Home / Fantasi / Detective Devil / Bab 5 Kidnapping

Share

Bab 5 Kidnapping

Author: devina putri
last update Last Updated: 2021-04-29 08:47:27

Cologne ingin protes namun dirinya langsung sadar bahwa saat ini ia melihat banyak kerumunan orang seperti di kantor pada umumnya.

Apa-apaan ini? jerit Cologne dalam hatinya. Pemuda itu takut kalau Berlin benar-benar sudah mengirimkan dirinya ke kantor saat ini juga.

“Oh, Cologne kau datang cepat sekali. Apa kau baru saja menggunakan jasa terbang Superman? Hahaha … kawan aku tahu kau pasti sudah sangat merindukan pekerjaanmu,” ujar seseorang yang tiba-tiba muncul di samping pemuda tersebut.

Cologne nyaris terkena serangan jantung. Saat menyadari bahwa dirinya benar-benar dikirimkan ke kantornya oleh Berlin. Pemuda itu langsung memukul-mukulkan kepalanya sendiri ke lantai.

“Astaga Cologne, apa kau baik-baik saja?” tanya Eden yang merupakan senior Cologne di kantornya sekaligus orang yang menelepon dirinya sebelumnya.

Tidak hanya Eden saja yang merasa heran sekaligus terkejut dengan aksi beringas Cologne yang menyakiti dirinya sendiri karena rata-rata semua orang yang berada tidak jauh dari sana memandang ke arah Cologne dengan pandangan yang terlihat ketakutan. Mereka mengira bahwa pemuda tersebut baru saja mengalami kerasukan.

Kira-kira apa setelah ini, aku harus memanggil paranormal kemari? tanya Eden dalam hatinya.

***

“Jadi apa kau sudah merasa lebih baik?” tanya Eden memastikan keadaan Cologne.

“Ya,” jawab Cologne berusaha setenang mungkin setelah mengalami insiden memalukan tadi.

Eden tersenyum tipis. “Ah sebaiknya kau tidak usah terlalu memikirkan yang tadi itu. Hm … kau bisa meminum kopimu lebih dulu sebelum kita berbicara lebih jauh,” kata Eden dengan hangat.

“Terima kasih,” jawab Cologne yang lagi-lagi masih berusaha menjaga image dirinya.

Eden sebenarnya tahu betul rasa malu seperti apa yang dirasakan oleh Cologne. Dia sebenarnya sangat ingin tertawa namun berusaha untuk menjaga etikanya untuk menghargai perasaan pemuda itu. Meskipun kejadian telah berlalu, Eden masih bisa melihat sisa-sisa kegugupan yang dimiliki oleh Cologne terlihat begitu jelas, saat pemuda tersebut memegang cangkir kopi miliknya dengan tangan bergetar. Kata-kata pemuda itu memang terlihat tenang namun gerak-gerik bahasa tubuhnya sama sekali tidak bisa berbohong.

“Anu, kau tidak perlu segugup itu, kau bisa merasa sedikit tenang di sini,” ucap Eden berusaha menenangkan Cologne.

“Tidak-tidak aku sama sekali tidak merasa gugup,” bohong Cologne dengan wajah memerah menahan malu. Sialan kenapa aku terlihat jadi memalukan seperti ini, setelah sekian lama tidak masuk kantor, keluhnya dalam hati.

Eden tersenyum tipis. Diam-diam dia merasa sedikit lega melihat respon Cologne yang seperti itu. Sudah cukup lama dia tidak melihat ekspresi malu seperti itu dari Cologne. Yang terakhir kali ia ingat, Cologne selalu berwajah murung semenjak kematian sahabatnya sekaligus pasangan kerjanya tersebut.

“Hahaha … ya kau tampak baik-baik saja. Tidak usah gugup seperti itu,” gurau Eden dengan santai. Eden kemudian merogoh ke dalam laci meja kerjanya mengeluarkan selembar kertas dari sana. Yang langsung ia serahkan pada Cologne.

Cologne yang melihat selembar kertas tersebut diserahkan padanya. Langsung mengambil kertas tersebut dan membaca isinya. Dan tidak butuh waktu lama baginya untuk mencerna isi informasi yang dijabarkan dalam kertas tersebut.

“Kau ingin aku menyelidiki kasus penculikan anak?” tanya pemuda tersebut dengan raut wajah terlihat malas.

Eden tersenyum kecut. “Hmm … ya aku pikir itu adalah kasus yang bagus untukmu. Lagi pula kau sudah lama tidak bekerja. Jadi yah aku pikir, tidak ada salahnya untuk memulai pekerjaanmu itu dengan kasus semacam ini,” kata Eden berusaha memberi penjelasan pada Cologne.

Cologne kembali berdecak kesal. Dalam hatinya dia tidak habis-habisnya mengumpati Berlin yang telah mengirimkan dirinya ke kantor setelah dirinya sempat berpikir untuk resign dari pekerjaannya.

“Jadi apa kau mau menerima tugas kali ini?” tanya Eden mencoba memastikan.

Cologne menunjuk wajahnya sendiri dan memberikan tatapan tidak suka yang mengarah pada laki-laki berusia 30 tahun di depannya saat ini. “Lihat wajahku! Apa aku terlihat sudi untuk melakukan pekerjaan ini?”

Eden langsung merasa kecewa begitu mendengar pertanyaannya tidak dijawab dengan benar oleh Cologne. “Jadi kau menolaknya?”

Cologne mendecih lalu membalas seperti ini, “Cih. Sudah jauh-jauh datang ke sini, kenapa harus menolak tugas pertama yang telah kau berikan padaku? Meskipun aku tidak suka, aku akan tetap mengerjakannya. Hanya saja kau tidak perlu terlalu berharap lebih dariku. Kalau aku gagal dalam tugas ini, tolong rekomendasikan saja aku untuk segera keluar dari kantor ini,” katanya tanpa rasa bersalah sama sekali.

Eden menghela nafas. Lalu menepuk-nepuk bahu juniornya yang terkenal berprestasi tersebut. “Aku selalu percaya padamu. Dan bahkan, aku tidak akan pernah membiarkanmu keluar begitu saja dari pekerjaanmu.”

“Kau memang seniorku tapi bukan atasanku. Jadi kau tidak berhak dalam urusan pemberhentian masa kerjaku,” cibir Cologne.

Berlin yang diam-diam mengamati dari kejauhan melihat sifat pesimis dari Cologne, benar-benar merasa jengkel dibuatnya. Ingin sekali iblis itu memukul kepala dari pemuda berambut pirang tersebut dengan sangat keras.

***

Di Dalam Mobil

“Kau harus melakukan pekerjaanmu dengan baik,” tegur Berlin dalam wujud asapnya.

“Apa pedulimu soal itu,” sahut Cologne dengan acuhnya.

Jika saja Berlin tidak terikat janji dengan seseorang. Mungkin saja sedari tadi ia sudah membuat mobil yang tengah dikendarai oleh pemuda berambut pirang ini menabrak truk besar yang berada di depannya

“Turuti saja perkataanku itu,” balas Berlin dengan malas. Iblis itu sudah bertekad untuk membuat Cologne berhasil menyelesaikan tugasnya tersebut.

***

Saat ini Cologne tengah bertemu dengan ibu dari korban penculikan untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai si korban.

“Maaf apakah Anda tahu di manakah, anak Anda terakhir kali terlihat?” tanya Cologne dengan sangat hati-hati.

Wanita itu menggeleng lemah. “Tidak, aku tidak tahu dia berada di mana. Karena sebelumnya ia tidak berada di dekatku. Sepertinya dia pergi bermain tanpa seizinku,” ucap wanita itu dengan suara lemah. Terlihat jelas bahwa wanita itu tampak sangat menderita. Kantung matanya bengkak dan suaranya terdengar lemah dan serak. Dia seperti terlihat seperti sudah tidak mampu menangis lagi.

“Ah begitu. Baiklah maaf karena sudah mengganggu Anda. Saya harap Anda bisa sedikit lebih bersabar karena saya akan mengusahakan yang terbaik untuk kasus ini.” Cologne kemudian pamit dan meninggalkan wanita tersebut.

Setelah meninggalkan wanita itu. Dan berjalan menuju mobilnya. Pemuda itu mendapati Berlin kembali mengusik dirinya dalam wujud asap.

“Heh, apa kau tidak berpikir bahwa anak itu bisa saja akan dijual?” goda Berlin.

Cologne mendesah dan mengibas-ngibaskan tangannya. Seolah-olah mencoba menghilangkan asap tersebut dari dirinya. “Mana aku tahu soal itu. Sebaiknya kau diam saja!” sahut Cologne kesal.

***

Kembali Ke Kantor

“Bagaimana dengan hasilnya?” tanya Eden penuh harap.

Cologne mendengus dan langsung melemparkan tubuhnya sendiri jatuh ke atas sofa kantor.

“Tidak menghasilkan apa-apa,” jawabnya sekenanya.

Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak niat untuk bekerja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Detective Devil   Bab 21 Beautiful Mannequin

    Terima kasih karena sudah membantuku,” ucap Xiao tulus. Dia benar-benar merasa beruntung bertemu dengan Cologne. “Tidak masalah. Ngomong-ngomong apa kau sudah lama bekerja di sana? Maksudku mengenai agensi itu,” tanya Cologne penasaran. " ... lumayan, tapi tetap saja aku tidak bisa membeli sesuatu yang berharga dengan gajiku dari bekerja di sana," keluh Xiao yang anehnya "Budaya kapitalis, aku paham itu," sahut Cologne dengan cepat. Berlin bisa merasakan bagaimana, kedua manusia yang berada di dekatnya saat ini adalah contoh nyata dari budak korporat. "Tumben sekali kau tidak berkomentar?" sindir Cologne melihat Berlin hanya diam saja tidak menanggapi seperti biasanya. "Tidak tertarik untuk merendahkan suatu hal yang sudah terlihat rendah sejak semula," kata Berlin dengan santainya. Dan dia tahu kata-kata ini terlihat seperti tanggapan bagus untuk Cologne. "Lihat aku baru saja bertanya dan kau langsung menanggapinya, luar

  • Detective Devil   Bab 20 Beautiful Mannequin

    Dan mendengar perkataan Eden, Cologne dan Berlin langsung saling memandang satu sama lain dan tampaknya keduanya memiliki pikiran yang sama. "Kenapa mulutmu tidak kami robek saja?" ucap Cologne dan Berlin serempak. Keduanya merasa setuju bahwa perkataan Eden terdengar sangat menjijikkan di telinga keduanya. "Apa aku mengatakan suatu hal yang salah?" tanya Eden yang tidak memahami situasinya saat ini. *** "Jadi apa kasus kali ini? Oh, jangan katakan aku harus menyelidiki kasus kematian kawanan anjing atau menyelamatkan anak anggota dewan dari penculikan?" cerocos Cologne dengan maksud menyindir atas kasus-kasus sebelumnya yang telah ia tangani. Eden menghela nafas kemudian menyerahkan selembar foto pada Cologne. Setelah itu dia berkata seperti ini, "Misimu kali ini adalah menyelidiki seorang wanita yang sudah cukup lama menghilang," katanya. Cologne mengambil foto tersebut dari tangan Eden. Pada awalnya, Cologne merasa tidak terlalu ter

  • Detective Devil   Bab 19 Dream

    "Tolong ... tolong ... tolong aku ...." jerit seorang wanita asing yang tengah berusaha meminta pertolongan. Wanita itu terlihat tampak kesakitan, terdapat luka di perutnya dan darah segar merembes dari sana mengotori gaun putih sederhana yang ia gunakan. Cologne yang tidak mengerti dengan keadaan yang saat ini terjadi hanya bisa diam dalam kebingungan. Apa yang terjadi? Mengapa wanita itu terlihat seperti ingin meminta tolong padaku? pikir Cologne kalut. Meskipun tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi pada saat ini. Pemuda tersebut tetap berusaha untuk menolong wanita tersebut. Dengan cepat, Cologne berlari menuju ke arah wanita asing tersebut untuk menyelamatkannya. Namun langkahnya tersebut, harus terhenti begitu dirinya menyadari bahwa sosok wanita asing yang ingin ia selamatkan tersebut mendadak menghilang begitu saja. Kemana ... kemana ... kemana dia pergi? tanya Cologne dalam hatinya. Pemuda itu tidak habis pikir men

  • Detective Devil   Bab 18 Sleep

    "Boleh kucekik lehermu?" Berlin tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang terlihat seperti taring hiu.Bukannya merasa takut, Cologne malah dengan santainya membalas seperti ini, "Kalau begitu lepaskan pakaian yang tengah kau pakai tersebut. Kau harus sadar bahwa pakaian tersebut adalah milikku," balasnya dengan acuh. Pemuda itu mencoba mengingatkan bahwa pakaian yang tengah dipakai oleh Berlin merupakan pinjaman yang berasal dari dirinya."Cih. Jujur saja pakaianmu rasanya tidak terlalu nyaman. Sayapku terasa seakan-akan mau patah hanya karena memakai pakaian sempitmu ini. Kau juga tampaknya tidak ikhlas meminjamkannya padaku," kata Berlin yang masih sempat-sempatnya melangsungkan aksi protes. Iblis itu memang tengah menggunakan pakaian hasil pinjaman dari Cologne."Aku yakin tidak akan pernah ada manusia selain aku yang mau meminjamkan pakaiannya pada sosok iblis. Ah berhentilah membahas soal pakaian dan bisakah kau jawab pertanyaanku sebelumnya!" sahut

  • Detective Devil   Bab 17 New Look

    Begitu membuka pintu rumahnya, Cologne merasa amat terkejut begitu mendapati seorang pria necis dengan jas serta kacamata hitam yang terbingkai di wajahnya berdiri di depannya.Baru saja Cologne ingin bertanya mengenai perihal identitas pria tersebut. Pria tersebut langsung mengeluarkan sayap hitamnya yang terlihat seperti sayap kelelawar namun memiliki ukuran yang sangat begitu besar. Melihat hal tersebut, Cologne langsung menyadari bahwa pria yang berada di depannya saat ini tak lain tak bukan adalah perwujudan dari sosok iblis. Dan tentu saja tak ada iblis lain yang Cologne kenal selain Berlin dalam hidupnya."BERLIN!" jerit Cologne dengan suara bak penyanyi sopran.***SREK SREK SREK"Cih, kenapa iblis itu sama sekali tidak mau membantuku!" gumam Cologne kesal.Cologne sendiri sibuk menyiapkan makan malam sementara Berlin sibuk memainkan konsol permainan miliknya di ruang keluarga.Satu Jam BerlaluCologne telah menyelesaik

  • Detective Devil   Bab 16 Cat Final

    “Baron, aku ingin kau cepat menyelesaikan ini semua. Kau tahu, bisnis kita tidak boleh terhenti di sini saja.” Terdengar seperti suara orang lain tampaknya dia adalah rekan kerja Baron.Cologne menggeram. Dia mencoba memikirkan segala cara untuk keluar dari sini. Pemuda itu mencoba bangkit berdiri kemudian mengendap-endap secara perlahan. Begitu dirinya memikirkan hal yang sulit untuk kabur dari tempat ini, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pemuda itu malah menemukan sebuah pintu yang tidak dijaga oleh siapa pun dan langsung mengarah keluar dari ruangan.“Mustahil untuk keluar semudah ini …. ” keluh Cologne. Pria muda itu merasa curiga meskipun saat ini dirinya sudah berdiri tidak jauh dari pintu keluar.“Dan memang benar kalau kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari depan menghalangi Cologne.“Ap—“ Cologne terkejut sekaligus panik mendapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status