma lah yang akan mendaptkan hak penuh atas diri Amar dan seluruh hartanya.

Salma lantas berdiri, berkacak pinggang dan menatap sang suami dengan tatapan nyalang. Kunci mobil dan motor yang sebelumnya ia letakkan di atas meja di samping mangkuk buburnya itu pun ia angkat tepat di depan wajah Amar.

"Kamu gak mau pake motor buat nganter selingkuhan kamu?"

Ayu mendelik mendengar ucapan sang kakak. Ia merasa tak terima, hendak menyangkal, tapi Salma kembali bersuara.

"Kalau gitu, naik angkot saja, sana! Ingat ya, Mas, mobil dan motor itu aku beli pakai uangku. Sepeserpun gak ada uangmu di dalamnya. Jadi, itu semua hakku. Sudah untung aku mau meminjamkan motor untukmu."

Hilang sudah selera makan Salma. Meski bubur ayamnya belum habis, Salma memutuskan untuk pergi dari hadapan Amar dan Ayu. Baru beberapa langkah, Salma berhenti dan menoleh kembali ke arah dua orang yang masih mematung di tempatnya.

"Oh ya, kalau kamu lupa, bukan cuma selingkuhan kamu itu aja yang hamil, Mas, tapi aku juga. Bahkan, saat anak ini lahir nantinya, dia lebih berhak atas dirimu dan seluruh hartamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 82 Ungkapan Cinga

    Salma terus meremat tangannya sendiri saat ia menunggu hasil dari pemeriksaan dokter terhadap Rega di dalam sana. Salma sangat khawatir saat tadi ia mendapati Rega pingsan di dalam mobil.Seketika ia berteriak meminta tolong pada beberapa warga yang kebetulan lewat. Karena semua pintu mobil sudah terkunci dari dalam, Salma terpaksa meminta para warga untuk memecahkan kaca jendela. Biar, nanti ia yang akan menanggung semua kerusakannya."Gimana, Dok? Apa keadaannya parah?" tanya Salma saat seorang dokter keluar dari bilik tempat Rega ditangani."Kami harus memastikannya lebih dulu. Untuk itu, dokter Rega akan dirawat di rumah sakit ini untuk beberapa hari ke depan. Benturan di kepalanya sepertinya cukup keras hingga dia kehilangan cukup banyak darah. Beruntung stok darah yang dibutuhkan saat ini sedang tersedia. Dia juga akan menjalani beberapa pemeriksaan untuk mengetahui apakah benturan itu membuatnya mengalami luka dalam."Penjelasan dari dokter

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 81 Ada apa dengan rega

    Salma memutuskan untuk pulang dan menunda menjual mobilnya. Suasana hatinya sedang tak baik. Rega yang merasa khawatir akhirnya memaksa Salma untuk ikut bersama mobilnya. Ia menyuruh sopir pribadi sang mama untuk mengambil mobil Salma dan mengantarnya ke rumah Salma."Kamu yakin gak apa-apa?" tanya Rega lagi saat melihat Salma tengah memijat pelipisnya."Gak apa-apa, Mas," jawab Salma datar. Ia hanya ingin segera sampai di rumah.Tak sampai seperempat jam, mobil Rega sudah memasuki area pekarangan rumah Salma. Salma buru-buru membuka pintu. Begitu pula dengan Rega yang buru-buru keluar karena ingin membukakan pintu untuk Salma."Salma!" pekik Rega saat Salma nyaris ambruk ketika turun dari mobil.Kesadarannya masih ada dan Rega hanya memapahnya menuju ke dalam rumah. Rega mendudukkan Salma pada sofa panjang di ruang tamunya."Bentar, ya. Aku mau ambil peralatan dulu di mobil.Salma hanya mengangguk. Kepalanya tiba-tiba p

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 80 Perdebatan Antar Saudara

    Suara Maya yang menggelegar mengundang atensi para pengunjung yang ada di dalam showroom tersebut. Haris kelabakan saat melihat kakaknya membuat keributan di tempatnya."Mbak Maya, jangan bikin ribut disini, Mbak!" tegur Haris yang merasa tak enak dengan para pengunjung.Maya menyentak tangan Haris yang berusaha menenangkannya. Ia menatap Haris dan Salma bergantian. Salma sendiri masih terdiam. Bingung harus menanggapi Maya seperti apa."Kamu mau bela dia, Ris? Kamu mau bela orang yang mau manfaatin mama?""Gak ada yang mau belas siapapun, Mbak. Aku cuma gak mau Mbak Maya dilihatin banyak orang kaya gini. Malu, mbak!"Maya baru sadar dengan apa yang ia lakukan. Setelahnya, ia menatap bengis ke arah Salma."Kamu, ayo ikut aku masuk ke ruangan Haris. Ada yang ingin aku bicarakan!" tukas Maya seraya meninggalkan Salma dan Haris yang masih mematung di tempat."Maya?" Maya menghentikan langkahnya saat Rega yang memang mengena

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 79 jual beli mobil

    "Pokoknya aku gak mau tahu ya, Mas. Ganti uang itu!" bentak Ayu pada Amar yang kini sudah kembali masuk ke dalam rumah."Berisik banget sih, Yu! Uang yang kita pinjam dari bos Danu juga dipake buat nebus kamu ke temen kamu terus sisanya buat kamu belanja-belanja. Ya udah seharusnya kalau kamu punya uang kamu yang bayar utangnya."Ayu masih tetap tidak terima. Padahal, rencananya uang itu akan ia gunakan untuk membeli barang-barang pribadi miliknya."Dasar suami kere, gak guna! Nyesel aku mau jadi selingkuhanmu!" bentak Ayu tepat di depan wajah Amar.Ayu terkejut saat Amar melempar tatapam tajam ke arahnya. Kilat marah terlihat jelas di kedua bola mata sekelam malam tersebut. Amar mengayunkan langkah perlahan menuju ke arah Ayu.Tiba-tiba saja Ayu merinding. Belum pernah ia mendapati Amat menatapnya sedemikian tajam. Suara gemeretak dari tulang jemari Amar ketika ia mengepalkan tangan membuat Ayu bergerak mundur karena merasa terancam.

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 78 Penolakan Maya

    Maya tertawa hingga mengundang raut wajah kebingungan dari bu Anis."Mama ini lagi becanda, ya? Gak lucu tahu, Ma. Adik Maya, kan, cuma Haris," ucap Maya masih dengan tawa yang menguar dari bibirnya."Mungkin kamu tidak ingat, May. Karena memang sedari Mama melahirkan dia, dia sama sekali tak pernah bertemu denganmu. Kamu masih berumur tiga tahun, jelas saja jika kamu tidak ingat bahwa pernah menantikan kehadirannya."Bu Anis berucap dengan raut wajah serius. Maya menatap lekat manik sang mama. Jelas tidak ada kebohongan disana. Hal itu pun membuat Maya seketika terdiam. Entah kenapa, ia tak bisa menerima hal itu jika memang yang dikatakan oleh mamanya adalah sebuah kebenaran."Enggak! Mama pasti bohong. Adik aku cuma Haris, Ma! Cuma Haris!"Maya bangkit dari duduknya lalu beranjak menuju kamarnya. Pintunya sedikit dibanting saat ia menutupnya. Bu Anis maklum dengan sikap yang ditunjukkan oleh Maya.Sama halnya dengan Salma, Maya

  • Desahan di Kamar Adikku   Bab 77 Rumah Mewah

    Bu Asih berdiri, menatap kesal ke arah Salma yang menurutnya sangat tidak sopan. Sesekali melirik amplop cokelat yang terlihat tebal itu. Tentu ia tertarik, tapi melihat cara Salma, ia menjadi sebal."Kamu punya sopan santun gak sih, Sal? Udah dididik malah kurang ajar!""Maaf, Bu. Aku juga gak akan gini kalau Ibu gak memulainya. Aku sudah tahu semuanya, tentang siapa ibu kandungku. Meski saat ini aku belum bisa menerima sepenuhnya kenyataan yang ada, tapi aku tidak akan membiarkan jika Ibu atau Ayu ingin menghasutku, mengatakan hal yang tidak-tidak tentang bu Anis apalagi sampai Ibumemerasnya."Mata bu Asih membola, bagaimana bisa Salma mengetahui rencananya itu. Ia tahu Salma telah berubah. Anak itu tidak akan main-main dengan ucapannya."Kamu ngomong apa sih, Sal? Jangan ngaco kamu! Aku tidak ingin menghasut siapa-siapa. Aku hanya ingin kamu tahu jika ibu kandungmu itu tak lebih baik dari aku. Dia yang sudah memberikanmu padaku. Dan j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status