Share

Bab 1 : Sendirian

"Kamu mengajakku berjalan, kemudian meninggalkanku sendirian."

—o0o—

"Siapa kamu?" seorang gadis kecil bertanya polos sambil menatap punggung laki-laki yang hanya berbeda setahun dengannya.

Laki-laki itu menoleh, menatapnya tajam dengan mata onyx miliknya yang indah. Tidak menjawab, ia perlahan melangkah mendekati gadis itu dengan wajah datar, dan sebelah tangannya memegang sebilah pisau yang cukup besar.

Gadis yang kini didekati mulai berjalan mundur dan tersandung-sandung karena barang-barang yang berserakan di ruangan itu. Ia berhasil sampai ke pintu, berjenggit untuk bisa meraih knop. Namun, tetap tidak bisa, ia terlalu pendek.

Menyerah, jantungnya berdetak kencang dengan keringat dingin yang mengucur dari pelipisnya. Tubuhnya yang gemetar ia paksa untuk berbalik. Matanya melebar begitu tak menemukan sosok laki-laki tadi. Ia menoleh dengan panik ke kanan dan kiri.

"Loh ... kok gak lari?" suara gamang laki-laki yang tepat di telinganya membuat pergerakannya terhenti. Tubuh gadis itu semakin bergetar, merasakan napas laki-laki itu di lehernya. Otot-otot kakinya terasa kaku seolah memakunya di tempatnya berpijak.

Di detik berikutnya, gadis itu merasakan benturan kuat di tengkuk dan pandangannya berubah gelap. Samar-samar ia mendengar bisikan. "Jangan sendirian ...."

Shirin terlonjak bangun, matanya terbuka lebar dengan napas terengah. Beberapa saat ketika kesadarannya sudah terkumpul, ia melirik jam di atas nakas. Pukul 05.30 pagi.

Mata onyx itu ...,

Gadis berambut gelap itu menghela napas seraya mengusap wajah gusar dan menyibak selimut. Ia harus segera melupakan itu.

***

"Riiin!" seorang gadis berambut blonde menyapa temannya yang baru datang dengan heboh. Ia berlari, melompat, dan memeluk seorang gadis hingga terlonjak, seolah sudah lama sekali mereka tidak bertemu. "Ya Allah, Rin. Lo gak papa, 'kan, Rin? Gak ketabrak mobil, 'kan?"

Shirin hanya menggeleng kecil, hampir saja jantungnya copot karena temannya itu. "Mia, lo diliatin," bisiknya, "malu dikit, dong."

Tak peduli menjadi pusat perhatian, gadis yang dipanggil Mia malah tertawa keras. "Gak papa, yang penting sehat!" ucapnya di sela-sela tawa.

Siswa-siswi yang berada di lobi menggelengkan kepala seraya ikut tertawa dengan damai, dan beberapa ada yang berkomentar.

"Mia ada-ada aja, sih."

"Apa, sih, Mia? Mulai, deh, jahilnya."

"Mia, ya ampun."

Shirin merotasikan bola mata mendengar jawaban Mia. "Ya udah, ayo ke kelas!"

Mia tersenyum dan berjalan di sampingnya dengan riang. Di sepanjang koridor, banyak siswa-siswi yang menyapanya. Shirin hanya bisa tersenyum kecil-seperti biasa.

Tak sampai lima menit, dua gadis itu sudah sampai di kelasnya, yaitu kelas XI IPS 2. Shirin langsung meletakkan tas di kursi terdepan di barisan tengah, seraya duduk dan mengeluarkan buku novel dari laci meja.

Mia duduk di sampingnya, gadis itu menahan tangan Shirin yang hendak membuka buku. "Eits, apa-apaan? Apaan ini, apaan?"

"Bisa gak, gak usah lebay?" Shirin mendesah jengah. "Masih pagi, loh."

"Ya, sori." Mia cengengesan, tetapi kemudian cemberut. "Tapi, jangan baca novel dulu, gue mau cerita, nih."

Shirin menatap Mia beberapa detik, sebelum akhirnya memasukkan kembali novel ke dalam laci, kemudian bertopang dagu sambil tersenyum. "Ya udah, cerita apa?"

Senyum Mia semakin lebar, ia pun mendekat dan mulai bercerita dengan semangat. "Jadi, kemarin Kak Atha tiba-tiba ajak gue pulang bareng."

"Athalas Fernan kelas XII IPA 2?" Shirin memastikan.

"Iya! Siapa lagi?" Mia mengangguk semangat. "Tapi, kemarin gue juga bareng sama Kak Abi, pakai mobilnya Kak Atha."

"Terus?"

Mia diam-diam tersenyum saat Shirin mulai tertarik kala ia menyebutkan nama Abi. Ya, jika tentang seorang Abizart Dirgantara, Shirin tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya.

"Udah," jawab Mia.

Shirin nampak kecewa. Namun, langsung mengubah ekspresinya menjadi merengut kesal. "Idih, masa gitu doang?"

"Ya, emangnya gimana lagi?"

"Tau, ah," dengus Shirin. Tangannya mulai meraba laci meja untuk mencari buku novelnya. Namun, lagi-lagi digagalkan oleh Mia.

Mia menarik lengannya supaya berdiri. "Mending jalan-jalan aja, mumpung masih pagi."

"Ya elah, Mia—" belum sempat protes, Shirin sudah ditarik keluar. Akhirnya, dengan terpaksa, gadis itu berjalan di sisi Mia.

"Lemes amat, sih, Rin?" Mia mulai jengah. "Liat, tuh. Paginya cerah, harusnya semangat!"

"Pagi yang cerah juga gak bisa bantuin gue ngerjain tugas sekolah," dengus Shirin.

"Bisa aja lu, perawan."

Shirin hanya menghela napas. "Ya iyalah, gue perawan, emangnya gue perjaka?" Mia mencibir tanpa suara dihadiahi toyoran di kepalanya.

"Sakit tau, Rin!" ucap Mia sambil meraba dahinya.

"Iya, gue tau, kok."

"Eh, eh, itu Kak Atha sama Kak Abi!" Mia menunjuk ke pintu lobi.

Shirin menoleh, terlihat ada dua orang lelaki jangkung yang masuk bersamaan. Yang satu berjalan sambil sebelah tangan memegang tali tas, yang satunya lagi berjalan dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

"Kak Atha! Kak Abi!" Mia melambaikan tangan sok akrab. Namun, berhasil membuat kedua lelaki famous di SMA Generasi Bangsa itu menoleh dan menghampiri.

"Halo, Mia!" Lelaki berambut gelap—Abizart—menyapa Mia ramah. Ya, hanya Mia.

"Dateng jam berapa?" Atha ikut berbasa-basi.

Dalam sekejap, mereka pun berbincang akrab seolah teman dekat. Shirin yang merasa tidak punya tempat di antara mereka pun mundur untuk memberi ruang privasi.

Shirin hanya bisa bengong melihat ke arah lain. Kemudian, ketika ia rasa sudah cukup lama, ia berbalik untuk memastikan Mia sudah selesai berbicara. Namun, yang ditangkap matanya adalah dada bidang seseorang yang tepat di depan hidungnya. Shirin terlonjak dan mundur beberapa langkah.

"Eh, sori, hampir aja," ucap suara familer seorang lelaki, dan berhasil membuat tubuh Shirin seketika membeku.

Shirin perlahan mendongak untuk melihat wajah lelaki tinggi itu. Matanya membulat kala yang dilihatnya adalah mata kelam dan wajah tampan Abi. Ia refleks mundur lagi dan menutup mulutnya dengan tangan. "Maaf, Kak Abi. Aku gak liat."

Abi terkekeh dan mengusap tengkuknya. "Gak papa, kok."

Shirin tersenyum kikuk. Ia melirik ke belakang Abi, di mana masih ada Mia yang sedang mengobrol dengan lelaki berambut cokelat alias Athalas.

"Oh, iya, lo temennya Mia, ya?" suara Abi kembali mengalihkan perhatiannya.

Shirin mengangguk dan menjawab seadanya. "Iya."

"Kenalin, gue Abi." Abi mengulurkan tangannnya. "Eh, tapi pastinya, lo udah tau, ya? Ahahah!"

"Aku Shirin," jawab Shirin sambil menjabat tangan kakak kelasnya itu. Ia merasakan getaran saat kulit mereka bersentuhan.

"Rin!" Shirin menoleh kala Mia memanggil. Dilihatnya Mia dan Athalas hendak pergi. "Gue mau kumpulin jurnal dulu, ya!"

Shirin hanya mengangguk menyetujui. Mia adalah anggota klub jurnalis, klub itu memang sering kumpul dadakan.

"Gue juga mau ke kelas dulu, dah!" Abizart pun melenggang pergi tanpa menunggu jawaban Shirin.

Kini, Shirin berdiri sendirian di tengah lobi, di mana siswa-siswi lain sibuk berlalu lalang. Merasa terasingkan di keramaian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status