Share

Bab 5 Kidnapping

Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.

Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.

“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.

Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.

“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.

Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringas Cologne yang menyakiti dirinya sendiri karena rata-rata semua orang yang berada tidak jauh dari sana memandang ke arah Cologne dengan pandangan yang terlihat ketakutan. Mereka mengira bahwa pemuda tersebut baru saja mengalami kerasukan.

Kira-kira apa setelah ini, aku harus memanggil paranormal kemari? tanya Eden dalam hatinya.

***

“Jadi apa kau sudah merasa lebih baik?” tanya Eden memastikan keadaan Cologne.

“Ya,” jawab Cologne berusaha setenang mungkin setelah mengalami insiden memalukan tadi.

Eden tersenyum tipis. “Ah sebaiknya kau tidak usah terlalu memikirkan yang tadi itu. Hm … kau bisa meminum kopimu lebih dulu sebelum kita berbicara lebih jauh,” kata Eden dengan hangat.

“Terima kasih,” jawab Cologne yang lagi-lagi masih berusaha menjaga image dirinya.

Eden sebenarnya tahu betul rasa malu seperti apa yang dirasakan oleh Cologne. Dia sebenarnya sangat ingin tertawa namun berusaha untuk menjaga etikanya untuk menghargai perasaan pemuda itu. Meskipun kejadian telah berlalu, Eden masih bisa melihat sisa-sisa kegugupan yang dimiliki oleh Cologne terlihat begitu jelas, saat pemuda tersebut memegang cangkir kopi miliknya dengan tangan bergetar. Kata-kata pemuda itu memang terlihat tenang namun gerak-gerik bahasa tubuhnya sama sekali tidak bisa berbohong.

“Anu, kau tidak perlu segugup itu, kau bisa merasa sedikit tenang di sini,” ucap Eden berusaha menenangkan Cologne.

“Tidak-tidak aku sama sekali tidak merasa gugup,” bohong Cologne dengan wajah memerah menahan malu. Sialan kenapa aku terlihat jadi memalukan seperti ini, setelah sekian lama tidak masuk kantor, keluhnya dalam hati.

Eden tersenyum tipis. Diam-diam dia merasa sedikit lega melihat respon Cologne yang seperti itu. Sudah cukup lama dia tidak melihat ekspresi malu seperti itu dari Cologne. Yang terakhir kali ia ingat, Cologne selalu berwajah murung semenjak kematian sahabatnya sekaligus pasangan kerjanya tersebut.

“Hahaha … ya kau tampak baik-baik saja. Tidak usah gugup seperti itu,” gurau Eden dengan santai. Eden kemudian merogoh ke dalam laci meja kerjanya mengeluarkan selembar kertas dari sana. Yang langsung ia serahkan pada Cologne.

Cologne yang melihat selembar kertas tersebut diserahkan padanya. Langsung mengambil kertas tersebut dan membaca isinya. Dan tidak butuh waktu lama baginya untuk mencerna isi informasi yang dijabarkan dalam kertas tersebut.

“Kau ingin aku menyelidiki kasus penculikan anak?” tanya pemuda tersebut dengan raut wajah terlihat malas.

Eden tersenyum kecut. “Hmm … ya aku pikir itu adalah kasus yang bagus untukmu. Lagi pula kau sudah lama tidak bekerja. Jadi yah aku pikir, tidak ada salahnya untuk memulai pekerjaanmu itu dengan kasus semacam ini,” kata Eden berusaha memberi penjelasan pada Cologne.

Cologne kembali berdecak kesal. Dalam hatinya dia tidak habis-habisnya mengumpati Berlin yang telah mengirimkan dirinya ke kantor setelah dirinya sempat berpikir untuk resign dari pekerjaannya.

“Jadi apa kau mau menerima tugas kali ini?” tanya Eden mencoba memastikan.

Cologne menunjuk wajahnya sendiri dan memberikan tatapan tidak suka yang mengarah pada laki-laki berusia 30 tahun di depannya saat ini. “Lihat wajahku! Apa aku terlihat sudi untuk melakukan pekerjaan ini?”

Eden langsung merasa kecewa begitu mendengar pertanyaannya tidak dijawab dengan benar oleh Cologne. “Jadi kau menolaknya?”

Cologne mendecih lalu membalas seperti ini, “Cih. Sudah jauh-jauh datang ke sini, kenapa harus menolak tugas pertama yang telah kau berikan padaku? Meskipun aku tidak suka, aku akan tetap mengerjakannya. Hanya saja kau tidak perlu terlalu berharap lebih dariku. Kalau aku gagal dalam tugas ini, tolong rekomendasikan saja aku untuk segera keluar dari kantor ini,” katanya tanpa rasa bersalah sama sekali.

Eden menghela nafas. Lalu menepuk-nepuk bahu juniornya yang terkenal berprestasi tersebut. “Aku selalu percaya padamu. Dan bahkan, aku tidak akan pernah membiarkanmu keluar begitu saja dari pekerjaanmu.”

“Kau memang seniorku tapi bukan atasanku. Jadi kau tidak berhak dalam urusan pemberhentian masa kerjaku,” cibir Cologne.

Berlin yang diam-diam mengamati dari kejauhan melihat sifat pesimis dari Cologne, benar-benar merasa jengkel dibuatnya. Ingin sekali iblis itu memukul kepala dari pemuda berambut pirang tersebut dengan sangat keras.

***

Di Dalam Mobil

“Kau harus melakukan pekerjaanmu dengan baik,” tegur Berlin dalam wujud asapnya.

“Apa pedulimu soal itu,” sahut Cologne dengan acuhnya.

Jika saja Berlin tidak terikat janji dengan seseorang. Mungkin saja sedari tadi ia sudah membuat mobil yang tengah dikendarai oleh pemuda berambut pirang ini menabrak truk besar yang berada di depannya

“Turuti saja perkataanku itu,” balas Berlin dengan malas. Iblis itu sudah bertekad untuk membuat Cologne berhasil menyelesaikan tugasnya tersebut.

***

Saat ini Cologne tengah bertemu dengan ibu dari korban penculikan untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai si korban.

“Maaf apakah Anda tahu di manakah, anak Anda terakhir kali terlihat?” tanya Cologne dengan sangat hati-hati.

Wanita itu menggeleng lemah. “Tidak, aku tidak tahu dia berada di mana. Karena sebelumnya ia tidak berada di dekatku. Sepertinya dia pergi bermain tanpa seizinku,” ucap wanita itu dengan suara lemah. Terlihat jelas bahwa wanita itu tampak sangat menderita. Kantung matanya bengkak dan suaranya terdengar lemah dan serak. Dia seperti terlihat seperti sudah tidak mampu menangis lagi.

“Ah begitu. Baiklah maaf karena sudah mengganggu Anda. Saya harap Anda bisa sedikit lebih bersabar karena saya akan mengusahakan yang terbaik untuk kasus ini.” Cologne kemudian pamit dan meninggalkan wanita tersebut.

Setelah meninggalkan wanita itu. Dan berjalan menuju mobilnya. Pemuda itu mendapati Berlin kembali mengusik dirinya dalam wujud asap.

“Heh, apa kau tidak berpikir bahwa anak itu bisa saja akan dijual?” goda Berlin.

Cologne mendesah dan mengibas-ngibaskan tangannya. Seolah-olah mencoba menghilangkan asap tersebut dari dirinya. “Mana aku tahu soal itu. Sebaiknya kau diam saja!” sahut Cologne kesal.

***

Kembali Ke Kantor

“Bagaimana dengan hasilnya?” tanya Eden penuh harap.

Cologne mendengus dan langsung melemparkan tubuhnya sendiri jatuh ke atas sofa kantor.

“Tidak menghasilkan apa-apa,” jawabnya sekenanya.

Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak niat untuk bekerja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status