Sinar mentari pagi bersinar dengan indah, tetapi sinar mentari pagi seakan kalah indah dengan senyuman Selena. Keadaan Selena sekarang sudah merubah, kemarin dia masih menjadi seorang gadis tapi hari ini dia sudah menjadi seorang wanita.
Selena tersenyum sendiri mengingat tadi malam dia melakukan hubungan intim dengan Oliver. Sangat nyaman berada dalam pelukan Oliver, walau tadi malam dia tidak bisa beristirahat karena napsu Oliver yang ternyata mampu membuatnya kewalahan melayaninya.
Tadi malam Selena juga merasa ada berbeda, dia menjadi lebih bergairah. Selena merasa dia seperti orang yang haus akan keinginan napsu duniawi, memohon, dan meminta Oliver untuk menyentuhnya, menjamahnya, menghujam berkali-kali tanpa lelah, melakukan lagi dan lagi. Hasrat tersebut benar-benar sangat nikmat dan memuaskan.
Benar kata Veronica, saat benda besar dan perkasa itu masuk kedalam bagian intimnya akan terasa penuh. Seakan bagian sensitifnya terasa sempit dan sesak. Apa lagi saat benda besar yang sudah tegang itu bergerak didalam daerah sensitifnya, awalnya perih tapi tak lama kemudian, hanya kenikmatan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Mungkin ini perasaan yang dirasakan Veronica dan membuat sahabatnya itu ketagihan untuk bercinta.
"Kamu sudah bangun." Terdengar suara serak khas orang tidur.
Selena menyerengitkan dahinya dengan heran kenapa suara Oliver berbeda?
"Oliver, kenapa suaramu berbeda?" tanya Selena.
"Oliver? Siapa Oliver?" tanya pria itu dengan heran.Selena mendongakkan kepalanya, betapa terkejutnya dia saat melihat pria yang berbeda.
"K-kamu siapa? Kenapa kamu berada disini." Selena kaget dengan pria yang tidak dikenalnya berada bersamanya diranjang yang sama.
"Kamu menanyakan aku siapa? Aku pria yang bercinta denganmu. Aku membayarmu dengan mahal."Wajah Selena mendadak pucat, dia kenapa bisa bersama pria ini? Lalu apa maksud dari pria ini mengatakan sudah membayarnya dengan mahal?
"Seharusnya aku bersama Oliver! Seharusnya dia yang bercinta denganku, bukan kamu! Yaa Tuhan apa yang telah ku lakukan." Selena menjambak rambutnya sendiri.
Devan melihat Selena dengan aneh, apa maksud wanita ini mengatakan kalau seharusnya dia bersama pria yang bernama Oliver? Siapa Oliver? Apa kah wanita agak kurang waras padahal dia sudah membayar dengan mahal untuk mendapatkan seorang perawan.
"Aku sudah membayarmu dengan mahal, jadi jangan banyak tingkah!" bentak pria itu pada Selena.
Selena bingung dengan keadaannya, apa yang sebenarnya terjadi.
"Ooh, apa mungkin kamu hanya mendapatkan bagianmu cuma sedikit? Ok, akan aku tambahkan lagi. Kamu memang benar-benar perawan jadi aku tak masalah," kata Devan dengan santai.
Selena melihat tak percaya ke arah Lelaki tersebut, namanya saja Selena tak tau tapi kenapa tiba-tiba pria ini membelinya? Kapan dia jual diri?
"A-aku tidak pernah jual diri? Aku tidak seperti itu." Selena berkata lirih, hatinya terasa sakit saat pria yang dihadapannya menghina dirinya. Serendah itu kah dia dimata pria yang dia sendiri tidak kenal.
Devan melihat Selena dengan pandangan tidak mengerti, manik-manik mata wanita itu berkaca-kaca seperti menahan kesedihan. Apa mungkin yang diucapkan wanita ini benar? Apa dia tidak tahu kalau dia telah menjual dirinya demi uang.
Selena memikirkan apa yang telah terjadi padanya. Siapa yang menjualnya?
Apa Veronica menjualnya pada pria ini? Tapi apa tujuannya? Veronica dari keluarga kaya dan mempunya pacar yang kaya tapi kenapa menjualnya? Atau mungkin Oliver? Apa mungkin Oliver tega berbuat hal ini padanya? Oliver juga dari keluarga kaya raya, masa menjualnya demi uang? Tapi bukannya Oliver mencintainya?Berbagai macam pertanyaan berada di dalam pikiran Selena. Dia tak pernah menyangka hidupnya akan seperti ini. Selena beranjak ke dari ranjang ingin ke kamar mandi tapi dia meringis menahan perih di selangkangannya. Pria yang tak dikenalnya ini sangat lihai diranjang, tubuhnya yang kecil bagai tercabik-cabik merasa sakit dan nikmat secara bersamaan.
"Kamu kenapa?" Devan melihat Selena dengan kasihan.
"Aku ga apa-apa." "Eeh, turun kan aku." Selena merasa tubuhnya melayang. "Sudah lah menurut saja, pasti kamu perihkan? Aku tadi malam memang agak keterlaluan menghujam intimu, aku baru ini mendapatkan benar-benar perawan dan ternyata sangat nikmat. Aku memang lelaki perkasa dan membuatmu sampai menjerit keenakan." pria itu tersenyum sambil menggendong Selena. Selena tak percaya pria itu menggendongnya dengan gaya bridal style dan membawanya ke kamar mandi. "Terima kasih."Devan hanya tersenyum dan menutup pintu kamar mandi. Devan melihat ponselnya ada pesan dari Veronica kekasihnya.
"Sayang maafkan aku tidak berpamitan padamu. Aku memutuskan untuk melanjutkan beasiswa ku sebagai pelukis ke Spanyol. Aku takut kalau aku bilang akan pergi ke Spanyol kamu akan memutuskan aku, aku tau kamu tidak bisa berpacaran jarak jauh, tapi aku yakin kamu pasti mau menungguku. Kamu juga bisa mengunjungi aku ke Spanyol, aku mencintaimu, Devan."
Devan menyunggingkan bibirnya membaca pesan dari Veronica. "Sudah aku katakan padamu, Vero. Kalau aku tidak bisa menjalin hubungan jarak jauh. Aku lelaki yang sulit menahan napsu seksualku, jika kamu tidak ada buat apa aku menjalin hubungan denganmu. Mulai hari ini hubungan kita putus Vero. Semua fasilitas dari apartemen, mobil, aku berikan semuanya padamu. Itu sebagai imbalan untukmu yang sudah melayani dan memberikan aku kenikmatan selama beberapa bulan ini. Kartu kredit untukmu akan aku blockir, terima kasih atas malam-malam indah yang telah kamu berikan padaku."Devan membalas pesan Veronica dan mematikan ponselnya.
Devan hanya tersenyum licik, dia tidak mempermasalahkan Veronica pergi meninggalkannya. Dulu dia tertarik dengan Veronica saat dia datang kepameran lukisan, dia melihat wanita itu melukis. Penampilan dan bentuk tubuh Veronica sesuai dengan seleranya, dia mendekati Veronica dan mengajaknya berkencan.
Devan dan Veronica menjalin hubungan selama beberapa bulan. Veronica mampu mengimbangi napsunya yang besar. Tapi bukan Devan namanya jika dia akan patah hati dan sedih karena putus cinta. Bagi Devan, Veronica hanya satu dari beberapa wanita yang pernah singgah di hatinya. Devan seorang casanova. Wanita itu mudah di dapatkan dengan wajahnya yang tampan, harta, dan kekayaannya.
Wanita yang dia tiduri sekarang ini menarik perhatiannya. Wajahnya seperti wanita polos yang tidak mengerti tentang kejadian yang mereka alami. Devan juga sangat menikmatk bercinta dengan wanita itu. Walau wanita itu sangat kaku, tapi dia memakluminya. Dia merupakan pria pertama yang meniduri wanitanya.
Devan melihat jam yang ada ditangannya, sudah satu jam wanita itu di dalam kamar mandi. Dia heran kenapa wanita itu didalam kamar mandi sangat lama dan apa saja yang dilakukannya di dalam sana. Jika hanya mandi tidak akan selama ini. Pikiran Devan berkelana, tadi dia sempat melihat sekilas mata wanita itu. Pancaran matanya seperti terluka dan tidak percaya dengan apa yang terjadi dalam hidupnya.
"Jangan-jangan dia bunuh diri lagi di dalam kamar mandi?" ujar Devan gusar.
"Waduh, bisa gawat ini, aku bisa kena masalah jika wanita itu mengakhiri hidupnya saat sedang bersamaku."Devan melangkahkan kakinya secara perlahan, dia mengendap-endap mendekati pintu kamar mandi. Berusaha mencari adanya suara disela-sela pintu.
"Sial! Kenapa ga kedengar apapun sih," ucap Devan kesal.
"Akh, terserah padamu lah. Mau mati ya udah, nanti aku akan mengurus semuanya seperti biasa. Semua dapat dilakukan dengan uang, semua butuh uang," ujar Devan memilih tidak memperdulikan keadaan wanita yang berada di dalam kamar mandi, tapi dia juga sebenarnya resah dan khawatir.Pandangan mata Selena seakan hampa. Dia tak dapat menahan rasa sesak didalam dadanya, bulir-bulir air mata terjatuh dipipinya. "Apa yang telah aku lakukan." Selena terisak, tubuhnya bergetar. Selena menjatuhkan dirinya dilantai kamar mandi. Lantai kamar mandi yang dinginnya seakan menjalar memasuki seluruh sendi-sendi didalam tubuhnya. Bulir-bulir air mata seakan terus keluar bagaikan air hujan, dia meratapi kesalahannya. Seharusnya keperawanannya dia berikan pada Oliver bukan pada pria asing itu, mau taruh dimana wajahnya nanti jika dia bertemu dengan Oliver. Apa lagi perkataan pria asing itu mengatakan kalau dia membelinya, kepala Selena makin pusing mengingat semua hal tersebut. "Apa yang harus aku lakukan." Selena terisak, dia menangis menyesali semua yang telah terjadi. Pikiran Selena terbawa kembali pada malam kejadian saat dia bersama pria itu sebelum masuk ke dalam kamar hotel. Ia dengan takut-takut masuk ke dalam kamar hotel. Badannya bergetar tapi dia merasa ad
Keesokan harinya... Selena bangun dari tidurnya dan melihat hari sudah berganti, dia berharap kalau kejadian kemarin hanya lah mimpi buruk. Selena secepatnya melihat lehernya di cermin tapi ternyata itu hanya dalam pikirannya saja, kiss mark dilehernya masih ada dan berarti kejadian malam kemarin bukanlah mimpi tapi kenyataan. Selena menangis lagi, dia benar benar bodoh. Selena menyadari ada yang aneh, jika memang ibu Oliver yang melakukan semua ini padanya tapi kenapa Oliver berbicara padanya dan memberikan kartu kamar hotel pada Veronica. Ting... Tong... Suara bel pintu apartement Selena berbunyi, dia yakin kalau itu Oliver. Selena memilih untuk diam tak ingin bertemu Oliver, ponsel Selena berbunyi dia dengan cepat mengambil ponselnya. Ada nama Oliver dilayar ponselnya, Selena dengan cepat memindahkan dalam mode mute. Selena hanya bisa menangis sambil melihat ponsel dalam genggamannya. "Maafkan aku Oliver, aku tak pantas untukmu." Tak lama ada pesan masuk diponselny
Selena dengan kesal melihat kertas yang diberisikan nomor ponsel lelaki tersebut, nama saja sampai sekarang dia tidak tahu malah menyuruh dia untuk menghubungi pria itu. Selena ingin membuang ketempat sampah nomor ponsel pria itu tapi dia ragu akhirnya menyimpan kertas berwarna kuning tersebut. "Lena ayo kita pulang," kata Oliver yang tiba-tiba sudah berada di belakang Selena. "Yaa ampun Oliver, kamu mengagetkan aku," ujar Selena mengelus dadanya. Di dalam mobil Oliver, Selena hanya diam. Pikirannya masih mengingat kejadiannya di hotel dan direstoran tadi. "Lena untung saja yang nabrak mobilku mau bertanggung jawab jika tidak mama pasti akan memarahiku," ujar Oliver. "Iya." "Maaf yaa sayang karena kejadian tadi merusak makan malam kita, aku berjanji akan menebusnya sabtu malam besok." "Ga apa-apa Oliver." Mereka kembali diam, Selena ingin menanyakan tentang kejadian malam itu. "Oliver, kamu menunggu aku dikamar hotel nomor berapa kemarin?" tanya Selena. "Eeh iya.
Keesokan harinya... Selena akan berangkat untuk berkerja, dia memasak sarapannya sendiri. Dia terbiasa melakukan semua hal sendiri, tapi dia masih lebih beruntung dari pada harus dirumah keluarga Handoko. Keluarga yang selalu memperlakukannya seperti asisten rumah tangga. "Aku harus selalu bersyukur atas apa yang ku capai sampai hari ini tidak boleh mengeluh." Selena berusaha menyemangati dirinya sendiri. Selena berangkat ke kantor menggunakan transportasi online, dia belum mampu membeli kendaraan pribadi. Begitu tiba di kantor, Selena heran melihat beberapa temannya berkumpul seperti sedang mendiskusikan sesuatu atau lebih tepatnya sedang bergosip. "Hei ada apa? kenapa? Ada gosip apakah ini?" tanya Selena dengan penasaran. "Eeh, Lena kamu udah datang, sini gabung. Ada berita terbaru tentang bos kita," ujar Riana salah satu teman Selena di kantor. "Bos kita? Maksudmu bu Serly?" tanya Selena yang masih kebingungan. "Aduuh, non bukan bu Serly, tapi CEO yang baru katanya
Selena merasa resah sendiri, dia sekarang berada di depan pintu Devano. Flashback "Selena, kamu keruangan saya." Serly, manager keuangan. "Iya bu," jawab Selena. "Kamu melakukan kesalahan apa tadi?" tanya bu Serly penasaran. "Saya melakukan apa yaa bu?" Selena balik bertanya. "Kalau saya tahu, tidak mungkin bertanya sama kamu. Kamu yang seharusnya tahu di mana letak kesalahan kamu." Selena terdiam, apa tingkah lakunya tadi mencurigakan? Sehingga Devan menyadari dirinya padahal dia sudah berusaha untuk menghindari Devan. "Sekarang kamu di panggil ke ruangan CEO. Saya harap kamu tidak melakukan hal yang salah dan memalukan divisi keuangan," ujar Serly dengan tegas. "Iya bu." "Kamu mempunyai kinerja kerja yang bagus dan merupakan karywan andalan saya. Saya berharap kamu di panggil ke ruangan CEO bukan untuk di pecat." "Terima kasih bu." Flashback off "Kamu kenapa hanya diam disitu, kamu sudah di tunggu sama tuan Devan." Perkataan Andi menyadarkan Selena yang
Selena akan pulang kantor tak sengaja bertemu Oliver yang sudah menunggunya di depan kantor tersenyum melihat Selena. "Aku antar pulang yaa," sapa Oliver dengan ramah. "Aku ingin pulang sendiri saja, ga perlu kamu jemput." Selena sedang tak ingin bertemu Oliver, dia masih sakit hati dengan Marry ibu Oliver. "Lena jangan begini... kenapa kamu berubah sayang." Oliver menarik tangan Selena. "Tolong lepaskan tanganku, Oliver," ujar Selena menghentakan tangan Oliver. Selena berlalu pergi dari hadapan Oliver tapi saat dia akan pergi sebuah mobil berhenti didahapannya. Selena bingung mobil siapa yang berada di depannya. Kaca mobil perlahan terbuka dan ternyata Devan melihatnya dengan tajam. "Masuk," perintah Devan. "Ga mau," ujar Selena cuek. "Tuh, pacarmu menuju ke arahmu," ujar Devan. "Selena... Selena," panggil Oliver. Selena mendengar suara Oliver, dia ingin menghindari Oliver. Dengan cepat dia masuk ke dalam mobil Devan. Oliver terdiam melihat Selena masuk ke dalam
Devan mengantarkan Selena pulang keapartementnya. "Pikirkan perkataanku tadi yaa... aku ingin kamu menjadi kekasihku," ujar Devan sambil mengedipkan sebelah mata pada Selena. "Aku tidak ingin memikirkan perkataanmu tadi, aku ga mau jadi kekasihmu,"sahut Selena dengan cuek. "Sampai jumpa lagi di kantor Selena." Selena menghela napasnya, akhirnya Devan pergi juga dari hadapannya. Selena memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devan, dia yakin Devan hanya ingin menikmati tubuhnya saja dan tidak memiliki perasaan padanya. Oliver kembali datang ke apartement Selena, dia sangat kesal Selena pergi meninggalkan dengan seorang pria. Dia harus meminta penjelasan pada Selena siapa pria yang tadi bersama dengannya. "Lena buka pintunya, aku tau kamu di dalam. Aku melihatmu turun dari mobil pria itu," teriak Oliver sambil menggedor gedor pintu apartemen Selena. Selena sangat kesal pada Oliver tapi dia juga tak tega pada laki laki itu. Musibah yang terjadi padanya di jual oleh Me
Veronica sangat sedih Devan memutuskan hubungan mereka hanya karena hal sepele. Apakah salah jika dia ingin mengejar cita-citanya sebagai pelukis? Dia juga merasa heran, bukannya Deva dulu tertarik padanya saat dia sedang melukis, tapi kenapa sekarang semua berbeda. Veronica menjadi kekasih Devan, walau harus selalu melayani napsu besar laki-laki tampan tersebut. Gaya Devan bercinta yang selalu liar dan berganti-ganti gaya dengan kejantanannya yang besar dan berurat menjadi kesukaannya. Seharusnya Devan mendukungnya dalam meraih impiannya menjadi seorang pelukis terkenal bukan malah memutuskan hubungan mereka. Di saat dia gundah ingin sekali menghubungi Selena, tapi berkali-kali dia menelepon sahabatnya tak kunjung juga ada jawaban. Dia berpikir mungkin saja Selena sedang sibuk dan lagi bahagia dengan kekasihnya, Oliver. Apa yang dipikirkan Veronica tentang Selena tidak sepenuhnya benar. Gadis itu menjadi lebih baik emosionalnya setelah dia mengungkapkan segalanya pada Oliver. Dia