Share

Bab 7 Kidnapping

“PERSETAN AKU TIDAK PERCAYA DENGANMU!”

Cologne yang sudah kehabisan rasa kesabarannya kemudian langsung melancarkan pukulan Oi-Zuki-Chudan yaitu pukulan yang mengarah ke perut atau ulu hati. Katakanlah saja bahwa pemuda itu memang berada di level pemula dalam bela diri taekwondo namun tidak berlaku dalam bela diri karate.

Begitu mendapatkan serangan tersebut Tuan Margot langsung mengalami muntah-muntah selayaknya ibu hamil. Pria itu jatuh terkapar di atas lantai dan langsung membuat anak buahnya menjadi merasa ketakutan sekaligus panik.

Filip yang merupakan salah satu anak buah Tuan Margot langsung mendatangi pria tersebut dan membantunya.

Dengan wajah masam Cologne kembali bertanya pada pria tersebut, “Apa kau masih belum ingin memberikan informasinya padaku?” tanyanya dengan wajah seram.

“Uhuk … uhuk … uhuk … baiklah aku akan memberitahukanmu. Sebenarnya ada seorang pria yang akhir-akhir ini sering berkeliaran di sekitar kafe kami. Kami tahu bahwa pria tersebut memang bekerja sebagai seorang penculik anak. Pria itu sempat menawarkan kerja sama dengan kami, jika kami bisa membantunya dalam mendapatkan seorang anak yang datang ke kafe kami, maka dia berjanji akan memberikan jatah kompensasi pada kami,” jawab Tuan Margot berusaha untuk berkata jujur.

“Lalu?” Masih dengan wajah seramnya Cologne kembali mengancam dalam diam.

“Ergh … ada seorang anak yang akhir-akhir ini sering bermain di sekitaran wilayah kami. Dan kami pikir karena kami kesulitan untuk mendapatkan korban penculikan dari kafe kami yang jarang dikunjungi maka akhirnya kami memutuskan untuk menyekap anak itu di kafe kami. Dan langsung menghubungi pria tersebut. Setelah menghubungi pria tersebut, pria itu datang ke kafe kami dan membawa anak itu pergi bersamanya untuk dijual ke perdagangan manusia. Dan … kami mendapatkan bayaran kami,” cerita Tuan Margot.

“Dan aku pastikan kau masih belum mengatakan semuanya dengan JELAS!” Cologne menguatkan kata terakhirnya.

Tuan Margot meringis dia nyaris mengeluarkan air kemihnya di dalam celana. Pemuda di hadapannya saat ini benar-benar terlihat mengerikan.

“Baiklah, sejujurnya pria itu baru saja berencana untuk membawa anak itu untuk dibawa ke kota lain. Kalau kau ingin mengejarnya kau masih sempat untuk mencegahnya. Aku bisa berikan alamatnya. Tapi tolong ampuni aku, setelah semua ini terjadi,” pinta laki-laki berkepala plontos tersebut dengan wajah meminta belas kasihan.

“Kalau begitu cepat berikan alamatnya!” gertak Cologne.

Tuan Margot kemudian mengeluarkan ponsel pintar miliknya lalu menunjukkan sebuah aplikasi yang terlihat seperti menunjukkan suatu lokasi tempat.

“Ikuti saja arahan dari aplikasi ini dan kau tidak akan kesusahan untuk mencarinya,” katanya berusaha meyakinkan Cologne.

Cologne menggeram. Sejujurnya ia tidak terlalu mempercayai pria ini. Namun dia tahu jika dia sedikit saja terlambat untuk bergerak maka semuanya akan  berakhir kacau dan menjadi sia-sia. Cologne mengambil ponsel pintar milik Tuan Margot lalu dia segera berbalik. Dengan langkah besar pemuda itu kemudian melewati Eden begitu saja. Saat ini dia benar-benar menjadi mengacuhkan seniornya tersebut dan tampak terlihat sangat terburu-buru.

“COLOGNE TUNGGU AKU!” teriak Eden begitu dirinya ditinggalkan begitu saja oleh juniornya tersebut.

***

Di Dalam Mobil

Cologne yang seorang diri menyetir mobil tampak serius mengikuti arahan dari aplikasi yang diberikan oleh Tuan Margot. Bahkan saking seriusnya pemuda tersebut sampai tega meninggalkan seniornya sendiri yaitu Eden. Bisa dibayangkan betapa marahnya Eden begitu mendapatkan perlakuan kurang ajar dari juniornya tersebut. Namun mengingat situasi yang amat mendesak membuat Cologne berpikir tidak ada gunanya mengkhawatirkan Eden. Dia pikir, Eden bisa saja ikut menumpang dengan mobil dari timnya sendiri.

Dan ditengah keseriusannya tersebut. Cologne mulai menyadari adanya pergerakan aneh dari aplikasi yang tengah ia gunakan tersebut. Dia melihat entah mengapa titik merah yang merupakan patokannya kini mulai bergerak menjauh. Padahal sedari tadi titik merah tersebut sama sekali tidak bergerak. Tunggu … mengapa titik merah tiba-tiba bergerak? Bukankah sebelumnya titik ini tidak pernah bergerak? tanya pemuda tersebut dalam hatinya. Jangan-jangan titik ini bukanlah penunjuk alamat, melainkan penunjuk dari gerakan objek. Bisa saja ini seperti alat pemantau dari jauh, terka Cologne dalam pikirannya.

“Heh kenapa begini saja kau tidak sadar?” ejek Berlin yang tiba-tiba saja muncul dalam wujud bayangan hitamnya.

“Berisik! Jangan menggangguku!” seru Cologne dengan suara keras.

“Ops, aku kemari bukan untuk mengganggumu, justru aku ingin membantumu. Bagaimana?” tawar Berlin setengah menggoda lawan bicaranya tersebut.

“Tidak butuh!” tukas Cologne dengan cepat. Pemuda tersebut masih berusaha mempertahankan kosentrasinya saat menyetir mobil.

“Oh ayolah ini sama sekali tidak menyenangkan. Kau itu payah dalam menangani kasus. Yang selama ini membuatmu selalu sukses mendapat pujian hanya karena kau beruntung telah menjadi rekan kerja Jo. Ayolah tugasmu akan cepat berakhir kalau kau mengandalkanku. Bukankah di pikiranmu saat ini kau hanya ingin cepat pulang dan berendam?” Lagi dan lagi Berlin tidak henti-hentinya menggoda Cologne untuk  mencoba meminta bantuan pada dirinya.

“Seandainya aku meminta bantuan padamu, apakah aku akan mendapatkan risikonya?” tanya Cologne. Pemuda itu tidak berniat untuk meminta tolong melainkan mencoba mendengarkan imbalan seperti apa yang diharapkan oleh iblis tersebut.

“Hmm … umurmu akan menjadi semakin pendek, bukankah itu sederhana?” jawab Berlin sekenanya. Tidak jelas apakah ia mengatakan hal tersebut dengan benar atau malah sebaliknya.

“Cih. Tidak sudi aku bekerja sama denganmu. Bahkan sampai peti kematianku tertutup rapat, aku tidak akan pernah sudi meminta bantuanmu!” ujar Cologne dengan tegas.

“Kalau begitu kau sebut dengan apa, permintaanmu saat itu yang memintaku untuk menyembuhkan lukamu?” goda Berlin lagi. Iblis itu benar-benar tidak ada habis-habisnya berusaha untuk mencobai domba malang tersebut.

“Arrghh ... sialan berhenti kau mencobaiku terus!” erang Cologne frustasi. Cologne tahu dirinya tidak akan berakhir dengan baik jika terus-terusan bergantung pada Berlin. Lagi pula, dirinya teringat betul dengan sosok Jo yang selalu bersikap jujur dan rela mempertaruhkan nyawanya sendiri saat melaksanakan tugas tanpa bantuan yang sekiranya ia anggap curang.

“Aku selalu percaya pada keadilan dan kejujuran karena kedua hal tersebut tidak akan pernah mengkhianati dirimu sendiri,” ucap Cologne tanpa sadar mengulangi ucapan yang sering digunakan oleh almarhum sahabatnya yaitu Jo.

“Keras kepala sekali, kalau begitu buktikan kata-kata murahan tersebut dapat bekerja dengan baik untukmu,” sindir Berlin begitu merasa bantuannya tidak diperlukan.

“Akan aku buktikan!” balas Cologne dengan mantap. Pemuda itu kemudian mempercepat laju mobilnya dan terlihat seolah-olah seperti mengejar sesuatu di depannya.

Dan Berlin yang mendapati aksi nekat dari pemuda tersebut tersenyum sinis. “Dasar bodoh. Baiklah aku akan membantumu atas kemauanku sendiri,” ujar Berlin yang bergerak atas kemauannya sendiri untuk membantu Cologne.

***

Di Dalam Mobil Penculik

Cologne yang sebelumnya berada di mobilnya sendiri kini telah berpindah ke dalam mobil si pelaku penculikan anak.

Berlin rupanya telah memindahkan Cologne ke dalam mobil si penculik. Iblis itu sebenarnya merasa gemas karena melihat Cologne terlalu lama untuk mengejar si pelaku penculikan karena itu ia berniat untuk membantunya sekaligus guna mendapat hiburan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status