Share

Bab 8 : Anak Kecil

Author: Sanjara
last update Huling Na-update: 2021-08-17 09:39:34

"Lo, tuh, udah kayak anak kecil aja, njir!" Atha mengomel begitu Shirin sampai di Mal bersama Al. "Kesasar di Mal, terus diculik om-om. Nyusahin, dah, asli. Bikin orang khawatir aja!"

Al memandang jengkel, tetapi kemudian ia tersenyum mengejek. "Eum, Ath ... lo ... khawatir sama Shirin?"

"Bukan gue, tapi Mia." Atha menjawab cepat. Namun, Al dan Mia malah tertawa cekikikan-membuatnya mengumpat.

Sementara Shirin sendiri hanya diam seperti anak kecil yang polos-memandang teman-temannya bergantian. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. "Udah sore, gue duluan, ya, Mia."

Mia mengangguk membuat Shirin segera berbalik.

"Mia, gak usah anter. Gue bisa sendiri." Shirin cepat-cepat menambahkan kala Mia ingin mengikuti langkahnya.

"Bener?" Mia memastikan, sementara Shirin mengangguk seraya berlalu pergi memunggungi teman-temannya.

Entah mengapa, Al malah menyusul dan berjalan di sisinya. "Pulang naik apa?"

Shirin melirik sekitar sebelum menjawab. Tidak ada taksi di sekitar sini. "Eum, bus."

Al menatapnya menyelidik seraya mencekal tangannya. "Ayo, aku anter!"

"Jangan, nanti kamu ditampar mama." Shirin buru-buru menolak. Namun, Al malah tertawa mendengar penolakannya. "M-maaf."

"Gak papa." Al merespons dengan cepat. Ia berpikir sebentar, lalu menawarkan. "Kalo pulang bareng gimana?"

Shirin diam, berpikir dalam hati, bukankah itu sama saja?

"Aku ikut naik bus," tambah Al dengan seulas senyum.

Shirin menyembunyikan wajahnya yang entah mengapa malah memanas. Ia mengangguk kecil. "Terserah Kak Al aja."

Aldiaz bersorak kecil seraya menarik tangan Shirin menuju halte. Tak butuh waktu lama hingga bus datang dan membawa mereka.

Mia memandang peristiwa itu dari kejauhan dengan helaan napas lega. "Al gercep banget. Iya gak, Ath?"

"Paling cuma iseng," dengus Atha seraya berlalu dari taman Mal diikuti tiga orang temannya.

***

"Kak Al mau ke mana?" Shirin akhirnya bertanya memecah hening. Mereka masih duduk di dalam bus.

"Ke mana-mana." jawaban Al membuat gadis itu mendengus. Al sendiri tertawa kecil. Gadis di sampingnya ini kenapa bisa sangat lucu?

"K-Kak Al ... enggak nonton sama yang lain?" Shirin bertanya lagi, entah mengapa ia bisa berbicara banyak hal dengan lelaki ini.

Al meliriknya dan diam-diam tersenyum. Namun, bukannya menjawab, ia malah mengajukan pertanyaan lain. "Kenapa manggil aku 'kak'?"

"Kak Al 'kan, senpai--"

"Senpai?" Al membeo.

Shirin cepat-cepat meluruskan. "M-maksudnya, Kakak itu--"

"Kamu wibu?" bukannya mendengar penjelasan Shirin, Al malah mengubah pertanyaan.

Alhasil, Shirin memalingkan wajah dan pura-pura menyibukkan diri dengan memeriksa tasnya. "B-b-bukan, aku bukan wibu. A-a-aku cuma s-suka nonton anime aja."

Al mendekatkan wajahnya dan tersenyum usil. "Tau Kuriyama Mirai?"

"Film Kyoukai No Kanata?" Shirin menyahut.

Al mengangguk dan menunjuk pipi Shirin yang tembam. "Iya, kamu mirip sama Kuriyama."

Lagi-lagi wajah Shirin dibuat memanas. Al mengabaikan dan kembali bersandar pada kursi. Shirin kembali melihat ke jalanan. Ternyata, sebentar lagi ia sampai di perumahan. Gadis itu pun berdiri dan menghentikan bus. Baru saja ia ingin melangkah, Al mencekal tangannya-membuatnya kembali menoleh.

Al tersenyum miring, senyumannya sulit diartikan. "Sampai jumpa besok."

Tak ingin tercenung terlalu lama, Shirin mengerjap dan mengangguk singkat seraya buru-buru keluar dari bus. Ia hanya tersenyum kecil pada Al yang melambai dari jendela bus.

Saat bus sudah menjauh, Shirin terduduk di halte meraba dadanya. Ia merasakan jantung yang berdetak tak karuan. Hari ini hatinya membuncah senang. Baru kali ini ada seseorang selain Mia dan ibunya yang berbicara padanya selama itu, dan baru kali ini ada laki-laki yang berhasil membuatnya berbicara banyak hal dan menunggunya sesabar itu.

Ia melempar tas asal di kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Beberapa menit berlalu, yang dilakukannya hanya menatap langit-langit kamar yang polos.

Wajah Aldiaz kembali terlintas. Pesonanya, mata onyx-nya yang indah, dan perkataannya yang lembut kembali terngiang di otak Shirin.

Shirin merasa perutnya mulas, seakan ada kupu-kupu yang terbang di dalamnya. Hatinya ringan dan berdesir hebat. Ia merasa sangat bahagia.

"Aku bisa menunggu lebih lama lagi. Bahkan, selama yang kamu mau."

Shirin membenturkan kepalanya ke kasur berulang kali, meraih bantal, dan menutupi wajahnya seraya berteriak kencang. Kemudian, deringan ponsel mengalihkan perhatiannya. Nama Mia tertera di layar sebagai penelepon.

"Eh, lo udah sampe? Masih hidup, 'kan?" sembur Mia begitu telepon terhubung.

Shirin memutar bola mata. "Ya, masihlah. Ini gue masih napak di tanah."

"Haah, syukurlah." beberapa detik berikutnya, hening menyelimuti mereka. Kemudian Mia memanggil. "Rin."

Shirin hanya berdeham.

"Lo kenapa bisa seakrab itu sama Aldiaz? Dia gak ramah, loh."

Mendengar kata-kata Mia, Shirin bangkit dan membenarkan posisi duduknya. "Gak ramah gimana?" tanyanya. "Dia murah senyum, kok. Senyumnya juga manis. Terus, cara bicaranya juga ... lembut." Shirin menakup kedua pipinya yang memanas. Hanya dengan membayangkan sikap Aldiaz, membuat hatinya meletup-letup kesenangan.

"Ih, masa lo gak bisa bedain, sih, Rin?" nada suara Mia terdengar tak habis pikir. "Dia ramahnya, tuh, kayak orang yandere. Ramah, murah senyum, tapi psikopat."

"Ngaco!" sembur Shirin mulai kesal.

"Ih, serius, dia itu kalo ramah--"

"Udah-udah," potong Shirin. "Mending lo lanjut nonton film sama Athalas, jangan nelepon gue dulu."

Mia menepuk dahi. "Oh, iya. Gue lagi nonton film psikopat! Udah dulu, ya, Rin!" seru Mia yang disusul suara 'tut-tut' dari telepon.

Shirin menggelengkan kepalanya. Dasar Mia, bisa-bisanya menyebut Aldiaz psikopat.

***

Keesokan harinya adalah hari yang cerah. Meskipun masih pukul 06.00, Shirin setengah berlari memasuki gerbang sekolah. Ia masuk ke lobi gedung utama dan celingukan. Sekolah masih sepi, hanya ada segelintir murid yang baru datang.

Ia memutuskan berdiri di lobi, bersandar ke pilar, dan menyibukkan diri dengan buku. Napasnya terengah, tetapi Shirin tak merasa lelah.

Setelah dirasa cukup lama, Shirin menutup bukunya. Ia melihat sekeliling dan ternyata murid-murid sudah banyak yang berdatangan. Kemudian, decitan mobil di lapangan parkir mengalihkan perhatian Shirin.

Seorang lelaki jangkung berambut gelap keluar dari mobil avanza yang berwarna hitam. Aldiaz menyampirkan ranselnya di satu bahu dan berjalan menuju lobi.

Mata Shirin berbinar. Ia hendak melambaikan tangan. Namun, diurungkan kala menyadari ekspresi Aldiaz yang tak seramah kemarin. Tampang lelaki itu dingin, tatapannya tajam, dan lurus ke depan. Tidak memedulikan orang-orang yang bicara di sampingnya, ia terus melangkah dan melewati Shirin tanpa menoleh padanya sekali pun.

"Kak Al ...." suara Shirin nyaris seperti bisikan. Wajahnya semula cerah bak mentari pagi berangsur-angsur meredup.

Pada akhirnya ... ia ditinggalkan lagi. Pada akhirnya, ia tetap berdiri sendiri-merasa asing di dunia yang ia tempati.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
misi mulai membuahkan hasil ya Al
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Pengumuman

    Hai, para readers goodnovel! Terima kasih sudah membaca dan mendukung karya saya. Saya sangat senang karena akhirnya bisa menyelesaikan novel ini dalam waktu sebulan. Tapi, sebenarnya novel ini belum benar-benar tamat. Masih banyak misteri dan cerita masa lalu yang belum terkuak. Karena sebenarnya Novel Deutragonis adalah sebuah series yang terdiri dari tiga buku. Novel Deutragonis yang kedua "Deutragonis 2 : Lost Dream" akan segera saya publikasikan pada tanggal 20 September 2021. Di sana akan ada banyak tragedi dan misteri yang terpecahkan. Kalian juga akan lebih mendalami perasaan karakter karena saya menggunakan POV 1. Karena itu, jangan sampai melewatkannya, ya! Sampai ketemu lagi! (Kalau kalian punya waktu, kalian bisa mendukung karyaku yang lain, "Give Me A Heart". Untuk kalian yang menganggap perasaan adalah sebuah kesalahan.)

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Extra Part

    Ini pertama kalinya Shirin menjejakkan kaki di kampus Aldiaz. Shirin tidak sempat mengantar Aldiaz ke kampusnya saat ospek kampus satu semester yang lalu, dan di sinilah ia sekarang, berdiri sambil memandang gedung jurusan ekonomi yang menjulang tinggi di hadapannya.Sambil memandang sekitar, para mahasiswa tampak cuek dengan urusan masing-masing. Seolah tak melihat Shirin—satu-satunya gadis berseragam SMA yang ada di sekitar sana.Sambil meneguk ludah, Shirin pun memberanikan diri untuk memasuki gedung. Dinding dan pilar beton yang dicat abu-abu mendominasi. Langit-langit yang tinggi berwarna putih polos. Shirin berjalan pelan sambil memeluk hand bag yang dibawanya. Sibuk mengamati setiap sudut lobi, tubuh Shirin tak sengaja menabrak seseorang."Aduh—eh? Anak SMA?" suara seorang gadis membuat Shirin mendongak. Seorang gadis dengan jeans dan kaus berlengan panjang membungkuk sambil memerhatikan Shirin yang lebih pendek darinya. "Cari siapa, Dek?" tan

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Epilog

    [Abizart Dirgantara]Cewek paling cantik. Kata-kata itu bergema di hatiku saat menyaksikan cewek itu dari kejauhan. Dia berdiri di antara para orangtua yang menunggu anak-anak mereka selesai ujian. Dengan tongkat penyangga di ketiak kanan karena kakinya patah. Garis wajahya lembut, dengan tatapan mata sayu dan dagu selalu tertunduk.Sejak kapan aku tidak bisa melepaskan mataku darinya? Sekarang aku bagaikan seorang stalker, penguntit yang terus-menerus membayanginya setiap hari. Menyaksikan ketegaran yang disuguhkannya pada dunia. Menyaksikannya melepas topeng itu, menampakkan seorang remaja biasa yang takut menghadapi begitu banyak orang yang menertawakannya diam-diam di balik punggungnya.Dan merasa dia luar biasa cantik karenanya.Tuhan ... bolehkah aku mencintainya? Meskipun pada akhirnya aku akan menyakit

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 31 : Perfect Goodbye

    "Tanpamu, aku hanya ingin mencari tempat untuk menangis dan berteriak."***Mia keluar dari kelas XI IPS 2 dan celingukan waspada. Koridor masih ramai karena bel baru berbunyi tiga menit lalu. Mia mengembuskan napas lega begitu sosok yang dihindari tak terlihat batang hidungnya. Alhasil, ia pun melenggang santai menyusuri koridor.Gadis itu melotot dan sontak menutup wajahnya dengan buku begitu melihat Pak Shim keluar dari kelas XI IPS 1. Mia bisa melihat Pak Shim yang sedang mengobrol sebentar dengan para siswi. Dengan cepat, Mia berhambur ke kerumunan siswa. Namun, baru saja ia hendak keluar dari koridor, suara yang tak diharapkannya memanggil."Mia!" panggil Pak Shim tegas.Mia sontak menghentikan langkah dan mengembuskan napas lelah. Ia berbalik dengan gontai. "Saya 'kan, sudah konseling, Pak. Sudah," ujarnya.Pak Shim mengusap wajah seraya berjalan melewati Mia. "Ikut saya."Mendengar itu, Mia menggeram. Namun, akhirnya menurut j

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 30 : Kamu, Tetaplah Bersinar

    Aldiaz membanting pintu mobil seraya melenggang memasuki sekolah. Kali ini, ia datang sendiri. Shirin masih perlu melakukan rehabilitasi. Oh, iya. Shirin dan Mia kembali bersahabat seperti biasa. Mia sering menjenguk Shirin dan sedikit mengurangi kekhawatiran Aldiaz.Sampai di lobi, langkah Aldiaz terhenti begitu mendapati Atha berdiri dua meter di hadapannya. Mendecih, Aldiaz membuang muka. Ia menyilangkan tangannya di dada seraya menatap Atha rendah. "Masih berani lo nemuin gue?""Sori." Athalas meringis dan tersenyum menyesal. "Gue cuma gak mau melanggar aturan dan ambil resiko kayak lo."Mata Aldiaz menyipit dan maju beberapa langkah. "Terus, tujuan lo yang hampir nyuri first kiss-nya Shirin itu buat apaan?"Atha mendongak menatap Al. Ekspresinya yang sangat-sangat terluka membuat Al meneguk ludah. Kemudian, Atha berkata dengan senyum muram. "Gue perlu ngelakuin itu supaya Mia punya alasan buat berhenti jatuh cinta sama gue. Dia cuma bakal terlibat da

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 29 : Sesuatu yang Kejam

    "Target harus mati, Al," kata Leon sambil mengusek tangan Al dengan ujung sepatu seraya memandangnya rendah. "Apa pun yang terjadi, target harus mati."Aldiaz berusaha bangkit. Namun, Leon menendangnya, hingga terlempar ke halaman. Tak habis sampai di situ, Leon menendang Al berulang kali. "Bisa-bisanya hidup lo semenyedihkan ini," katanya tanpa perasaan. "Bisa-bisanya orang rendahan kayak lo ... masih gak tau diri."Aldiaz menyempatkan diri menatap Shirin. Ia tersenyum tanpa memedulikan sakit di seluruh tubuhnya. Kemudian, Al berbicara tanpa suara. "Lari."Air mata Shirin kembali luruh. Dengan susah payah, ia menyeret tubuhnya menjauh. Namun, ia tahu, ia tak mampu.Aldiaz mengeluarkan secarik kertas yang sudah dilipat menjadi pesawat terbang. Ia menerbangkannya dan pesawat itu mendarat di pangkuan Shirin. Aldiaz tersenyum manis dan merapatkan mata saat Leon mengambil asal pistol yang tergeletak di tanah.Sementara Shirin cepat-cepat membuka lipata

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status