Share

Bab 7 : No Friends

Author: Sanjara
last update Last Updated: 2021-08-17 09:31:05

Aldiaz berbaring di kasurnya. Tubuhnya penuh keringat, sementara napasnya menderu tak beraturan. Rahangnya mengetat, giginya bergemertak setiap mengingat wajah sedih itu. Di dalam kamarnya, yang barang-barangnya sudah hancur dan berantakan akibat tinjunya sendiri, Aldiaz meledak karena kefrustasian.

Lalu, dering ponsel membuyarkan lamunan.

"Apa?" tanya Al setelah mengangkat panggilan.

Dan suara Mia menyambut dari ujung telepon. "Al, lo bisa gak dateng ke sini?" suaranya seperti berbisik.

"Ke mana? Ngapain?"

"Egamart."

Setelah mendengarkan penjelasan singkat Mia, Aldiaz bangkit dan merapikan penampilannya. Wajahnya kembali cerah, karena pagi ini ternyata dia masih memiliki kesempatan.

Ternyata benar kata orang bijak, jika malam terlalu kelam untuk menggantungkan harapan, kau harus percaya kepada pagi.

***

Sial, benar-benar sial. Rutuk Shirin dalam hati. Ia menyendok makanan di piring tanpa selera. Mia ada di sampingnya bersama Atha, sementara Abi dan Valen ada di sisi lainnya. Mereka makan di sebuah restoran siap saji dan duduk melingkari meja bundar.

Shirin merasa salah tempat. Bayangannya berjalan-jalan dengan Abi tak terwujud. Karena begitu ia dan Mia turun dari taksi online, bukan hanya Atha dan Abi yang menyambut mereka di Mal, tetapi juga gadis berambut pendek bernama Valen.

"Ni cewek kenapa ikut?" saat itu Athalas meledek disusul tawa. Mia memukulnya pelan dan Shirin hanya menunduk dalam. Sejak saat itu, ia tahu bahwa ia sudah salah memutuskan.

Usai makan, dua pasangan itu berencana untuk menonton film. Shirin memilih kabur diam-diam saat berjalan menuju bioskop. Gadis itu malah duduk di taman di luar Mal sambil mendengarkan lagu melalui earphone. Baginya, menyendiri lebih baik daripada melihat orang yang dicintainya bahagia bersama orang lain.

Seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya dan merebut satu earphone di telinga kanannya.

Shirin menoleh kaget begitu melihat sosok lelaki bermata onyx duduk di sampingnya sedang mendengarkan lagu dari sebelah earphone miliknya. Mulutnya terbuka, lidahnya kaku. "K-Kak Al?"

Al hanya tersenyum memandang lurus ke depan sambil bersenandung mengikuti lagu yang didengarnya.

People say i try to hard

People say i come off really awkward.

You know i don't mean no harm.

I just trying to be myself but.

Sometimes i get confused.

Cause i can't read social cues.

Threw my inhibitions out the door.

I don't have an excuse.

Im just living in my youth.

Don't know why people don't like me more.

I have no friends but thats okay.

I don't need them anyway.

I do my best all on my own.

And i just rather be alone.

Rather be alone.

Shirin hanya mampu terperangah melihat wajah Aldiaz yang sedang bernyanyi dari samping. Suaranya merdu dan ia juga tampan.

Al menoleh dan melayangkan senyum manisnya pada Shirin. "Suka lagu ini?"

Shirin tersadar, kemudian mengangguk cepat.

"Kenapa?"

"Liriknya sesuai sama pikiran aku." Shirin menjawab pelan.

"Bagian mana yang sesuai?" seolah tertarik, Al bertanya lagi.

Shirin diam dan menatap Al tanpa ekspresi. Ia berusaha mencari tahu apa tujuan lelaki ini.

Sebelah earphone Shirin masih tersangkut di telinga Aldiaz. Ia menatap lurus ke depan dan tersenyum samar kala Shirin tidak menjawab. "Maaf," lirihnya kemudian. Ia menoleh dan memerlihatkan ekspresi menyesal yang membuat siapa pun yang melihatnya tak tega. "Bisa kamu kasih aku satu kesempatan lagi? Aku janji, gak akan kasar sama kamu lagi."

Shirin masih diam dan menunduk untuk beberapa menit yang terasa sangat lama. Ia ingin bersiul karena Aldiaz tidak menyerah dan tetap pada posisinya semula. "Hampir semuanya," ucap Shirin pada akhirnya, "hampir semua lirik lagu itu sesuai sama pikiran aku."

Aldiaz menoleh dan menyembunyikan senyum sumringah-nya seraya menunggu kelanjutan ucapan Shirin.

"Mereka bilang aku datang dengan canggung. Padahal, aku gak bermaksud jahat," lanjut Shirin. Ia tersenyum samar sambil meremas jeansnya. "Aku cuma berusaha jadi diri sendiri, tapi kadang aku bingung karena aku gak ngerti isyarat sosial. Aku cuma mau menikmati masa muda seperti orang lain, tapi gak tau kenapa mereka lebih gak menyukaiku. And ... i have ni friends ... kecuali Mia." Shirin terkekeh di akhir kalimatnya.

Rasanya lucu, sementara Al terdiam mengamatinya. Tatapannya santai, tidak mengasihani apalagi mengejek. Ia bertopang dagu. "Ngerasa kesepian, gak?"

Pertanyaan Al berhasil membuat Shirin kembali diam. Shirin mengusap lengannya seraya menjawab pelan. "K-kadang."

"Kalau ada aku, masih ngerasa kesepian, gak?" Al menunjuk dirinya sendiri.

Shirin hanya mengerutkan dahi. "H-hah?"

Lagi-lagi Al dibuat terkekeh. "Aku cuma tanya, kalau aku jadi temen kamu, apa kamu masih ngerasa kesepian?"

Shirin menggeleng lalu menjawab. "Gak tau."

"Kalau gitu ...." Al berdiri menghadap Shirin dan mengulurkan jari kelingkingnya. "Ayo temenan."

Shirin mendongak dan memandang tubuh tinggi yang menjulang membelakangi matahari itu. Dadanya menghangat. Ia manatap jari kelingking dan wajah Aldiaz bergantian. Padahal, kemarin rasanya Shirin sangat membenci lelaki itu.

Di menit berikutnya, Aldiaz masih setia menunggu. Hingga akhirnya, dengan ragu Shirin menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking lelaki itu.

Al tertawa. "Kamu terlalu lama mikirnya."

"Maaf." Shirin meringis.

"Tapi aku bisa menunggu lebih lama lagi. Bahkan, selama yang kamu mau." Shirin tercenung mendengar kata-kata Al yang tenang. Sementara Al sendiri memandang ke sekitar seraya menoleh pada Shirin lagi. "Ke Monas, yuk."

***

Mia, Atha, Abi, dan Valen sudah sampai di aula bioskop. Mereka mengamati sekitar, Mia menggandeng lengan Atha sambil berceloteh. "Enaknya nonton film apa, ya? Lo mau nonton film apa, Rin?"

Merasa tak ada respons dari temannya itu, Mia menoleh. Namun, tak ada siapa pun di belakangnya. "Loh, Rin? Shirin?"

Alhasil, Mia celingukan di tengah keramaian.

Atha mengangkat sebelah alis. "Kenapa?"

"Shirin gak ada, Ath, dia hilang!" Mia panik. "Aduh, kalo dia kenapa-napa bisa mampus gue sama mamanya."

Atha berdecak. "Ck, nyusahin banget, sih, udah gede juga."

"Coba telepon," ujar Abi dan membuat Mia langsung mengeluarkan ponselnya.

Panggilan terhubung dan Mia langsung bersuara. "Rin! Lo di mana? Kenapa tiba-tiba gak ada di belakang gue?"

"Di Monas."

Mendengar jawaban Shirin, membuat keempat orang itu tersedak. "Hah?!"

"Gila, dari sini ke Monas 'kan, lumayan jauh." Valen berkomentar tak habis pikir.

Sementara Atha lagi-lagi berdecak, ia merebut ponsel dari tangan Mia dan berujar pada gadis di ujung telepon. "Woy, lo kenapa bisa sampe sana? Sama siapa lo?"

"Sama gue." kali ini, bukan Shirin yang menjawab, melainkan suara berat seorang lelaki.

Atha dan Abi kenal betul suara siapa itu. "Al?! Lo kenapa bisa sama dia?" Abi ikut heran.

"Tadi kebetulan ketemu di taman. Ya udah, gue ajak main aja," ujarnya santai.

Mia kembali merebut ponselnya dari Atha seraya mengomel, "Main bawa-bawa anak orang aja lo! Bawa balik ke sini! Awas aja kalo Shirin sampe lecet."

Al terdengar berdecak. "Iya, bawel."

***

Aldiaz memutus sambungan telepon dan mengembalikan ponsel ber-casing anime girl itu kepada pemiliknya seraya berujar, "Yuk, balik ke Mal. Pawang kamu marah-marah."

"Pawang?"

"Mia." Al terkekeh. "Yuk."

Namun, bukannya mengikuti langkah Al, Shirin masih memandang pemandangan kota di bawah sana. Ia kini berada di puncak Monas tanpa berniat pulang.

"Nanti ke sini lagi." ucapan Al membuat Shirin menoleh penuh binar. "Sekarang pulang."

Akhirnya, Shirin mengangguk dan mengikuti langkahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Pengumuman

    Hai, para readers goodnovel! Terima kasih sudah membaca dan mendukung karya saya. Saya sangat senang karena akhirnya bisa menyelesaikan novel ini dalam waktu sebulan. Tapi, sebenarnya novel ini belum benar-benar tamat. Masih banyak misteri dan cerita masa lalu yang belum terkuak. Karena sebenarnya Novel Deutragonis adalah sebuah series yang terdiri dari tiga buku. Novel Deutragonis yang kedua "Deutragonis 2 : Lost Dream" akan segera saya publikasikan pada tanggal 20 September 2021. Di sana akan ada banyak tragedi dan misteri yang terpecahkan. Kalian juga akan lebih mendalami perasaan karakter karena saya menggunakan POV 1. Karena itu, jangan sampai melewatkannya, ya! Sampai ketemu lagi! (Kalau kalian punya waktu, kalian bisa mendukung karyaku yang lain, "Give Me A Heart". Untuk kalian yang menganggap perasaan adalah sebuah kesalahan.)

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Extra Part

    Ini pertama kalinya Shirin menjejakkan kaki di kampus Aldiaz. Shirin tidak sempat mengantar Aldiaz ke kampusnya saat ospek kampus satu semester yang lalu, dan di sinilah ia sekarang, berdiri sambil memandang gedung jurusan ekonomi yang menjulang tinggi di hadapannya.Sambil memandang sekitar, para mahasiswa tampak cuek dengan urusan masing-masing. Seolah tak melihat Shirin—satu-satunya gadis berseragam SMA yang ada di sekitar sana.Sambil meneguk ludah, Shirin pun memberanikan diri untuk memasuki gedung. Dinding dan pilar beton yang dicat abu-abu mendominasi. Langit-langit yang tinggi berwarna putih polos. Shirin berjalan pelan sambil memeluk hand bag yang dibawanya. Sibuk mengamati setiap sudut lobi, tubuh Shirin tak sengaja menabrak seseorang."Aduh—eh? Anak SMA?" suara seorang gadis membuat Shirin mendongak. Seorang gadis dengan jeans dan kaus berlengan panjang membungkuk sambil memerhatikan Shirin yang lebih pendek darinya. "Cari siapa, Dek?" tan

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Epilog

    [Abizart Dirgantara]Cewek paling cantik. Kata-kata itu bergema di hatiku saat menyaksikan cewek itu dari kejauhan. Dia berdiri di antara para orangtua yang menunggu anak-anak mereka selesai ujian. Dengan tongkat penyangga di ketiak kanan karena kakinya patah. Garis wajahya lembut, dengan tatapan mata sayu dan dagu selalu tertunduk.Sejak kapan aku tidak bisa melepaskan mataku darinya? Sekarang aku bagaikan seorang stalker, penguntit yang terus-menerus membayanginya setiap hari. Menyaksikan ketegaran yang disuguhkannya pada dunia. Menyaksikannya melepas topeng itu, menampakkan seorang remaja biasa yang takut menghadapi begitu banyak orang yang menertawakannya diam-diam di balik punggungnya.Dan merasa dia luar biasa cantik karenanya.Tuhan ... bolehkah aku mencintainya? Meskipun pada akhirnya aku akan menyakit

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 31 : Perfect Goodbye

    "Tanpamu, aku hanya ingin mencari tempat untuk menangis dan berteriak."***Mia keluar dari kelas XI IPS 2 dan celingukan waspada. Koridor masih ramai karena bel baru berbunyi tiga menit lalu. Mia mengembuskan napas lega begitu sosok yang dihindari tak terlihat batang hidungnya. Alhasil, ia pun melenggang santai menyusuri koridor.Gadis itu melotot dan sontak menutup wajahnya dengan buku begitu melihat Pak Shim keluar dari kelas XI IPS 1. Mia bisa melihat Pak Shim yang sedang mengobrol sebentar dengan para siswi. Dengan cepat, Mia berhambur ke kerumunan siswa. Namun, baru saja ia hendak keluar dari koridor, suara yang tak diharapkannya memanggil."Mia!" panggil Pak Shim tegas.Mia sontak menghentikan langkah dan mengembuskan napas lelah. Ia berbalik dengan gontai. "Saya 'kan, sudah konseling, Pak. Sudah," ujarnya.Pak Shim mengusap wajah seraya berjalan melewati Mia. "Ikut saya."Mendengar itu, Mia menggeram. Namun, akhirnya menurut j

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 30 : Kamu, Tetaplah Bersinar

    Aldiaz membanting pintu mobil seraya melenggang memasuki sekolah. Kali ini, ia datang sendiri. Shirin masih perlu melakukan rehabilitasi. Oh, iya. Shirin dan Mia kembali bersahabat seperti biasa. Mia sering menjenguk Shirin dan sedikit mengurangi kekhawatiran Aldiaz.Sampai di lobi, langkah Aldiaz terhenti begitu mendapati Atha berdiri dua meter di hadapannya. Mendecih, Aldiaz membuang muka. Ia menyilangkan tangannya di dada seraya menatap Atha rendah. "Masih berani lo nemuin gue?""Sori." Athalas meringis dan tersenyum menyesal. "Gue cuma gak mau melanggar aturan dan ambil resiko kayak lo."Mata Aldiaz menyipit dan maju beberapa langkah. "Terus, tujuan lo yang hampir nyuri first kiss-nya Shirin itu buat apaan?"Atha mendongak menatap Al. Ekspresinya yang sangat-sangat terluka membuat Al meneguk ludah. Kemudian, Atha berkata dengan senyum muram. "Gue perlu ngelakuin itu supaya Mia punya alasan buat berhenti jatuh cinta sama gue. Dia cuma bakal terlibat da

  • Deutragonis : Fighting Dreamer   Bab 29 : Sesuatu yang Kejam

    "Target harus mati, Al," kata Leon sambil mengusek tangan Al dengan ujung sepatu seraya memandangnya rendah. "Apa pun yang terjadi, target harus mati."Aldiaz berusaha bangkit. Namun, Leon menendangnya, hingga terlempar ke halaman. Tak habis sampai di situ, Leon menendang Al berulang kali. "Bisa-bisanya hidup lo semenyedihkan ini," katanya tanpa perasaan. "Bisa-bisanya orang rendahan kayak lo ... masih gak tau diri."Aldiaz menyempatkan diri menatap Shirin. Ia tersenyum tanpa memedulikan sakit di seluruh tubuhnya. Kemudian, Al berbicara tanpa suara. "Lari."Air mata Shirin kembali luruh. Dengan susah payah, ia menyeret tubuhnya menjauh. Namun, ia tahu, ia tak mampu.Aldiaz mengeluarkan secarik kertas yang sudah dilipat menjadi pesawat terbang. Ia menerbangkannya dan pesawat itu mendarat di pangkuan Shirin. Aldiaz tersenyum manis dan merapatkan mata saat Leon mengambil asal pistol yang tergeletak di tanah.Sementara Shirin cepat-cepat membuka lipata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status