Pernikahan Selena dan Devan sudah berjalan 2 tahun. Selama menjalani pernikahan untuk kedua kalinya mereka sangat mesra dan tak ada masalah berarti di keduanya selalu saja saling mengasihi dan menyayangi. Sean selalu saja bisa mendamaikan kalau Selena dan Devan bertengkar, apalagi saat Selena sedang stress dengan pekerjaannya sebagai penulis novel. “Jadi ini si tokoh pria harus pura-pura gak suka deh biar lebih masuk alur ceritanya,” ucap Selena pada dirinya sendiri sambil menatap layar laptop. Devan yang berada di sisi Selena melirik istrinya yang sudah seminggu ini sangat sibuk dengan novel barunya. “Apa aku buat si cowok selingkuh ya terus si cewek marah dan meninggalkannya.” Selena mengangguk-anggukan kepalanya sendiri. Devan kembali melirik Selena. Sudah 3 jam dia menunggu sang istri yang tak memperdulikannya. Dia ingin Selena memperhatikannya bukan hanya sibuk dengan novelnya saja. Apalagi sudah 3 hari dia tidak mendapatkan jatah harinya di atas ranjang. Adik kecilnya sudah
Selena tidak menyangka dalam semalam semuanya berubah. Seharusnya dia memikirkan semua sebab akibat yang dia lakukan. Hanya demi cinta dia rela menyerahkan keperawanannya pada kekasihnya. Tapi, ternyata keputusannya yang dia buat ternyata salah. Lelaki yang dia cintai, dipercaya ternyata sosok dibalik semua tragedi dan masalah dalam hidupnya. Oliver kekasih yang sudah menjalin hubungan 2 tahun dengannya tega menjualnya pada orang lain! Oliver menjual keperawanan Selena pada Devano Johanson. Hubungan cinta satu malam, membuahkan janin didalam rahim Selena. Devano jatuh cinta pada wanita yang telah dia beli, mengejar wanita yang telah berkali-kali menolaknya. Mencoba berbagai cara untuk memiliki wanita itu agar menjadi miliknya. Hanya miliknya bukan milik orang lain. Dengan segala perjuangan Devan, akhirnya dia berhasil memiliki hati Selena. Selena membalas cintanya. Tanpa Selena ketahui ada mata dan hati yang juga terluka atas hubungan mereka, Veronica sahabat Selena ternyata me
Selena menghela napas, menyiapkan hati agar tetap tenang berhadapan dengan kedua orang tua angkatnya. Terasa berat beban yang dia rasakan, hatinya resah saat akan berbicara dengan Tony Handoko, papa angkatnya. Tapi saat melihat senyuman indah Emilia, mama angkatnya semua kegundahan didalam hatinya menjadi berbeda. Selena seorang anak yatim piatu, saat umurnya 7 tahun dia diangkat sebagai anak oleh keluarga Handoko. Walau dia sering diperlakukan tidak seperti anak kandung oleh Tony, tapi dia juga merasa beruntung diangkat menjadi anak mereka. Dibandingkan dengan anak-anak lain yang masih berada dipanti asuhan tempat dia tinggal dulu. Tony Handoko terpaksa mengangkat Selena hanya sebagai anak pancingan. Mengambil seorang anak dan menjadikannya sebagai anak pancingan agar cepat mendapatkan anak kandung mungkin terkesan sedikit memaksa suatu keadaan. Akan tetapi inilah yang kadang dijadikan solusi sebagian keluarga yang merindukan hadirnya buah hati. Mungkin kata-kata itu terdengar
3 tahun kemudian. Tanpa terasa tahun berganti, sudah tiga tahun Selena tinggal di Jakarta, dia menikmati hidupnya dan berkerja di Johanson Grup. Selena memiliki seorang teman Veronica William dan sudah 2 tahun juga dia berpacaran dengan seorang pria bernama Oliver Wijaya. Veronica merupakan teman Oliver dan yang mengenalkan Selena dengan Oliver juga Veronica. "Kamu kenapa Lena? Wajahmu gusar begitu?" tanya Veronica. "Aku takut nih," kata Selena pada Veronica. "Udah santai aja. Memang sih ini pengalaman pertamamu dengan Oliver, tapi aku yakin nanti kamu akan menikmatinya hihihi." Veronica terkekeh teringat dengan kelakuannya sendiri. "Kalau pengalaman hubungan seksualmu yang pertama gimana?" "Hubungan seksualku yang pertama ya." Veronica tersenyum mengingat pertama kali dia berhubungan seksual dengan mantan kekasihnya. "Enak dan nikmat, setelah itu aku malah ketagihan." "Kamu kan udah 2 tahun pacaran sama Oliver, kayanya bukan masalah lagi deh. Udah ga apa-apa, nikmat
Sinar mentari pagi bersinar dengan indah, tetapi sinar mentari pagi seakan kalah indah dengan senyuman Selena. Keadaan Selena sekarang sudah merubah, kemarin dia masih menjadi seorang gadis tapi hari ini dia sudah menjadi seorang wanita. Selena tersenyum sendiri mengingat tadi malam dia melakukan hubungan intim dengan Oliver. Sangat nyaman berada dalam pelukan Oliver, walau tadi malam dia tidak bisa beristirahat karena napsu Oliver yang ternyata mampu membuatnya kewalahan melayaninya. Tadi malam Selena juga merasa ada berbeda, dia menjadi lebih bergairah. Selena merasa dia seperti orang yang haus akan keinginan napsu duniawi, memohon, dan meminta Oliver untuk menyentuhnya, menjamahnya, menghujam berkali-kali tanpa lelah, melakukan lagi dan lagi. Hasrat tersebut benar-benar sangat nikmat dan memuaskan. Benar kata Veronica, saat benda besar dan perkasa itu masuk kedalam bagian intimnya akan terasa penuh. Seakan bagian sensitifnya terasa sempit dan sesak. Apa lagi saat benda besa
Pandangan mata Selena seakan hampa. Dia tak dapat menahan rasa sesak didalam dadanya, bulir-bulir air mata terjatuh dipipinya. "Apa yang telah aku lakukan." Selena terisak, tubuhnya bergetar. Selena menjatuhkan dirinya dilantai kamar mandi. Lantai kamar mandi yang dinginnya seakan menjalar memasuki seluruh sendi-sendi didalam tubuhnya. Bulir-bulir air mata seakan terus keluar bagaikan air hujan, dia meratapi kesalahannya. Seharusnya keperawanannya dia berikan pada Oliver bukan pada pria asing itu, mau taruh dimana wajahnya nanti jika dia bertemu dengan Oliver. Apa lagi perkataan pria asing itu mengatakan kalau dia membelinya, kepala Selena makin pusing mengingat semua hal tersebut. "Apa yang harus aku lakukan." Selena terisak, dia menangis menyesali semua yang telah terjadi. Pikiran Selena terbawa kembali pada malam kejadian saat dia bersama pria itu sebelum masuk ke dalam kamar hotel. Ia dengan takut-takut masuk ke dalam kamar hotel. Badannya bergetar tapi dia merasa ad
Keesokan harinya... Selena bangun dari tidurnya dan melihat hari sudah berganti, dia berharap kalau kejadian kemarin hanya lah mimpi buruk. Selena secepatnya melihat lehernya di cermin tapi ternyata itu hanya dalam pikirannya saja, kiss mark dilehernya masih ada dan berarti kejadian malam kemarin bukanlah mimpi tapi kenyataan. Selena menangis lagi, dia benar benar bodoh. Selena menyadari ada yang aneh, jika memang ibu Oliver yang melakukan semua ini padanya tapi kenapa Oliver berbicara padanya dan memberikan kartu kamar hotel pada Veronica. Ting... Tong... Suara bel pintu apartement Selena berbunyi, dia yakin kalau itu Oliver. Selena memilih untuk diam tak ingin bertemu Oliver, ponsel Selena berbunyi dia dengan cepat mengambil ponselnya. Ada nama Oliver dilayar ponselnya, Selena dengan cepat memindahkan dalam mode mute. Selena hanya bisa menangis sambil melihat ponsel dalam genggamannya. "Maafkan aku Oliver, aku tak pantas untukmu." Tak lama ada pesan masuk diponselny
Selena dengan kesal melihat kertas yang diberisikan nomor ponsel lelaki tersebut, nama saja sampai sekarang dia tidak tahu malah menyuruh dia untuk menghubungi pria itu. Selena ingin membuang ketempat sampah nomor ponsel pria itu tapi dia ragu akhirnya menyimpan kertas berwarna kuning tersebut. "Lena ayo kita pulang," kata Oliver yang tiba-tiba sudah berada di belakang Selena. "Yaa ampun Oliver, kamu mengagetkan aku," ujar Selena mengelus dadanya. Di dalam mobil Oliver, Selena hanya diam. Pikirannya masih mengingat kejadiannya di hotel dan direstoran tadi. "Lena untung saja yang nabrak mobilku mau bertanggung jawab jika tidak mama pasti akan memarahiku," ujar Oliver. "Iya." "Maaf yaa sayang karena kejadian tadi merusak makan malam kita, aku berjanji akan menebusnya sabtu malam besok." "Ga apa-apa Oliver." Mereka kembali diam, Selena ingin menanyakan tentang kejadian malam itu. "Oliver, kamu menunggu aku dikamar hotel nomor berapa kemarin?" tanya Selena. "Eeh iya.