Share

Bab 4. Penawaran Sergio

*Akhir bulan ini, Daddy sudah mengatur pertemuanmu dengan salah satu anak teman Daddy. Dia anak dari pengusaha asal Australia. Dia tampan dan hebat. Dia pasti sangat cocok untukmu. Segeralah kembali ke New York. Jika kau membantah, pengawal akan menjemputmu secara paksa.*

Pesan singkat dari ayahnya, membuat Hazel langsung mematikan ponselnya. Wanita cantik itu berdecak pelan. Dia baru saja kembali dari ulang tahun temannya, yang membuat kesialan di hidupnya, ternyata sekarang dia harus kembali sial karena ayahnya mengejar-ngejar dirinya untuk kembali ke New York.

Hazel enggan untuk kembali ke New York. Dia tahu bahwa pasti ayahnya akan menggeretnya secara paksa untuk bertemu dengan anak dari teman ayahnya itu. Dia enggan untuk menjalin hubungan dengan siapa pun.

Hazel memilih memejamkan mata singkat tanpa mengganti pakaiannya. Pikirannya saat ini benar-benar kacau. Kesialan datang bertubi-tubi di hidupnya. Pun takdir seolah mengajaknya becanda.

Esok hari, yang dilakukan Hazel adalah menikmati sarapan di sebuah kafe yang tak terlalu jauh dari tempat dia tinggal. Duduk bersantai di kafe, bisa menghilangkan rasa jenuhnya yang menghantam dirinya.

“Nona Afford.” Seorang pria tinggi gagah, menghampiri Hazel.

Hazel mengalihkan pandangannya, menatap pria yang merupakan pengawal pribadi keluarganya—dengan tatapan terkejut. “Kau—”

“Nona, ayah Anda meminta Anda untuk pulang.” Pengawal itu berkata dengan sopan.

Hazel mengumpat dalam hati. Ayahnya kenapa bergerak cepat sekali? Dia bahkan sedang mencari rencana agar bisa terbebas dari ayahnya. Tapi malah pengawal keluarganya sudah ada di hadapannya. Shit! Hazel mengumpat dalam hati.

“Pergilah. Aku tidak ingin diganggu!” usir Hazel, meminta pengawal keluarganya pergi dari hadapannya.

Sang pengawal menatap Hazel dengan tatapan serius. “Nona, ayah Anda berpesan untuk membawa Anda kembali ke New York. Saya mohon kerja samanya, Nona.”

Hazel tak henti meloloskan umpatan kasar. “Fine, karena kau keras kepala, jangan salahkan aku jika aku tidak menurut padamu.”

Hazel bangkit berdiri, dan menendang tulang kering pengawalnya itu, hingga membuat sang pengawal merintih kesakitan. Tepat di kala sang pengawal sudah meringis kesakitan—Hazel langsung berlari meninggalkan pengawalnya itu.

Shit! Nona Hazel! Tunggu!” Pengawal itu mengumpat dikerjai Hazel. Dia berlari dengan kaki pincang mengejar Hazel.

Hazel mondar-mandir bingung mencari jalan. Mobilnya berada di belakang. Jika dia mengambil mobilnya, maka dia pasti akan tertangkap. Dia ingin menghubungi taksi, tapi itu tidak mungkin. Posisinya terjebak. Dia mengalami kesulitan untuk mengambil sebuah tindakan pasti.

Tiba-tiba, tatapan Hazel teralih pada mobil yang terparkir di seberang kafe. Tidak ada cara lain—dia berlari ke arah mobil itu—membuka pintu dan masuk ke dalam mobil orang.

Napas Hazel memburu seraya menundukkan kepalanya di kala melihat pengawal ayahnya, keluar dari kafe berusaha mengejarnya. Umpatan dan makian lolos di bibirnya. Dia bergumam berdoa supaya anak buah ayahnya tidak melihatnya. 

“Tidak baik seorang wanita cantik dan berpendidikan tinggi sepertimu meloloskan umpatan,” ucap suara berat seorang pria yang sontak membuat Hazel terbelalak terkejut.

Mata Hazel melebar melihat sosok pria duduk di kursi kemudi. Dia sama sekali tidak sadar jika di dalam mobil itu ada orang. “K-kau! K-kenapa kau di sini?!” serunya menutut jawaban.

Ini sudah benar-benar gila. Hazel kembali bertemu dengan Sergio. Sialnya, dia malah masuk ke dalam mobil yang ternyata Sergio ada di dalam mobil itu. Kebetulan macam apa ini?

Sergio tersenyum penuh arti. “Butterfly, kau sendiri yang masuk ke dalam mobilku. Kenapa kau menyalahkanku?”

Tangan Hazel mengepal kuat. Tanpa banyak bicara, dia memutuskan ingin keluar dari mobil, namun …

“Kau diincar anak buah ayahmu, kan? Kau yakin ingin keluar dari mobilku? Tidak ada jaminan kau bisa lepas dari anak buah ayahmu, jika kau keluar dari mobilku.” Sergio berkata tenang dan santai.

Raut wajah Hazel berubah mendengar apa yang Sergio katakan. Dia tak menampik bahwa apa yang dikatakan Sergio benar. Jika dia keluar dari mobil ini, maka besar kemungkinan anak buah ayahnya akan menangkapnya.

“Bagaimana? Kau masih ingin turun dari mobilku?” Sergio memancing Hazel.

Hazel berdeham sebentar. “Tolong kau bawa aku dari sini. Nanti aku akan memberikan uang padamu,” tukasnya angkuh.

Sergio tersenyum penuh arti. “Bayaranku sangat mahal, Nona Afford.”

“Sebutkan saja berapa! Aku pasti akan membayarmu!” seru Hazel kesal, merasa terhina. Apa-apaan pria berengsek itu? Kenapa dirinya seolah direndahkan tak mampu membayar? Tentu saja, Hazel memiliki segalanya!

Sergio menghidupkan mesin, menginjak pedal gas, melajukan mobil sambil berkata, “Bayaranku adalah kau, Nona Afford.”

Raut wajah Hazel berubah terkejut mendengar apa yang Sergio katakan.

***

Sebuah penthouse mewah di kota Bern, dengan pemandangan menakjubkan menjadi tempat di mana Sergio membawa Hazel. Tampak sorot mata wanita itu menghunus dingin dan tajam pada Sergio yang membawanya.

“Kenapa kau membawaku ke sini?! Dan rumah siapa ini?” Hazel bertolak pinggang menatap Sergio.

Sergio duduk dengan santai di sofa yang ada di sana. “Ini rumahku. Aku sengaja membawamu ke sini, demi menyelamatkanmu. Jika kau pulang ke apartemenmu, aku yakin pengawal ayahmu akan menangkapmu.”

Hazel terdiam mendengar apa yang Sergio katakan. Dia memang tak bisa pulang ke apartemennya, karena anak buah ayahnya pasti akan mencarinya. Tapi tidak juga dia harus dibawa ke rumah pria berengsek itu.

Hazel berusaha tenang di tengah-tengah amarah melanda. “Aku ingin pergi sekarang! Aku akan menginap di hotel untuk menghindar dari anak buah ayahku!”

Sergio tersenyum samar mendengar apa yang Hazel katakan. “Kau yakin? Yang aku tahu ayahmu sangat berkuasa. Dia pasti bisa menemukanmu di mana pun kau bersembunyi. Satu-satunya tempat kau aman, adalah di sini bersamaku. Tidak akan ada yang bisa menemukanmu, jika kau bersembunyi di rumahku.”

Hazel diam seribu bahasa mendengar ucapan pria sialan itu. Dia seolah dibuat benar-benar sangat tersudut. Ya, apa yang dikatakan Sergio tidak bisa sepenuhnya salah. Ayahnya memang pasti akan mampu menemukan keberadaannya ke mana pun dirinya bersembunyi. Shit! Hazel mengumpat dalam hati di kala benar-benar tersudut.

Sergio bangkit berdiri, menghampiri Hazel yang diam di tempat dengan wajah dilanda kebingungan. Tatapan mata wanita itu menunjukkan rasa cemas dan khawatir. Sergio mendekat menghampiri Hazel.

“Pilihan ada di tanganmu. Jika kau nekat pergi, anak buah ayahmu pasti akan menangkapmu. Aku sarankan, kau menerima tawaranku untuk tetap tinggal di sini bersamaku.” Sergio berbalik, melangkah pergi meninggalkan Hazel begitu saja. 

Hazel mengumpat dalam hati melihat Sergio pergi meninggalkannya. Sungguh! Pria itu benar-benar menyebalkan. Dia berbalik, dan berpapasan dengan pelayan melangkah menghampirinya.

“Nona, Tuan Sergio berpesan pada saya untuk mengantar Anda ke kamar tamu,” ucap sang pelayan sopan.

Hazel mendesah kasar.

“Maaf, apa Anda ingin langsung ke kamar tamu atau di sini saja, Nona?” tanya sang pelayan memastikan.

Hazel berdecak tak suka dan berkata ketus, “Antar aku ke kamar tamu! Ingat! Kamar tamuku harus jauh dengan kamar pria sialan itu!”

Kening sang pelayan mengerut. “Maaf, Nona. Pria sialan yang Anda maksud itu siapa?”

Hazel kembali berdecak sambil bertolak pinggang. “Siapa lagi kalau bukan bosmu!” semburnya emosi—lantas dia menghentakkan kakinya meninggalkan tempat itu.

Sang pelayan panik melihat Hazel sudah pergi. Buru-buru, pelayan itu berjalan menyusul Hazel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status