Share

Bab 11

Penulis: Queencard
Sita tidak mengatakan apa-apa kali ini. Dia membawa Bibi pergi dengan patuh.

Setelah Doni melihat Sita pergi, dia berbalik dan raut wajahnya langsung berubah dingin seperti dewa kematian. Selama bertahun-tahun dia tidak melakukan apa pun, tetapi kini Doni tidak tahan lagi. Beraninya mereka menganiaya Sita! Apakah mereka sudah bosan hidup!

Sekelompok pengawal membentuk lingkaran untuk menghalangi pandangan dari luar.

Doni memandang orang tua angkat Sita dengan sinis, sudut matanya seperti mengisyaratkan niat membunuh, “Tinggal di gudang kayu bakar? Tidak memberinya makan?”

“Itu karena kamar di rumah kami tidak cukup, lagi pula gudang kayu bakar sangat hangat.”

“Benar, saat itu kami sangat miskin, keluarga kami kelaparan.”

Doni tidak peduli. Dia tidak mengedipkan matanya sedikit pun. Belum sempat pria dan wanita paruh baya itu berucap, gigi mereka rontok beberapa, bahkan wajah mereka berlumuran darah.

Orang tua angkat Sita kini sangat menyesal. Doni memiliki tampang yang ganas. Dia tidak terlihat seperti orang kaya, tetapi lebih terlihat seperti preman.

Doni menggosok pergelangan tangannya, dan berkata dengan nada dingin, “Bawa mereka pergi, jangan sampai adikku melihatnya.”

Jika dia menakuti Sita yang lembut dan pemalu, di masa mendatang bagaimana Sita bisa melihat Doni sebagai kakak yang baik dan tidak kejam?

Doni berbalik dan kembali ke restoran, raut wajahnya berubah menjadi sangat lembut ketika melihat Sita, “Pesan apa pun yang ingin kamu makan.”

Sita melirik ke sisi lain lobi dan menemukan bahwa orang tua angkatnya sudah pergi, Sita berkata dengan heran, “Di mana mereka?”

“Aku sudah berdiskusi dengan mereka dengan cara baik-baik. Mereka mungkin merasa malu lalu pergi.”

Tatapan mata Sita menunjukkan keraguan, bagaimana mungkin orang tua angkatnya begitu mudah diajak berdiskusi?

Doni diam-diam mengambil handuk dan menyeka darah yang tersisa di jari-jari tangannya, “Jika mereka berani datang lagi, langsung hubungi aku.”

Sita sekarang agak menerima Doni yang ada di depannya, dia melirik menu yang harganya mahal, lalu bertanya, “Apakah kamu kaya?”

Doni membeku, otaknya segera berpikir cepat.

Doni mencoba mengingat apa yang dikatakan istrinya tadi?

Berpura-pura miskin!

Hitungan detik, Doni menjawab dengan tegas, “Tidak.”

“Tapi kamu tadi mengatakan 200 miliar?”

“Itu hanya untuk membohongi mereka.”

“Tapi hotel dan restoran ini mahal.”

“Aku pernah bekerja di sini, ada paket untuk karyawan yang sebenarnya sangat murah.”

Bibi masih tidak percaya, “Bagaimana dengan helikopter? Lalu beberapa pengawal ini?”

“Semua itu sewaan.”

Doni menatap pengawal di dekatnya dan mengeluarkan sejumlah uang, “Terimalah, ini gaji untuk hari ini.”

Pengawal itu bingung, “Uang ini harus diterima atau tidak?”

Doni mengangkat kelopak matanya, “Menurutku, kalian pantas menerimanya.”

Pengawal dengan cepat mengambil uang itu dan segera berbalik meninggalkan tempat.”

Sita melirik Doni, “Kalau begitu, kamu tadi memang sengaja berpura-pura untuk membuat mereka takut?”

“Iya, lagi pula ini pertama kalinya aku menemuimu, jadi harus selalu terlihat kaya.”

Doni menyadari bahwa Sita agak menerimanya. Dia langsung berpikir bahwa keputusan tadi sudah tepat. Mulai hari ini, dia akan berpura-pura menjadi orang miskin.

Bibi bertanya, “Lalu apa pekerjaanmu?”

Doni kembali terdiam. Dia tidak bisa mengatakan bahwa dia adalah pemilik perusahaan properti, tapi sepertinya tidak baik berbohong kepada Sita. Doni menjawab dengan samar, “Saya bekerja di perusahaan properti.”

Benar, perusahaan yang menjual rumah.

Meskipun perusahaan itu miliknya.

Bibi tiba-tiba menyadari, “Oh, bisnis properti. Sebenarnya, tidak peduli apa pekerjaanmu, kita hanyalah orang biasa. Sita bukan orang yang memandang rendah orang miskin dan memuja orang kaya. Baginya selama kamu memperlakukannnya denga baik, kamu tidak perlu membuang uang untuk berpura-pura seperti ini.”

Sita mengangguk, “Benar, aku tidak peduli hal ini.”

Keluarga Sita sebenarnya kaya, tetapi Sita tidak terbiasa dengan lingkungan seperti itu.

“Karena kamu tidak menyukainya, lain kali aku tidak akan berpura-pura lagi.”

“Lalu saudara yang lain pekerjaannya apa?”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Desakan Perceraian dari Saudara Laki-Laki   Bab 810

    Setelah mendengar perkataan itu, mata Vina menunjukkan ekspresi kecewa. Mengapa perawat itu tidak membuang sumsum tulangnya? Pasti sangat seru jika seandainya sumsum tulang itu dibuang.Nyonya Handoyo segera berkata, “Nak, kamu lihat, sumsum tulang itu baik-baik saja. Aku hanya ingin berjaga-jaga. Tapi lihatlah, Sisi telah membuatku dan Vina sampai seperti ini, dia harus bertanggung jawab untuk perbuatannya dan harus minta maaf kepada kami.”Sisi yang berdiri di ambang pintu mendengar percakapan kedua perempuan itu, matanya mencibir. Mereka bahkan masih ingin dia meminta maaf, sungguh konyol.Namun, Sisi tidak bersuara, hanya memandang pria yang membelakanginya, ingin mengetahui bagaimana pria itu menangani ini.Suara Husein sangat dingin, “Ibu, apakah kalian tidak tahu apa konsekuensi dari tindakan kalian kali ini? Lagipula, dia bukan lagi Sita yang lemah seperti dulu, dia adalah putri Keluarga Syailendra.”Nada bicara Nyonya Handoyo agak cemas, “Meskipun dia adalah putri Keluarga Sy

  • Desakan Perceraian dari Saudara Laki-Laki   Bab 809

    Sisi mendengar perkataannya dan menoleh menatap Husein. Tatapan pria itu sedalam tinta.Apa lagi yang ingin dia katakan?Suara pria itu tenang, “Ibuku masih di rumah itu.”“Aku hampir melupakan hal itu jika kamu tidak mengatakannya. Aku belum menyelesaikan masalah itu, bagaimana bisa aku pergi begitu saja?”Sisi tadi sibuk mengatur pengiriman sumsum tulang itu kembali, dan dirinya merasa seperti melupakan sesuatu. Sekarang, kebetulan Husein mengingatkannya.“Jadi bagaimana caramu menangani masalah ini?”“Kamu akan tahu begitu sampai di sana, beberapa hal harus ditangani secara langsung. Kebetulan, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan pada Vina.”Sisi berbalik dan menatap sekretarisnya, “Kamu urus dulu pengiriman sumsum tulang ke bandara terlebih dahulu, aku akan segera ke sana setelah menyelesaikan urusan di sini.”Husein dan Sisi meninggalkan rumah sakit bersama.Sisi duduk di dalam mobil dan melihat helikopter lepas landas dari rooftop rumah sakit. Barulah dia mengalihkan pandangan

  • Desakan Perceraian dari Saudara Laki-Laki   Bab 808

    Keduanya saling menegang untuk beberapa saat.Akhirnya, Husein berkata dengan suara rendah, “Aku tidak akan menghentikanmu untuk mengirim sumsum tulang itu kembali ke Manado.”“Itu adalah pilihan yang terbaik.”Setelah mendengar Husein menyetujui, Sisi tidak menunda lebih lama lagi.Dia memberi perintah kepada dokter penanggung jawab yang menunggu di luar, “Persiapkan segala sesuatunya untuk pengiriman sumsum tulang kembali ke Manado.”Sisi bertanya kepada asistennya, “Apakah helikopter sudah siap?”Asisten mengangguk, “Sudah, sekarang sedang menunggu di rooftop. Begitu sumsum tulang dibawa naik, kami akan segera lepas landas. Kami akan memantau seluruh proses dengan pengawasan ketat, kali ini kami pastikan tidak ada masalah.”“Baguslah, terima kasih atas kerja keras kalian. Ingat untuk tetap berkomunikasi selama perjalanan.”Selama sumsum tulang belum sampai ke Manado, Sisi tidak bisa benar-benar merasa tenang.Pada saat ini, Sisi menerima telepon dari Zidan, dan terdengar suara berat

  • Desakan Perceraian dari Saudara Laki-Laki   Bab 807

    Husein melihat ekspresi waspada Sisi, “Bisakah kita bicara empat mata?”Sisi mengangguk, dan langsung meminta dokter yang bertanggung jawab serta pengawal untuk keluar.Bagaimanapun, ini adalah Surabaya. Jika sekarang dia langsung bertengkar dengan Husein, maka urusan selanjutnya akan menjadi sulit.Dia tidak ingin ada kesalahan pada saat genting seperti ini!Tak lama kemudian, hanya tersisa mereka berdua di ruangan, namun suasananya sangat tegang.Sisi langsung berkata kepada Husein, “Apa yang ingin kamu bicarakan?”Tadi, Husein bahkan menghentikan dokter untuk mengatur pengiriman sumsum tulang ke Manado. Apakah dia sekarang berubah pikiran?Husein berkata, “Dengan semua yang telah terjadi, menurutku lebih baik pengobatan terakhir dilakukan di Surabaya. Bagaimana menurutmu?”Sisi terkejut, ternyata tebakannya benar.Dia sudah menduga bahwa pria anjing ini akan membuat permintaan seperti itu.Sisi menjawab dengan tenang, “Aku tidak merasa begitu.”Husein mengerutkan kening, “Jika masal

  • Desakan Perceraian dari Saudara Laki-Laki   Bab 806

    Husein menatapnya dengan serius, tenggorokannya sedikit bergerak-gerak, “Bahkan jika Taufan adalah anakku, apakah kamu masih tidak peduli?”“Apa yang perlu dipedulikan? Lagipula kita sudah bercerai, entah dengan siapa pun kamu memiliki anak, itu tidak ada hubungannya denganku.”Sisi menjawab dengan nada yang sangat tenang dan tidak peduli.Melihat sikap dingin Sisi, Husein langsung menarik dasinya dengan kesal. Meskipun secara hukum memang benar, mendengar kata-kata itu membuatnya merasa sedikit tertekan.Kemudian, sepanjang perjalanan mereka tidak saling berbicara, dan kendaraan bergegas menuju rumah sakit dengan kecepatan tertinggi.Dalam perjalanan, Sisi sudah menyuruh orang untuk pergi ke rumah sakit menemukan perawat yang disebutkan oleh Vina, untuk mencegah perawat itu melarikan diri setelah mengetahui berita tersebut.Sisi dan Husein tiba di rumah sakit dan akhirnya bertemu dengan perawat tersebut.Pada saat ini, perawat itu sudah gemetar ketakutan. Dia baru saja ditangkap dan d

  • Desakan Perceraian dari Saudara Laki-Laki   Bab 805

    Vina tiba-tiba merasa sedikit gelisah karena dia tidak bisa memastikan apakah perawat itu benar-benar menyimpan sumsum tulangnya. Jika tidak, bukankah Sisi akan benar-benar melukai putranya?Bagaimanapun, putranya masih di tangan Sisi sekarang!Vina hanya bisa dengan cemas memohon kepada Husein, “Kak Husein, kamu sudah berjanji padaku bahwa kamu akan melindungi Taufan selama hidupmu. Kamu tidak bisa mengingkari janjimu.”Nada bicara Husein dingin, “Aku bahkan tidak bisa melindungi putriku, apalagi putra orang lain.”Vina melihat sikap tegas Husein, sehingga membuat hatinya hancur, “Bibi Handoyo, kamu sangat menyayangi Taufan!”Nyonya Handoyo terkejut dan berkata, “Nak, apakah maksudmu Taufan bukan anakmu? Apa yang terjadi?”Vina segera menyela, “Taufan adalah anak dari Keluarga Handoyo. Husein bilang dia ingin memperlakukan Taufan seperti anaknya sendiri! Apa bedanya dengan anak kandung?”Nyonya Handoyo benar-benar tercengang. Dia tidak pernah menyangka bahwa Taufan bukanlah putra Huse

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status