Tidak,” jawabnya dengan singkat.
Eden mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Cologne yang sebelumnya selalu sukses dalam menangani beberapa kasus sulit. Tiba-tiba saja menjadi berubah drastis seperti ini. Terlihat sama sekali tidak ada niat untuk bekerja.
“Kau ini kenapa jadi seperti ini? Apa sekarang kau benar-benar berpikir untuk resign?” keluh Eden. Laki-laki itu merasa putus asa saat melihat kelakuan Cologne yang tampak ogah-ogahan dalam menangani kasus.
“Ck. Sifat pesimismu itu selalu saja terlihat menyebalkan. Ambil ini!” Cologne melemparkan catatan ke arah Eden dengan wajah kesal. “Sekarang giliran timmu yang bekerja!” tandasnya.
Eden mengambil catatan tersebut lalu membaca isinya. Laki-laki itu kemudian mencoba untuk menghubungi timnya dan meminta untuk melacak sebuah tempat yang sesuai dengan catatan diberikan oleh Cologne.
Cologne melirik sinis ke arah Eden. “Kalau kau punya mata. Kau bisa lihat di balik catatan itu terdapat sebuah foto yang sudah kuselipkan di sana,” katanya mencoba memberitahukan.
Masih dengan ponsel pintar di telinganya, Eden kemudian membalik catatan tersebut dengan sebelah tangannya. Di sana ia menemukan sebuah foto berupa tempat seperti kafe.
“Kau dapat ini dari mana?!”
Cologne mendecak, “Ck. Hei, dari pada bertanya sebaiknya kau kirimkan saja foto tersebut pada timmu. Jangan terlalu banyak membuang-buang waktu!” Cologne menatap tajam ke arah Eden.
Eden terdiam lalu dengan cepat melakukan hal yang seperti diperintahkan oleh Cologne.
Sembari mengerjakan yang diperintahkan oleh juniornya tersebut. Eden kembali merasa takjub saat mendapati hasil kerja luar biasa dari Cologne. Diam-diam dia berkata seperti ini di dalam hatinya, Mungkin aku salah karena aku sudah menilainya dengan cepat, sepertinya dia masih memiliki kemampuan luar biasa tersebut.
Cologne yang melihat Eden tiba-tiba saja tersenyum-senyum sendiri langsung menegur laki-laki tersebut dengan geram, “Bisa kau pastikan apa keadaan kejiwaanmu itu masih normal?” sindir Cologne.
“Apa aku terlihat seperti orang bodoh?”
Hampir saja Cologne meludahi wajah seniornya tersebut jika saja ia tidak bisa menahan amarahnya. “Berhenti bercanda!” serunya kesal.
***
Satu Jam Kemudian
Setelah menunggu selama hampir satu jam, Eden kembali mendapatkan laporan dari timnya.
Cologne melirik ke arah Eden dan berharap laki-laki itu dapat mempermudah sedikit pekerjaannya. Rasanya pemuda itu sama sekali tidak tertarik mengenai urusan penculikan ini dan ingin cepat pulang ke rumahnya.
“Jangan melirikku seperti itu. Kau harus senang karena timku sudah berhasil melacak tempat tersebut dan mendapat beberapa informasi penting,” ujar Eden dengan wajah ceria.
Cologne mendesah dan dia benar-benar terlihat tidak tertarik untuk perkembangan lebih lanjut dari kasus ini.
“Kalau begitu cepat katakan! Dan jangan terus membuatku menunggu seperti ini.”
Eden menghela nafas. Dia pikir semangat kerja yang dimiliki oleh Cologne telah kembali namun yang terjadi malah sebaliknya.
“Kafe yang kau tunjukan sebelumnya itu memang benar bukanlah sembarang kafe. Kafe Red Velvet nama dari kafe itu, mungkin kafe itu terlihat seperti biasa-biasa saja dan menjalankan bisnisnya dengan normal. Namun kafe tersebut juga memiliki aktivitas ilegal di sana. Karena kebetulan letak lokasi kafe yang cukup tertutup, kafe tersebut sering dijadikan sebagai tempat transaksi ilegal oleh pemiliknya,” jelas Eden.
“Oh,” komentar Cologne dengan singkatnya. Pemuda itu semakin terlihat tidak tertarik sekalipun perkembangan kasus sudah mengalami kemajuan.
Eden yang sudah tidak tahan melihat sikap Cologne yang seperti itu, langsung menarik kerah baju pemuda tersebut dengan kasar. “Tidak peduli kau suka atau tidak. Aku akan tetap membawamu bersamaku untuk menyelesaikan masalah ini sampai selesai!” seru Eden.
Cologne ingin sekali melawan namun apa daya tenaga yang dimiliki oleh seniornya tersebut, jauh lebih besar dari dirinya. Lagi pula, seniornya itu merupakan pemegang sabuk hitam Brazilian Jiu-Jitsu. Cologne sendiri yang hanya merupakan pemegang sabuk putih dalam taekwondo hanya bisa pasrah saat menghadapi seniornya tersebut. Lagi pula, dirinya tidak mau mendapatkan bantingan maut dari seniornya tersebut.
***
Di Kafe Red Velvet
“Tolong berikan informasi mengenai anak ini!” pinta Eden dengan suara tenang namun mengintimidasi khas miliknya. Eden menunjukkan foto seorang anak yang terlihat sedang bermain di sekitar halaman kafe tersebut.
“Bicara apa kau? Anak ini pasti hanya kebetulan bermain di sekitar sini, tentu saja aku tidak mengetahui keberadaannya sekarang,” jawab Tuan Margot pemilik kafe.
“Kalian bodoh ya. Kalian mencoba mencurigai kami hanya karena ada anak-anak yang sedang bermain di sekitaran tempat bisnis kami,” timpal seorang pria bertubuh kurus yang merupakan pekerja di kafe ini.
“Psst … kau tidak akan bisa mendapat jawaban jujur dari mereka. Gunakan saja kekerasan di sini. Lagi pula mereka ini adalah orang-orang kriminal,” bisik Cologne di telinga Eden.
Eden mendesah lalu membalas seperti ini, “Tidak bisa, kau tahu kita ini bekerja bukan menggunakan kekerasan,” balas Eden dengan suara tak kalah pelan juga.
Mendengar jawaban dari seniornya tersebut, Cologne langsung merengut. Pemuda itu lalu maju dan mendorong jauh tubuh seniornya tersebut agar dirinya bisa menghadapi sang pemilik kafe.
KRAAK
Cologne membelah meja kayu di hadapannya. Pemuda itu menyeringai lebar dan menatap secara bergantian dari pemilik kafe sampai anak buahnya dengan tatapan mengintimidasi.
“Hei … apa … yang … kau … lakukan … itu … merupakan … perusakan … aku … akan … menuntutmu .... ” ucap Tuan Margot dengan suara bergetar khas orang ketakutan.
“Oh benarkah? Hm … tapi bukankah yang harusnya dituntut itu adalah kau? Bisa-bisanya kau bermain api di sini. Apa sejak awal kau memang berniat untuk menantang pihak kami?” ancam Cologne dengan suara yang terdengar halus namun menakutkan.
Apa dia salah makan? Sifatnya hari ini sangat aneh sekali, ucap Eden dalam hatinya begitu melihat tingkah laku Cologne yang terbilang aneh.
“Pssst … kau jangan hanya melihatku saja, cepat bantu aku juga!” bisik Cologne begitu melihat Eden hanya diam saja. Cologne langsung menyikut lengan seniornya tersebut.
Eden mendesah, “Huft, apa yang bisa aku bantu, kalau kau saja sudah berhasil membuat mereka merasa ketakutan seperti itu,” keluhnya.
Cologne mendecak. Dia mendekat ke arah Tuan Margot kemudian mengacung-acungkan sisa patahan dari meja yang telah terbelah dua ke arah pemilik kafe tersebut.
“Hei kau Tuan Kepala Botak, cepat berikan informasi mengenai anak itu! Aku yakin, kau pasti berusaha menyembunyikan sesuatu di sana di dalam kepala plontosmu itu!” serunya.
“MEMANGNYA KAU BISA APA? JIKA AKU TIDAK INGIN MEMBERITAHUKANNYA PADAMU!” jerit pria berkepala plontos tersebut frustasi.
Cologne menyeringai. “Kalau kau tidak mau melakukan itu, aku bisa menutup bisnismu ini. Kau sekarang tidak hanya sekedar berhadapan dengan pihak detektif murahan yang tidak bisa apa-apa. Kau tahu, aku ini orang yang bekerja secara resmi bersama kepolisian.”
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”
Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.
“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang
Di Dalam Mobil PenculikCologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil Si Penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.“Hah? Siapa kau?!” jerit Si Penculik yang terkejut mendapati seorang pria asing masuk ke dalam mobilnya secara tiba-tiba.“Kau tidak perlu tahu itu!” seru Cologne sembari melancarkan serangan ke arah Si Penculik. Dengan cepat pemuda itu melumpuhkan Si Penculik dan membuatnya langsung tak sadarkan diri. Setelah melumpuhkan Si Penculik, Cologne langsung mengambil alih setir mobil yang ia rasa aneh.Berlin yang melihat aksi dari Cologne tersebut merasa tidak terlalu terpukau.“Kau benar-benar terlihat tidak keren
Cologne dengan langkah terburu-buru mencoba menghindari Eden dan pergi meninggalkan begitu saja. Dan sementara itu Eden yang masih berdiri di tempatnya merasa heran dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh juniornya tersebut.“Apa ini memang pertanda bahwa aku harus melakukan pembersihan (penyucian) di kantor?” gumam Eden pada dirinya sendiri. Laki-laki itu berpikir bisa saja kantornya akhir-akhir ini menjadi tempat perkumpulan dari berbagai arwah gentayangan sehingga membuat orang-orang yang bekerja di sana menjadi ‘ketempelan’.***Halte BisSetelah menyadari uangnya tidak cukup untuk membayar taksi. Mau tidak mau Cologne terpaksa menggunakan bis untuk pulang ke rumahnya.“Kalau kau menolak tawaran Eden. Kenapa kau juga masih menolak tawaranku? Kau hanya merepotkan dirimu sendiri bodoh. Aku bisa langsung memindahkanmu ke rumah,” omel Berlin yang kini berdiri tepat di samping tubuh Cologne.
Hujan saat ini turun dengan sangat deras. Cologne yang baru saja keluar dari kantornya langsung membuka payung miliknya. “Bukankah ini sangat menyebalkan, cih aku benci hujan,” keluh Cologne berbicara pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berjalan melewati tetesan air hujan yang membasahi payungnya.***Sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Cologne sama sekali tidak tertarik dengan keadaan sekitarnya. Pemuda itu hanya sibuk menatap lurus ke depan dan di kepalanya pun hanya terpikirkan rumah dan kasur yang hangat.Dan di tengah rasa ketidakpedulian pada sekitarannya itu. Cologne tiba-tiba saja berhenti berjalan. Pemuda itu menemukan seekor kucing kecil berwarna putih yang kebasahan.Apa peduliku soal ini? Toh kalau tidak ada yang memungutnya paling dia juga ujung-ujungnya akan mati, kata Cologne dalam hatinya.Dia benar-benar bersikap acuh dan sama sekali tidak peduli pada keberadaan makhluk malang yang ber
Pada mulanya Cologne ingin membiarkan saja kucing tersebut. Cologne melihat pria yang tengah membawa kucing itu memiliki tubuh yang sangat kekar. Namun di satu sisi hatinya terasa tidak enak jika dia membiarkan kucing tersebut begitu saja. Cologne menjadi selalu teringat akan Jo. Dan pada akhirnya pemuda tersebut memutuskan untuk tetap menyapa orang asing tesebut.“Permi .... “ Ketika Cologne ingin menyapa orang asing tersebut tiba-tiba saja dirinya mendapatkan serangan dari sosok tersebut. Cologn menyadari hidungnya telah mengeluarkan darah setelah mendapat tinjuan di wajahnya.“Sialan kau!” seru Cologne yang tidak terima mendapat tinjuan di wajahnya.DUAKTendangan itu berhasil mengenai tubuh pria kekar tersebut dan berhasil membuat kucing yang berada di tangannya meloncat turun ke bawah. Menyadari pria itu lengah dengan cepat Cologne mengambil kucing tersebut dan segera melarikan diri. Bisa mati aku, kalau sampai
Berlin yang sudah mengamankan Cologne kemudian dengan cepat bergerak maju ke arah kucing tersebut. Dan langsung menjatuhkan kucing tersebut dengan membuatnya tertidur setelah ia meletakkan tangannya di kening kucing jadi-jadian tersebut. “Kau benar-benar ingin membuatku terluka! Sialan kau ini, benar-benar berhati iblis!” Cologne benar-benar marah saat dirinya dibiarkan terluka begitu saja oleh Berlin. Berlin menoleh ke arah Cologne kemudia segera membalas omelan Cologne, “Anggap saja kita impas karena kau sudah mengerjaiku sebelumnya,” katanya acuh. Iblis itu kemudian kembali mendekat ke arah kucing tersebut lalu mulai menelitinya dengan saksama. Dia tampak sangat jeli saat melakukan pekerjaan yang satu ini. "Apa kau sudah mengetahui jenis siluman ini, wahai Pakar Ilmu Neraka?" cibir Cologne yang sudah tak sabar. "Mul
Dengan terpaksa Berlin kemudian meletakkan tangannya di wajah Cologne. Setelah meletakkan tangannya di sana, perlahan-lahan luka di wajah Cologne terlihat mulai membaik."Kau benar-benar merepotkanku dan kenapa aku harus menjaga manusia bodoh sepertimu, aku menyesal," gumam Berlin dengan suara pelan.***Keesokan PaginyaDRING DRING DRINGPonsel milik Cologne bergetar dan memunculkan pemberitahuan adanya pesan masuk di layarnya sana.Cologne yang baru bangun dengan terpaksa mengambil ponsel miliknya tersebut, kemudian membaca pesan yang telah masuk di sana.“Pembunuhan kucing-kucing liar?” gumamnya. Pemuda itu tampak terlihat sedikit penasaran begitu mendapatkan kabar mengenai maraknya pembunuhan yang ditemukan pada kucing-kucing liar. Akhir-akhir ini marak tengkorak kepala kucing bertebaran di mana-mana. Dan seperti biasa Cologne mendapatkan bagian tugasnya untuk menyelidiki kasus ini.PLUK
Jika saja, Cologne memiliki keberanian besar mungkin pemuda itu akan tertawa terbahak-bahak di depan pria tersebut karena aksinya yang tergolong sangat feminin. Terlihat seperti seorang ibu bertubuh kekar yang tengah menggendong bayi kecilnya. Mungkin akan terlihat semakin cocok jika saja pria itu menggunakan celemek berwarna merah jambu.Setelah melihat kepergian pria bertubuh kekar tersebut, Cologne hanya bisa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Pemuda itu bahkan sekarang mengabaikan pesanannya yang kini telah tersaji rapi di hadapannya. Di kepalanya terus bermunculan pikiran-pikiran aneh yang sama sekali tidak bisa ia tepis.Aku harus mencari tahu soal ini! ujarnya dalam hati.***Sekembalinya Dari KedaiSetelah menyelesaikan makan siangnya, Cologne memilih untuk tidak langsung kembali ke kantornya. Setelah keluar dari kedai, pemuda itu melihat pria bertubuh kekar yang sebelumnya sempat bertemu dengannya tadi, kembali ia lihat berada