Pandangan mata Selena seakan hampa. Dia tak dapat menahan rasa sesak didalam dadanya, bulir-bulir air mata terjatuh dipipinya.
"Apa yang telah aku lakukan." Selena terisak, tubuhnya bergetar.
Selena menjatuhkan dirinya dilantai kamar mandi. Lantai kamar mandi yang dinginnya seakan menjalar memasuki seluruh sendi-sendi didalam tubuhnya. Bulir-bulir air mata seakan terus keluar bagaikan air hujan, dia meratapi kesalahannya.
Seharusnya keperawanannya dia berikan pada Oliver bukan pada pria asing itu, mau taruh dimana wajahnya nanti jika dia bertemu dengan Oliver. Apa lagi perkataan pria asing itu mengatakan kalau dia membelinya, kepala Selena makin pusing mengingat semua hal tersebut.
"Apa yang harus aku lakukan." Selena terisak, dia menangis menyesali semua yang telah terjadi.
Pikiran Selena terbawa kembali pada malam kejadian saat dia bersama pria itu sebelum masuk ke dalam kamar hotel.
Ia dengan takut-takut masuk ke dalam kamar hotel. Badannya bergetar tapi dia merasa ada yang aneh pada dirinya, setelah dia minum air mineral dari Veronica badannya mendadak menjadi panas, dia menjadi bergairah.
Selena melihat sekelilingnya gelap. Dia teringat Oliver menyuruhnya untuk masuk walau gelap. Selena duduk di ranjang dan tangan seorang pria menyentuh tubuhnya.
Tubuh Selena meremang saat ada yang memeluknya dari belakang dan menjilati lehernya. Selena bagaikan sengatan listrik. Lidah Oliver menjilati lehernya membuat Selena makin bergairah.
Mereka berciuman mesra sangat mesra, ciuman Oliver begitu berbeda. Selena sampai kewalahan membalas lumatan-lumatan Oliver.
Entah sejak kapan semua pakaian yang dia kenakan sudah tak lagi melekat dibadannya. Dalam keadaan gelap Selena merasakan belaian lembut tangan Oliver berada dipayudaranya. Mencecapi putingnya dan meremas payudaranya dengan pelan lalu berubah menjadi remasan kasar.
Lidah Oliver bergeleria dibagian-bagian sensitif tubuhnya. Jilatan demi jilatan menuju perutnya terasa sangat luar biasa, dia seperti dimandikan oleh lidah Oliver. Kedua pahanya dibuka secara perlahan, tangan Oliver membelai lembut kedua gunung kembarnya dengan bersamaan dia merasakan sesuatu yang besar dan tegang bergesek di sekitaran organ intimnya. Selena sudah tak tahan dia ingin bagian sensitif Oliver segera masuk ke dalam miliknya.
"Miliki aku seutuhnya... aku tak tahan lagi sayaaaang," desah Selena.
Tubuh Selena menggeliat disaat yang bersamaan dan secara perlahan ujung benda yang mengeras itu berusaha masuk ke dalam miliknya, walau dalam keadaan gelap, tapi dia yakin benda itu besar. Hanya dengan dua kali hentakan masuk ke dalam intinya dengan sempurna. Bagian sensitif Selena terasa sesak dan penuh.
Blesss..
"Aaah saaakiiit," pekik Selena saat merasakan seperti ada yang sobek di dalam bagian sensitifnya.Tubuh pria itu berhenti sejenak, dia diam sebentar menunggu wanita yang berada dibawahnya terbiasa dengan miliknya. Setelah dirasanya cukup bagi bagian sensitif wanita itu terbiasa dengan miliknya, dia melumat bibir Selena dengan mesra dan secara perlahan dia menggerakkan pinggulnya.
"Percaya padaku ini akan sangat nikmat." suara Oliver terdengar sangat serak dan berbeda. Selena tidak memperdulikannya lagi, dia ingin segera terpuaskan.
"Lakukan lah sayang, aku milikmu.. hanya milikmu."
Pinggul Oliver bergerak keluar masuk ke bagian sensitif Selena. Awalnya terasa sakit dan perih tapi secara perlahan berubah menjadi sangat nikmat. Gesekan-gesekan menyentuh dinding-dinding bagian sensitif miliknya, tak pernah dia merasakan sensasi yang nikmatnya tiada tara.
Lamunanya terenggut paksa kembali saat mendengar suara Devan yang memanggilnya dari luar kamar mandi. Ia mengusap air matanya, ingatannya tentang kejadian tadi malam begitu menyesakan dadanya."Hei sedang apa dikamar mandi kenapa lama sekali," ujar Devan heran.
"Aku sebentar lagi keluar."Selena tak bisa berkata apapun lagi, menangis pun dia sudah tak sanggup lagi.
"Siapa namamu?" tanya Devan.
"Selena." "Berapa umurmu?" "26 tahun."Selena dan Devan tak melanjutkan pembicaraan mereka, mereka hanya duduk berdua dalam diam.
"Aku pergi dulu," ujar Selena.
"Tunggu ini untukmu." Devan memberikan selembar cek bernilai fantastis. "Untuk apa ini?" tanya Selena bingung. "Bonus untukmu." "Tuan, saya tidak menjual diri kepada anda! Tadi malam juga bukan malam yang indah dalam hidup saya. Keperawanan saya sudah dirampas oleh pria yang saya sendiri tidak tahu siapa anda! Malam itu merupakan malam terkutuk dalam hidup saya!" "Malam terkutuk katamu? Kamu saja meminta lebih tadi malam, mendesah tak karuan. Ini yang kamu sebut malam terkutuk?" ujar Devan kesal. Baru kali ini ada seorang wanita yang menyesal telah tidur dengannya. "Tuan, sudah saya katakan kepada anda! Kalau saya tidak berniat menghabiskan malam dengan anda. Anda mungkin terbiasa membayar wanita setelah memakainya, tapi jangan sama kan saya dengan wanita yang biasa anda tiduri!" "Ooh rupa nya begitu. Benarkah kamu berbeda dengan wanita-wanita yang kamu sebutkan itu? Aku meragukannya." Devan menaikan salah satu alisnya. "Tuan tolong gunakan pikiran anda! Saya mengira anda adalah kekasih saya. Saya bermaksud menyerahkan segala yang saya miliki pada Oliver sebagai bukti saya mencintainya. Anda pikir malam itu adalah hal yang membahagiakan bagi saya?" "Tentu membahagiakan wanita mana yang menolak tidur denganku tapi aku memilihmu dan membayarmu 300 juta!" "Wow semahal itu kah saya? Siapa yang menjual saya, tuan?" "Aku membelimu dari seorang kenalan ku yang memang perkerjaannya jual beli wanita, jadi yang menjualmu aku pun tidak tahu. Aku tidak berhubungan langsung dengan penjualmu, bukan salahku jika kamu berakhir denganku dikamar ini."Devan melihat wanita dihadapannya dengan tajam. "Kamu sendiri dengan sadar datang ke kamarku tanpa paksaan nona Selena."
"Terserah apapun perkataan anda, tuan! yang jelas saya tidak akan pernah mau lagi bertemu dengan pria sepertimu lagi. Ini pertama kali kita bertemu dan ini terakhir kali kita bertemu," ujar Selena lalu pergi meninggalkan Devan.Selena berjalan perlahan di koridor hotel, dia benar-benar bodoh. Kenapa dia bisa berakhir seperti ini.
Ponselnya berdering dia melihat nama Oliver tertera di layar ponsel, tapi Selena tak ingin mengangkatnya. Dia terlalu malu untuk berbicara dengan Oliver sekarang.
Begitu tiba di lobby hotel Selena kaget melihat ada ibu Oliver disana. Merry, ibu Oliver melihat rendah dirinya.
"Ooh bagus yaa kelakuanmu? Dengan siapa kamu di hotel ini?" tanya Merry curiga.
"Saya hanya bertemu dengan rekan kerja," jawab Selena dengan gelisah. "Apa kamu bermalam dengan seorang pria? Lihat penampilanmu seperti seorang perempuan malam dan lehermu banyak sekali tanda-tanda menjijikan itu." Merry melihat banyak kiss mark dileher Selena.Selena kaget, dia tidak menyadari kalau ada beberapa kiss mark dibuat oleh pria tersebut.
"Maaf tante Merry saya permisi dulu." Selena akan pergi meninggalkan Merry tapi tangannya ditarik oleh Merry.
"Tunggu Selena." "Ada apa ya tante?" "Tinggalkan Oliver, anakku lebih pantas bersama wanita yang lebih baik dan wanita itu bukan kamu!"Selena menutup matanya, dia sudah menduga kalau ini akan terjadi, Merry ibu Oliver memang tak menyukai dirinya.
"Apa maksud tante? Apa jangan-jangan tante, dalang dibalik semua kejadian ini?"
"Haha kamu memang pintar Selena pantas saja anakku tergila-gila pada wanita rendahan sepertimu. Yaa aku yang melakukan semua ini dan aku yang menikmati uangnya. Apa kamu tidak malu jika bertemu Oliver dengan keadaanmu yang sudah tak suci lagi?"Selena menahan emosinya, dia tak menyangka semua kejadian yang dia alami sekarang karena ulah ibu dari pria yang dia cintai.
"Anda sungguh licik tante Merry, apakah Oliver tahu tentang kelakuan anda? Jika Oliver tahu kalau ibu nya yang tersayang dan terhormat menjual kekasihnya, apa yaa yang akan Oliver lakukan?" Balas Selena.
"Oliver itu anakku dan aku tahu sifat putra yang ku lahirkan. Aku yakin dia tak akan mempercayai wanita ular sepertimu, sungguh kasian kamu Selena haha," ujar Merry dengan tertawa bahagia.Selena mendengar suara tawa Merry bagaikan suara nenek sihir yang sering ada di dongeng disney. Menakutkan dan membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri. Ia tak memperdulikan semuanya ingin secepatnya kembali ke apartementnya dan berharap semua ini hanya mimpi buruk.
Keesokan harinya... Selena bangun dari tidurnya dan melihat hari sudah berganti, dia berharap kalau kejadian kemarin hanya lah mimpi buruk. Selena secepatnya melihat lehernya di cermin tapi ternyata itu hanya dalam pikirannya saja, kiss mark dilehernya masih ada dan berarti kejadian malam kemarin bukanlah mimpi tapi kenyataan. Selena menangis lagi, dia benar benar bodoh. Selena menyadari ada yang aneh, jika memang ibu Oliver yang melakukan semua ini padanya tapi kenapa Oliver berbicara padanya dan memberikan kartu kamar hotel pada Veronica. Ting... Tong... Suara bel pintu apartement Selena berbunyi, dia yakin kalau itu Oliver. Selena memilih untuk diam tak ingin bertemu Oliver, ponsel Selena berbunyi dia dengan cepat mengambil ponselnya. Ada nama Oliver dilayar ponselnya, Selena dengan cepat memindahkan dalam mode mute. Selena hanya bisa menangis sambil melihat ponsel dalam genggamannya. "Maafkan aku Oliver, aku tak pantas untukmu." Tak lama ada pesan masuk diponselny
Selena dengan kesal melihat kertas yang diberisikan nomor ponsel lelaki tersebut, nama saja sampai sekarang dia tidak tahu malah menyuruh dia untuk menghubungi pria itu. Selena ingin membuang ketempat sampah nomor ponsel pria itu tapi dia ragu akhirnya menyimpan kertas berwarna kuning tersebut. "Lena ayo kita pulang," kata Oliver yang tiba-tiba sudah berada di belakang Selena. "Yaa ampun Oliver, kamu mengagetkan aku," ujar Selena mengelus dadanya. Di dalam mobil Oliver, Selena hanya diam. Pikirannya masih mengingat kejadiannya di hotel dan direstoran tadi. "Lena untung saja yang nabrak mobilku mau bertanggung jawab jika tidak mama pasti akan memarahiku," ujar Oliver. "Iya." "Maaf yaa sayang karena kejadian tadi merusak makan malam kita, aku berjanji akan menebusnya sabtu malam besok." "Ga apa-apa Oliver." Mereka kembali diam, Selena ingin menanyakan tentang kejadian malam itu. "Oliver, kamu menunggu aku dikamar hotel nomor berapa kemarin?" tanya Selena. "Eeh iya.
Keesokan harinya... Selena akan berangkat untuk berkerja, dia memasak sarapannya sendiri. Dia terbiasa melakukan semua hal sendiri, tapi dia masih lebih beruntung dari pada harus dirumah keluarga Handoko. Keluarga yang selalu memperlakukannya seperti asisten rumah tangga. "Aku harus selalu bersyukur atas apa yang ku capai sampai hari ini tidak boleh mengeluh." Selena berusaha menyemangati dirinya sendiri. Selena berangkat ke kantor menggunakan transportasi online, dia belum mampu membeli kendaraan pribadi. Begitu tiba di kantor, Selena heran melihat beberapa temannya berkumpul seperti sedang mendiskusikan sesuatu atau lebih tepatnya sedang bergosip. "Hei ada apa? kenapa? Ada gosip apakah ini?" tanya Selena dengan penasaran. "Eeh, Lena kamu udah datang, sini gabung. Ada berita terbaru tentang bos kita," ujar Riana salah satu teman Selena di kantor. "Bos kita? Maksudmu bu Serly?" tanya Selena yang masih kebingungan. "Aduuh, non bukan bu Serly, tapi CEO yang baru katanya
Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano. Flashback "Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan. "Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu." Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan. "Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas. "Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu." Flashback off "Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me
Veronica sangat sedih Devan memutuskan hubungan mereka hanya karena hal sepele. Apakah salah jika dia ingin mengejar cita-citanya sebagai pelukis? Dia juga merasa heran, bukannya Deva dulu tertarik padanya saat dia sedang melukis, tapi kenapa sekarang semua berbeda. Veronica menjadi kekasih Devan, walau harus selalu melayani napsu besar laki-laki tampan tersebut. Gaya Devan bercinta yang selalu liar dan berganti-ganti gaya dengan kejantanannya yang besar dan berurat menjadi kesukaannya. Seharusnya Devan mendukungnya dalam meraih impiannya menjadi seorang pelukis terkenal bukan malah memutuskan hubungan mereka. Di saat dia gundah ingin sekali menghubungi Selena, tapi berkali-kali dia menelepon sahabatnya tak kunjung juga ada jawaban. Dia berpikir mungkin saja Selena sedang sibuk dan lagi bahagia dengan kekasihnya, Oliver. Apa yang dipikirkan Veronica tentang Selena tidak sepenuhnya benar. Gadis itu menjadi lebih baik emosionalnya setelah dia mengungkapkan segalanya pada Oliver. Dia
Selena tetap pada pendiriannya berhenti kerja di Johansson Group. Sudah 3 hari ia mencari kerja, tapi sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan. Hampir 20 perusahaan ia melamar pekerjaan dan hasilnya ditolak. Ia yakin itu semua merupakan intervensi dari Devan yang memang sengaja membuatnya tidak mendapatkan pekerjaan dan harus kembali ke Johansson Group. Hari sudah menjelang malam, mau tak mau ia harus kembali ke apartemennya. Ia tetap tidak mau menyerah untuk mencari pekerjaan besok. Begitu tiba di apartemen, ia terkejut ada Devan di depan pintu unit kamarnya. Ngapain nih orang ke sini? Apa mau ganggu aku lagi. Selena berkata dalam hatinya."Selamat malam, Selena," sapa Devan dengan tersenyum kecil. "Malam. Ngapain Pak ke apartemen saya?" tanya Selena ketus. "Mau ketemu kamu." "Tapi saya ga mau ketemu Pak Devan. Sudah Pak pulang saja jangan ganggu saya." Selena mengusir Devan dengan lambaian tangannya. "Hmm… Aku mau nangih hutang ke kamu." Selena mengernyitkan dahinya mend