Share

Bab 6 Kidnapping

Tidak,” jawabnya dengan singkat.

Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.

“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.

“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.

Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.

Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau punya mata. Kau bisa lihat di balik catatan itu terdapat sebuah foto yang sudah kuselipkan di sana,” katanya mencoba memberitahukan.

Masih dengan ponsel pintar di telinganya, Eden kemudian membalik catatan tersebut dengan sebelah tangannya. Di sana ia menemukan sebuah foto berupa tempat seperti kafe.

“Kau dapat ini dari mana?!”

Cologne mendecak, “Ck. Hei, dari pada bertanya sebaiknya kau kirimkan saja foto tersebut pada timmu. Jangan terlalu banyak membuang-buang waktu!” Cologne menatap tajam ke arah Eden.

Eden terdiam lalu dengan cepat melakukan hal yang seperti diperintahkan oleh Cologne.

Sembari mengerjakan yang diperintahkan oleh juniornya tersebut. Eden kembali merasa takjub saat mendapati hasil kerja luar biasa dari Cologne. Diam-diam dia berkata seperti ini di dalam hatinya, Mungkin aku salah karena aku sudah menilainya dengan cepat, sepertinya dia masih memiliki kemampuan luar biasa tersebut.

Cologne yang melihat Eden tiba-tiba saja tersenyum-senyum sendiri langsung menegur laki-laki tersebut dengan geram, “Bisa kau pastikan apa keadaan kejiwaanmu itu masih normal?” sindir Cologne.

“Apa aku terlihat seperti orang bodoh?”

Hampir saja Cologne meludahi wajah seniornya tersebut jika saja ia tidak bisa menahan amarahnya. “Berhenti bercanda!” serunya kesal.

***

Satu Jam Kemudian

Setelah menunggu selama hampir satu jam, Eden kembali mendapatkan laporan dari timnya.

Cologne melirik ke arah Eden dan berharap laki-laki itu dapat mempermudah sedikit pekerjaannya. Rasanya pemuda itu sama sekali tidak tertarik mengenai urusan penculikan ini dan ingin cepat pulang ke rumahnya.

“Jangan melirikku seperti itu. Kau harus senang karena timku sudah berhasil melacak tempat tersebut dan mendapat beberapa informasi penting,” ujar Eden dengan wajah ceria.

Cologne mendesah dan dia benar-benar terlihat tidak tertarik untuk perkembangan lebih lanjut dari kasus ini.

“Kalau begitu cepat katakan! Dan jangan terus membuatku menunggu seperti ini.”

Eden menghela nafas. Dia pikir semangat kerja yang dimiliki oleh Cologne telah kembali namun yang terjadi malah sebaliknya.

“Kafe yang kau tunjukan sebelumnya itu memang benar bukanlah sembarang kafe. Kafe Red Velvet nama dari kafe itu, mungkin kafe itu terlihat seperti biasa-biasa saja dan menjalankan bisnisnya dengan normal. Namun kafe tersebut juga memiliki aktivitas ilegal di sana. Karena kebetulan letak lokasi kafe yang cukup tertutup, kafe tersebut sering dijadikan sebagai tempat transaksi ilegal oleh pemiliknya,” jelas Eden.

“Oh,” komentar Cologne dengan singkatnya. Pemuda itu semakin terlihat tidak tertarik sekalipun perkembangan kasus sudah mengalami kemajuan.

Eden yang sudah tidak tahan melihat sikap Cologne yang seperti itu, langsung menarik kerah baju pemuda tersebut dengan kasar. “Tidak peduli kau suka atau tidak. Aku akan tetap membawamu bersamaku untuk menyelesaikan masalah ini sampai selesai!” seru Eden.

Cologne ingin sekali melawan namun apa daya tenaga yang dimiliki oleh seniornya tersebut, jauh lebih besar dari dirinya. Lagi pula, seniornya itu merupakan pemegang sabuk hitam Brazilian Jiu-Jitsu. Cologne sendiri yang hanya merupakan pemegang sabuk putih dalam taekwondo hanya bisa pasrah saat menghadapi seniornya tersebut. Lagi pula, dirinya tidak mau mendapatkan bantingan maut dari seniornya tersebut.

***

Di Kafe Red Velvet

“Tolong berikan informasi mengenai anak ini!” pinta Eden dengan suara tenang namun mengintimidasi khas miliknya. Eden menunjukkan foto seorang anak yang terlihat sedang bermain di sekitar halaman kafe tersebut.

“Bicara apa kau? Anak ini  pasti hanya kebetulan bermain di sekitar sini, tentu saja aku tidak mengetahui keberadaannya sekarang,” jawab Tuan Margot pemilik kafe.

“Kalian bodoh ya. Kalian mencoba mencurigai kami hanya karena ada anak-anak yang sedang bermain di sekitaran tempat bisnis kami,” timpal seorang pria bertubuh kurus yang merupakan pekerja di kafe ini.

“Psst … kau tidak akan bisa mendapat jawaban jujur dari mereka. Gunakan saja kekerasan di sini. Lagi pula mereka ini adalah orang-orang kriminal,” bisik Cologne di telinga Eden.

Eden mendesah lalu membalas seperti ini, “Tidak bisa, kau tahu kita ini bekerja bukan menggunakan kekerasan,” balas Eden dengan suara tak kalah pelan juga.

Mendengar jawaban dari seniornya tersebut, Cologne langsung merengut. Pemuda itu lalu maju dan mendorong jauh tubuh seniornya tersebut agar dirinya bisa menghadapi sang pemilik kafe.

KRAAK

Cologne membelah meja kayu di hadapannya. Pemuda itu menyeringai lebar dan menatap secara bergantian dari pemilik kafe sampai anak buahnya dengan tatapan mengintimidasi.

“Hei … apa … yang … kau … lakukan … itu … merupakan … perusakan … aku … akan … menuntutmu .... ” ucap Tuan Margot dengan suara bergetar khas orang ketakutan.

“Oh benarkah? Hm … tapi bukankah yang harusnya dituntut itu adalah kau? Bisa-bisanya kau bermain api di sini. Apa sejak awal kau memang berniat untuk menantang pihak kami?” ancam Cologne dengan suara yang terdengar halus namun menakutkan.

Apa dia salah makan? Sifatnya hari ini sangat aneh sekali, ucap Eden dalam hatinya begitu melihat tingkah laku Cologne yang terbilang aneh.

“Pssst … kau jangan hanya melihatku saja, cepat bantu aku juga!” bisik Cologne begitu melihat Eden hanya diam saja. Cologne langsung menyikut lengan seniornya tersebut.

Eden mendesah, “Huft, apa yang bisa aku bantu, kalau kau saja sudah berhasil membuat mereka merasa ketakutan seperti itu,” keluhnya.

Cologne mendecak. Dia mendekat ke arah Tuan Margot kemudian mengacung-acungkan sisa patahan dari meja yang telah terbelah dua ke arah pemilik kafe tersebut.

“Hei kau Tuan Kepala Botak, cepat berikan informasi mengenai anak itu! Aku yakin, kau pasti berusaha menyembunyikan sesuatu di sana di dalam kepala plontosmu itu!” serunya.

“MEMANGNYA KAU BISA APA? JIKA AKU TIDAK INGIN MEMBERITAHUKANNYA PADAMU!” jerit pria berkepala plontos tersebut frustasi.

Cologne menyeringai. “Kalau kau tidak mau melakukan itu, aku bisa menutup bisnismu ini. Kau sekarang tidak hanya sekedar berhadapan dengan pihak detektif murahan yang tidak bisa apa-apa. Kau tahu, aku ini orang yang bekerja secara resmi bersama kepolisian.”

“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”

Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status