Keesokan harinya...
Selena bangun dari tidurnya dan melihat hari sudah berganti, dia berharap kalau kejadian kemarin hanya lah mimpi buruk. Selena secepatnya melihat lehernya di cermin tapi ternyata itu hanya dalam pikirannya saja, kiss mark dilehernya masih ada dan berarti kejadian malam kemarin bukanlah mimpi tapi kenyataan.
Selena menangis lagi, dia benar benar bodoh. Selena menyadari ada yang aneh, jika memang ibu Oliver yang melakukan semua ini padanya tapi kenapa Oliver berbicara padanya dan memberikan kartu kamar hotel pada Veronica.
Ting... Tong...
Suara bel pintu apartement Selena berbunyi, dia yakin kalau itu Oliver. Selena memilih untuk diam tak ingin bertemu Oliver, ponsel Selena berbunyi dia dengan cepat mengambil ponselnya. Ada nama Oliver dilayar ponselnya, Selena dengan cepat memindahkan dalam mode mute.Selena hanya bisa menangis sambil melihat ponsel dalam genggamannya.
"Maafkan aku Oliver, aku tak pantas untukmu."
Tak lama ada pesan masuk diponselnya.
"Lena apa kamu baik baik saja? Kenapa tadi malam kamu tidak datang ke kamar hotel? Aku menunggumu semalaman Lena tapi ternyata kamu belum siap dan percaya padaku. Aku mengerti Lena, aku selalu menunggumu sampai kamu bisa percaya padaku. I love you, Selena."
Selena membaca pesan Oliver, dia yakin pasti ada sesuatu yang salah dengan semua ini. Oliver menunggunya tapi menunggu dikamar yang mana? Jelas jelas Veronica mengatakan padanya kalau Oliver yang memberikannya kartu kamar tersebut. Selena makin bingung, ada apa semua ini?
Selena menghubungi Veronica.
"Hallo Lena, bagaimana malammu dengan Oliver?" tanya Veronica dengan penasaran.
"Vero, aku mau nanya apa benar kartu kamar itu Oliver yang memberikan padamu?"
"Iya dong masa aku bohong. Apa Oliver ga ada dikamar itu? Aakh sayang sekali jika memang benar begitu," suara Veronica terdengar kecewa.
"Apa kamu yakin pria itu benar-benar Oliver Vero?"
"Yaa ampun Lena, harus berapa kali sih aku ngomongnya kalau pria itu Oliver. Eeh Lena udah dulu yaa aku mau ada kelas latihan melukis lagi nanti aku hubungi kamu lagi kalau ga sibuk." Veronica memutuskan hubungan ponselnya.
Selena bingung dia harus percaya pada siapa?
Berkali kali Oliver menghubunginya tapi selalu tak diperdulikan oleh Selena.
**************
Selena bersiap-siap untuk pergi ke kantor tempatnya berkerja, walau dia baru mengalami kejadian yang memalukan tapi dia harus tetap berkerja. Jika dia tak berkerja dari mana dia bisa memenuhi semua kebutuhannya.
Selena duduk dikursi kantornya, dia berkerja sebagai karyawan bagian keuangan di Johanson Group. Dia memegang kepalanya yang sebenarnya tidak sakit, dia pusing memikirkan semua kejadian ini.
Sepulang berkerja Oliver sudah menunggunya di lobby perusahaan dengan senyuman wajahnya.
"Lena aku merindukanmu sayang, jangan menghilang seperti itu lagi yaa."
"Oliver." "Iya Lena, ini aku."Selena melihat Oliver dengan sedih, ada berbagai pertanyaan ada dalam benaknya. Dia ingin bertanya pada Oliver tentang kejadian malam itu tapi dia takut untuk bertanya dan memilih untuk diam.
Selena dan Oliver makan malam berdua di salah satu restoran. Tanpa dia sangka disana ada pria malam itu, mata mereka saling bertemu tapi Selena langsung memalingkan wajahnya. Selena tak bisa fokus dengan Oliver yang seperti biasanya selalu memperhatikan dirinya.
Sementara itu Devan yang sedang makan malam juga tak menduga bisa bertemu dengan Selena di restoran tersebut. Mata mereka saling bertemu, Devan terus melihat Selena dan Selena dengan sengaja memalingkan wajahnya tak mau melihat dia.
"Pasti itu pria yang bernama Oliver," ujar Devan pada dirinya sendiri.
Devan tahu kalau Selena gelisah, terlihat jelas diraut wajah wanita itu. Devan menyuruh sekretarisnya untuk masuk ke dalam restoran dan menemaninya.
"Ada apa tuan Devan" tanya Andi sekretaris Devan.
"Kamu duduk disini temani aku." "Tapi saya...." "Sudah duduk saja jangan banyak bicara."Andi menuruti permintaan atasannya dan Devan melihat masih melihat ke arah Selena. Andi menjadi penasaran dan melihat kemana mata Devan berarah, Andi mengenali wanita itu. Dia wanita yang 2 hari lalu ditiduri oleh atasannya, wanita perawan yang bernilai 300 juta. Harga yang cukup mahal untuk seorang perawan yang bukan dari kalangan selebritis atau orang terkenal lainnya.
"Selidiki wanita dan pria disana itu, yang wanita bernama Selena dan pria itu bernama Oliver," titah Devan yang masih terus melihat Selena.
"Baik tuan." "Dan buat pria itu keluar aku ingin berbicara dengan wanita itu." "Baik tuan."Selena tak berselera untuk menghabiskan makan malamnya dengan Oliver. Tatapan pria itu membuat Selena menjadi salah tingkah, pria itu terus melihatnya dengan tajam. Entah apa yang diinginkan pria itu padanya, dia hanya bisa diam tak berani berkata apapun pada Oliver.
"Maaf pak apa kah mobil berwarna silver dengan plat nomor B 1xx2 itu milik anda?" tanya seorang waiter pada Oliver.
"Iya itu mobilku." "Mobil anda ada yang menabraknya— "Apa!! Tunggu aku akan keluar melihatnya. Sayang aku tinggal sebentar yaa, mau melihat mobilku. Mama bisa marah kalau mobilku rusak," sela Oliver berlalu pergi keluar restoran.Selena menjadi kesal saat Oliver menyebutkan nama ibu nya. Merry nama yang sangat ingin dia semprot dengan pembasmi hama.
Devan merasa ini lah kesempatan untuknya, dia ingin berbicara dengan Selena.
"Hai ketemu lagi" sapa Devan.
"Apa mau mu?" tanya Selena dengan tatapan kesal. "Wah to the point sekali nona Selena, karena kamu tidak mau berbasa-basi. Aku mau langsung saja berbicara padamu." "Yaa sudah katakan, aku tak ingin Oliver tahu aku berbicara denganmu." "Jadi dia yang bernama Oliver, bisa aja tuh wajahnya malah lebih tampan aku." "Mau siapapun lebih tampan aku tak peduli. Jadi kata kan apa mau mu?" "Aku mau kamu menemani aku lagi." "Sepertinya kamu memiliki ingatan yang buruk tuan yang tak ingin aku kenal. Apa kamu tidak mengingat perkataanku malam itu? Aku tak mau kenal denganmu, aku tak mau tau tentang kamu dan malam itu adalah malam pertama dan terakhir kita." "Jangan galak-galak seperti itu nanti kamu tidak cantik lagi." "Bukan urusanmu." "Tentu saja urusanku jika kamu jelek aku tak akan mau memintamu tidur denganku." "Pergi dari hadapanku." "Aku tidak mau."Selena melototkan matanya melihat pria dihadapannya dengan kesal, ingin sekali dia mencekik pria itu. Selena memilih untuk meninggalkan pria itu dan menyusul Oliver.
"Lena kenapa kamu keluar?" tanya Oliver.
"Aku bosan didalam." "Aku belum membayar makanan kita."Selena baru sadar kalau tadi dia pergi begitu saja keluar restoran tanpa membayar.
"Aduh aku lupa tunggu aku balik dulu ke dalam," ucap Selena.
"Lena tunggu ini kartu kreditku, kamu bayarkan pakai ini." Oliver memberikan kartu kreditnya. "Iya." Selena sambil mengambil kartu kredit Oliver.Selena bergegas kembali ke dalam restoran menuju meja kasir.
"Maaf apa anda bernama ibu Selena?" tanya kasir wanita direstoran.
"Iya saya Selena, ada apa ya?" "Bu Selena semua makan malam tadi sudah dibayarkan oleh tuan yang duduk bersama anda tadi." "Yang bersama saya dari tadi diluar belum sempat membayar makanannya." "Bukan tuan yang itu bu, tapi tuan yang satu lagi."Selena terdiam, pria tak tahu malu itu membayar makanannya dengan Oliver.
"Bu, ini ada kertas titipan untuk anda," ujar kasir restoran.
"Terima kasih."Selena melihat kertas itu yang bertulisan nomor ponsel.
Selena dengan kesal melihat kertas yang diberisikan nomor ponsel lelaki tersebut, nama saja sampai sekarang dia tidak tahu malah menyuruh dia untuk menghubungi pria itu. Selena ingin membuang ketempat sampah nomor ponsel pria itu tapi dia ragu akhirnya menyimpan kertas berwarna kuning tersebut. "Lena ayo kita pulang," kata Oliver yang tiba-tiba sudah berada di belakang Selena. "Yaa ampun Oliver, kamu mengagetkan aku," ujar Selena mengelus dadanya. Di dalam mobil Oliver, Selena hanya diam. Pikirannya masih mengingat kejadiannya di hotel dan direstoran tadi. "Lena untung saja yang nabrak mobilku mau bertanggung jawab jika tidak mama pasti akan memarahiku," ujar Oliver. "Iya." "Maaf yaa sayang karena kejadian tadi merusak makan malam kita, aku berjanji akan menebusnya sabtu malam besok." "Ga apa-apa Oliver." Mereka kembali diam, Selena ingin menanyakan tentang kejadian malam itu. "Oliver, kamu menunggu aku dikamar hotel nomor berapa kemarin?" tanya Selena. "Eeh iya.
Keesokan harinya... Selena akan berangkat untuk berkerja, dia memasak sarapannya sendiri. Dia terbiasa melakukan semua hal sendiri, tapi dia masih lebih beruntung dari pada harus dirumah keluarga Handoko. Keluarga yang selalu memperlakukannya seperti asisten rumah tangga. "Aku harus selalu bersyukur atas apa yang ku capai sampai hari ini tidak boleh mengeluh." Selena berusaha menyemangati dirinya sendiri. Selena berangkat ke kantor menggunakan transportasi online, dia belum mampu membeli kendaraan pribadi. Begitu tiba di kantor, Selena heran melihat beberapa temannya berkumpul seperti sedang mendiskusikan sesuatu atau lebih tepatnya sedang bergosip. "Hei ada apa? kenapa? Ada gosip apakah ini?" tanya Selena dengan penasaran. "Eeh, Lena kamu udah datang, sini gabung. Ada berita terbaru tentang bos kita," ujar Riana salah satu teman Selena di kantor. "Bos kita? Maksudmu bu Serly?" tanya Selena yang masih kebingungan. "Aduuh, non bukan bu Serly, tapi CEO yang baru katanya
Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano. Flashback "Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan. "Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu." Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan. "Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas. "Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu." Flashback off "Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me
Veronica sangat sedih Devan memutuskan hubungan mereka hanya karena hal sepele. Apakah salah jika dia ingin mengejar cita-citanya sebagai pelukis? Dia juga merasa heran, bukannya Deva dulu tertarik padanya saat dia sedang melukis, tapi kenapa sekarang semua berbeda. Veronica menjadi kekasih Devan, walau harus selalu melayani napsu besar laki-laki tampan tersebut. Gaya Devan bercinta yang selalu liar dan berganti-ganti gaya dengan kejantanannya yang besar dan berurat menjadi kesukaannya. Seharusnya Devan mendukungnya dalam meraih impiannya menjadi seorang pelukis terkenal bukan malah memutuskan hubungan mereka. Di saat dia gundah ingin sekali menghubungi Selena, tapi berkali-kali dia menelepon sahabatnya tak kunjung juga ada jawaban. Dia berpikir mungkin saja Selena sedang sibuk dan lagi bahagia dengan kekasihnya, Oliver. Apa yang dipikirkan Veronica tentang Selena tidak sepenuhnya benar. Gadis itu menjadi lebih baik emosionalnya setelah dia mengungkapkan segalanya pada Oliver. Dia
Selena tetap pada pendiriannya berhenti kerja di Johansson Group. Sudah 3 hari ia mencari kerja, tapi sampai sekarang belum juga mendapat pekerjaan. Hampir 20 perusahaan ia melamar pekerjaan dan hasilnya ditolak. Ia yakin itu semua merupakan intervensi dari Devan yang memang sengaja membuatnya tidak mendapatkan pekerjaan dan harus kembali ke Johansson Group. Hari sudah menjelang malam, mau tak mau ia harus kembali ke apartemennya. Ia tetap tidak mau menyerah untuk mencari pekerjaan besok. Begitu tiba di apartemen, ia terkejut ada Devan di depan pintu unit kamarnya. Ngapain nih orang ke sini? Apa mau ganggu aku lagi. Selena berkata dalam hatinya."Selamat malam, Selena," sapa Devan dengan tersenyum kecil. "Malam. Ngapain Pak ke apartemen saya?" tanya Selena ketus. "Mau ketemu kamu." "Tapi saya ga mau ketemu Pak Devan. Sudah Pak pulang saja jangan ganggu saya." Selena mengusir Devan dengan lambaian tangannya. "Hmm… Aku mau nangih hutang ke kamu." Selena mengernyitkan dahinya mend
Sepanjang hari Devan menunggu kedatangan Selena, tapi tak kunjung datang wanita yang harus menjadi sekretarisnya. Ia sangat kesal sampai-sampai belum pulang jam kerja langsung ke apartemen Selena. Berkali-kali Devan menekan bel pintu apartemen Selena, tapi tak juga ada yang membukanya. "Apa Selena nyari kerjaan lagi ya," ucapnya kesal. "Dia memang wanita yang sangat keras kepala." Devan sangat kesal keluar gedung apartemen Selena dan bertepatan gadis itu masuk ke dalam gedung dengan wajah pucat. "Sel, kamu kenapa?" tanya Devan khawatir keadaan Selena. "Aku ga apa-apa," ucap Selena lemas. "Kamu dari mana? Apa kamu sakit?" "Ga, aku ga sakit." "Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit." "Ga usah. Aku udah beli obat mau istirahat aja. Sudah sana kamu pulang aja." Devan bersikeras tidak mau pulang dan ingin menemani Selena di apartemennya walau Selena telah mengusirnya, bahkan berkali-kali mengusirnya. "Baru kali ini aku ketemu orang ga tau malu," ujar Selena dengan kesal."Terima