Home / Historical / Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi / Bab 7. Pergantian Tampuk Kepemimpinan

Share

Bab 7. Pergantian Tampuk Kepemimpinan

last update Last Updated: 2023-06-21 20:29:18

Semua pejabat tinggi Kerajaan Sanggabumi telah berkumpul di ruang utama istana. Patih satu Diro Menggolo memimpin jalannya pertemuan itu, menggantikan Prabu Arya Pamenang. Dan Dewi Rukmini duduk di singgasana prameswari, temoat yang sebelumnya diduduki oleh Dewi Gauri.

"Hatur sembah dalem, Gusti Putri Dewi Rukmini. Saya harus segera mengadakan rapat ini karena kondisi negri yang berada dalam keadaan darurat. Nyuwun pangapunten jika saya lancang mengadakan rapat ini tanpa memberitahu panjenengan." Patih satu Diro Menggolo melakukan sikap takdzim di hadapan Dewi Rukmini.

"Hatur sembahmu saya terima, Patih Diro Menggolo. Saya bisa memaklumi keputusan panjenengan. Tidak apa-apa, Paman Patih. Silakan rapat dilanjutkan." Dewi Rukmini mempersilakan Patih satu Diro Menggolo untuk melanjutkan rapatnya.

Patih satu Diro Menggolo kembali duduk di kursinya. Setingkat di bawah lantai tempat singgasana raja dan prameswarinya. Kursi berukir berjajar lima berada di samping kanan dan kiri singgasana raja. Patih satu, patih dua, patih tiga, dan jajaran mentri sesuai bidangnya.

"Yang saya hormati para petinggi Kerajaan Sanggabumi. Keadaan negri sedang tidak baik-baik saja. Sementara kondisi Gusti Prabu saat ini juga sedang mengalami tekanan batin yang luar biasa berat. Dan pucuk pimpinan tertinggi dalam pemerintahan Kerajaan Sanggabumi tidaklah boleh kosong. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Kerajaan Sanggabumi secara turun temurun, maka saya usulkan bahwa tampuk pemerintahan Kerajaan Sanggabumi saat ini diserahkan pada Gusti Putri Dewi Rukmini. Sebagai pewaris tunggal dari tahta Kerajaan Sanggabumi. Adakah yang keberatan dengan hal ini?"

Patih satu Diro Menggolo memaparkan topik rapat istana kali itu. Hanya ada tujuh menteri yang akan dimintai pendapatnya. Karena Patih tiga Wira Ageng sudah otomatis kehilangan jabatan sejak dia memimpin pemberontakan Candra Ratri. Dan Patih dua Doso Singo juga tidak mungkin hadir karena sukmanya telah bersemayam di swargaloka.

Para menteri hanya saling pandang dan pada akhirnya menyatakan persetujuannya atas masukan Patih satu Diro Menggolo. Karena garis kepemimpinan kerajaan yang sudah berlangsung secara turun temurun itu tidak mungkin bisa dilanggar.

"Gusti Putri Dewi Rukmini ..." Patih satu Diro Menggolo menyebut nama Dewi Rukmini sambil berdiri dan melakukan sikap takdzim lagi. "Silakan Gusti Putri berpindah duduk di singgasana Raja. Karena mulai saat ini, panjenengan-lah yang telah resmi memegang tampuk kekuasaan Kerajaan Sanggabumi ini."

Dewi Rukmini sejenak berada dalam keraguan. Mampukah dia menjadi pemimpin di Kerajaan Sanggabumi ini? Kerajaan kecil yang tengah mengalami masa-masa sulit. Sendirian saja. Tanpa romo dan ibunya. Sanggupkah?

Namun, taqdir tak bisa dihindari. Darah penguasa kerajaan telah mengalir kuat dalam tubuh dan jiwanya. Dewi Rukmini tak boleh menolak. Dia harus menerima dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab.

"Gusti Ratu tidak sendirian. Ada saya dan para menteri yang akan selalu mendampingi Gusti Ratu. Panjenengan sekarang telah menjadi Ratu. Matahari bagi Kerajaan Sanggabumi. Ratu Suryaning Jagad Alit." Patih satu Diro Menggolo lantas naik ke lantai singgasana.

Seorang menteri mundur dan masuk ke dalam sebuah kamar di mana tersimpan barang-barang berharga milik istana. Menteri muda yang memiliki keahlian dalam membaca buku alam, yaitu Dimas Bagus Penggalih, putra dari Patih satu Diro Menggolo.

Tak berapa lama kemudian Dimas Bagus Penggalih keluar dari kamar tersebut sambil membawa sebuah nampan besar berwarna merah. Di atas nampan itu terletak sebuah mahkota besar terbuat dari emas yang bertahtakan aneka permata, yang selama ini dikenakan oleh Ayahanda Prabu Arya Pamenang.

Dewi Rukmini berdiri ketika Dimas Bagus Penggalih mengulurkan nampan merah itu pada Patih satu Diro Menggolo. Dan dengan tangan sedikit bergetar, Patih satu Diro Menggolo mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala Dewi Rukmini yang telah siap bersimpuh di hadapan Patih satu Diro Menggolo.

Semua yang hadir menahan nafas. Ketika mahkota itu diletakkan di atas rambut hitam panjang Dewi Rukmini. Dan mahkota besar itu menempel begitu pas di sana. Semua menghela nafas panjang. Lega.

"Paman Patih, mahkota ini berat," gumam Dewi Rukmini ketika berusaha berdiri dari simpuhnya. Namun, tanpa memegangi mahkota itu, ternyata dia mamou berdiri dengan mahkota tetap tegak bertahta di atas kepalanya.

Patih satu Diro Menggolo menitikkan air mata. Sebuah jaman telah berganti. Kini dia mendampingi generasi ketiga dari garis penguasa Kerajaan Sanggabumi.

"Memang awerat, Gusti Ratu. Seberat tanggung jawab memimpin sebuah kerajaan, mengayomi rakyat, dan mempertahankan harga diri dan martabat bangsa. Mahkota itu hanya sebuah simbol. Bahwa seberapapun berat tanggung jawab yang harus diemban, mahkota harus tetap berdiri tegak di atas kepemimpinan sebuah negri. Mahkota adalah simbol harga diri dan martabat bangsa." Patih satu Diro Menggolo seketika bersimpuh di depan Dewi Rukmini, menyatakan pengabdian seumur hidupnya untuk ratu baru itu dan tanah Sanggabumi.

Kemudian secara berurutan, para mentri juga melakukan hal yang sama. Hingga tiba giliran Dimas Bagus Penggalih. Dia kini tak berani lagi menatap mata Dewi Rukmini. Karena jenjang yang terbentang antara dia dengan Dewi Rukmini kini berjarak sangat jauh.

"Kanda Mentri Dimas Bagus Penggalih, saya memohon dengan sangat. Jangan pernah ada yang berubah dalam persahabatan kita. Saat di singgasana, saya adalah ratumu. Tapi saat berada di taman bunga kencono asri, saya adalah Rukmini, sahabatmu, yang kita akan selalu bersama. Janji yang terucap tak akan pernah bisa pupus, Kanda Mentri Dimas Bagus Penggalih." Dewi Rukmini berkata tanpa menatap wajah Dimas Bagus Penggalih. Beratnya mahkota itu membuat kepalanya tak mampu menunduk.

"Duli, Gusti Ratu. Dalem ikut saja segala titah panjenengan," jawab Dimas Bagus Penggalih dengan suara parau. Apakah mungkin dinding tebal yang membentang di antara mereka akan mampu ditembus?

Ada rahasia dalam hati Dimas Bagus Penggalih. Rahasia hati yang dipendamnya selama bertahun-tahun, semenjak dia mengenal arti desiran halus dalam dadanya. Semenjak usia telah menobatkannya sebagai seorang lelaki dewasa.

Ritual pergantian kepemimpinan di Kerajaan Sanggabumi telah berakhir. Sebuah ritual sederhana yang diadakan tanpa gegap gempita yang biasanya dan seharusnya terjadi. Keadaan negri yang tengah kacau balau menjadi penyebab semua itu.

Ritual tersebut diakhiri dengan penyerahan tombak Mbah Kuning pada Dewi Rukmini. Sebuah tombak yang memiliki nyawa. Yang sudah menghunus banyak raga para pemberontak sejak Kerajaan Sanggabumi berdiri. Sebuah tombak yang menjadi senjata khusus para pemimpin Kerajaan Sanggabumi.

Kini semua berdiri berjajar di posisinya masing-masing. Menghaturkan sembah bakti pada raja baru, Gusti Ratu Dewi Rukmini. Sejarah baru dalam 7 generasi pemerintahan Kerajaan Sanggabumi. Seorang raja wanita. Tanpa ada prasasti ataupun babad yang menceritakan kepemimpinan Ratu Dewi Rukmini.

Tanggal 13 bulan Centramasa tahun 1250 Saka. Beberapa waktu setelah berdirinya Kerajaan Majapahit pada tanggal 15 bulan Kartikamasa tahun 1215 Saka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 80. Insiden Mulai Terjadi

    Lelaki tua berjenggot panjang dan berpakaian serba putih itu berjalan perlahan melihat kesibukan para abdi dalem yang tengah mempersiapkan perhelatan akbar pernikahan Dewi Rukmini dan Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Tinggal sepekan lagi waktu perhelatan itu digelar. "Bagaimana keadaan di sini, Ki Guru Saloka? Apakah panjenengan merasakan ada hal yang kurang mengenakkan? Jika ada hal yang kurang berkenan atas pelayanan kami, kami terbuka untuk menerima segala kritik dan sarannya." Patih satu Diro Menggolo menghampiri Ki Guru Saloka yang tengah berdiri di depan para abdi dalem yng tengah menganyam daun nipah. Ki Guru Saloka tertawa mendengar perkataan Patih satu Diro Menggolo. "Hal apa lagi yang harus saya sampaikan sebagai sebuah protes, Paman Patih? Semua hal yang saya terima di sini sudah melebihi yang sewajarnya." Senyum lebar mengembang di bibir sang patih sepuh itu. Sebuah kepuasan tersendiri jika dia bisa memberikan pelayanan terbaik untuk para tetamunya. "Bi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 79. Kegamangan Hati Sang Patih Muda

    "Apalagi yang kamu pikirkan to Nang?" tanya Patih satu Diro Menggolo pada putra semata wayangnya itu. Lengannya yang terlihat menua itu, melingkar di bahu sang putra. Patih dua Dimas Bagus Penggalih adalah hartanya yang paling berharga. "Aku hanya kuatir tak mampu membahagiakan Dewi Rukmini, Romo," jawab Patih dua Dimas Bagus Penggalih dengan suara parau. "Aku tahu bahwa hatinya bukanlah untukku. Cintanya pada Pangeran Gagat terlalu besar untuk kuusik." Patih dua Dimas Bagus Penggalih mendengus kesal. "Kenapa taqdir tak berpihak padaku, Romo? Padahal aku selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik di sepanjang hidupku. Apakah aku harus menjadi manusia binal juga macam Pangeran Gagat agar mampu meraih hati Dewi Rukmini seutuhnya?" Nada geram terdengar menyelimuti suara parau sang patih muda itu. "Ngomong opo to kamu ini, Nang? Bukankah Gusti Ratu sudah menjatuhkan pilihannya pada dirimu? Pilihan tanpa paksaan. Pilihan yang didasari atas kemauannya sendiri. Dengan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 78. Warna Hati Sang Ratu

    Di lain tempat, tepatnya di dalam ruang keputren, terlihat seorang wanita paruh baya memasuki ruang utama keputren. Melangkah sedikit bergegas, seakan ingin mengejar sesuatu. Ya! Wanita paruh baya itu adalah Bik Nara. Dia memang ingin berlari mengejar. Mengejar kerinduannya pada junjungan tercinta, sang ratu Dewi Rukmini. Dia kini telah tiba di depan kamar yang dituju. Kamar yang selama 20 tahun menjadi kamarnya juga. Kamar di mana dia mengabdikan separuh hidupnya bagi sang junjungan. Mengasuh, membesarkan, merawat, dan mendampinginya layaknya perlakuan seorang ibu pada anaknya. Daun pintu kamar itu tidak terkunci. Terbentang lebar memperlihatkan isi seluruh kamar itu. Semuanya masih tetap dalam keadaan yang sama. mendiang Dewi Gauri-lah yang menyusun semua tatanan dalam kamar Dewi Rukmini itu. Dan Dewi Rukmini sudah berulang kali berpesan pada Bik Nara, agar tidak mengubah setiap jengkal tatanan dalam kamarnya. Karena aroma tubuh dan sentuhan tubuh ibunya, masih akan

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 77. Janur Kuning Belum Dilengkungkan

    "Mimpi tentang kekuasaan." Jawaban Ki Guru Saloka itu menyentak kesadaran Patih satu Diro Menggolo. Hal yang pernah terlintas di pemikirannya juga. Kecurigaannya terhadap kehendak Pangeran Gagat, ketika menyatakan keinginannya pada Prabu Arya Pamenang untuk melakukan pendekatan pada Dewi Rukmini. Sementara Ki Jalapati hanya diam tepekur. Selama dia mengenal sosok Pangeran Gagat, kesan baik yang timbul dalam hatinya. Dan dia melihat ada niat hati yang tulus dari Pangeran Gagat kepada Dewi Rukmini. Tapi, Ki Jalapati juga menyadari bahwa pasti ada banyak hal yng belum dia pahami dari sosok sang pangeran muda itu. "Saya sempat menduga ke arah sana juga, Ki Guru Saloka. Sewaktu Pangeran Gagat menghadap Prabu Arya Pamenang dan mengemukakan keinginannya untuk mengenal Dewi Rukmini secara lebih dekat." Patih satu Diro Menggolo menghela nafas panjang. Sekilas terbersit kekuatirannya akan keselamatan sang putra, Patih dua Dimas Bagus Penggalih. Mengenai Patih dua Dimas Bagus Pen

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 76. Mimpi yang Hilang

    "Ah, mana mungkin aku melupakan anak asuhku yang satu ini? Yang paling bandel tapi paling setia terhadap tanah Sanggabumi. Bagaimana ilmu yang kamu dapatkan di sana, Nanda Bejo?" Tanp ada jengah sedikit pun, Prabu Arya Pamenang langsung memeluk Bejo, pasangan Kalong yang bertugas menjadi pengawal pribadi Dewi Rukmini selama ini. Perjalanan sang ratu menuju desa Karangkitri bersama Kalong, Bejo, dan Bik Nara, pada akhirnya memisahkan mereka berempat. Hanya Bejo yang terus mengikuti hingga Dewi Rukmini menjalani satu tahun berguru di padepokan Songgolangit. Tapi pelukan Prabu Arya Pamenang pada Bejo segera dia lepaskan begitu menyadari ada seseorang yang agung berdiri di belakang Bejo. Dengan sikap takdzim, Prabu Arya Pamenang bergegas menghampiri dan mencium tangan seseorang itu. Ki Guru Saloka. Tokoh ilmu knuragan dan kebatinan yang sangat disegani. Setiap pimpinan kerajaan manapun pasti akan mengenal Ki Guru Saloka. Seorang pinisepuh yang sangat berwibawa dan memi

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Ban 75. Pertemuan

    Tinggal dua pekan lagi. Tak terelakkan kesibukn yang ada dalam istana Sanggabumi. Rombongan pedati yang ditarik lembu seakan tak putus datang masuk ke dalam halaman istana. Persembahan dari 18 desa yang berada dalam wilayh kekuasaan Kerajaan Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tertegun melihat antusiame rakyatnya yng luar biasa. Matanya membentuk selaput bening yang siap meluap kapan saja hati tak mampu mencegahnya. "Ini dari rkyatku?" tanya Prabu Arya Pamenang pada Patih tiga Rangga Aditya, seakan tak percaya dengan apa yang terpampang di hdapannya. Aneka bahan makanan telah diusung para prajurit untuk dimasukkan ke dalam lumbung istana. Dan ternyata lumbung sebesar dan seluas itu tak lagi mampu menampungnya. "Benar, Gusti Prabu. Ini semua hadiah dari beberapa desa yang ada di Sanggabumi." Patih tiga Rangga Aditya sedikit membungkukkan badan keada Prabu Arya Pamenang. Senyum bngga yang hanya tipis mengulas, terukir indah di bibir pangeran muda dari negri Galuh itu. "K

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 74. Jelaga Dalam Istana

    Senopati Satria Cakra mengajak Patih dua Dimas Bagus Penggalih untuk duduk di anak tangga pendopo puri istana. "Ada yang ingin aku bicarakan, Dinda Patih." "Aku siap mendengarkan, Paman." Patih dua Dimas Bagus Penggalih duduk di samping sang senopati dengan wajah tertunduk dalam. "Tadi pagi Gusti Prabu memanggilku. Membicarakan tentang persiapan pernikahanmu dengan Gusti Ratu. Gusti Prabu menunjukku sebagai pemimpin pelaksana. Dalam waktu persiapan satu bulan ... sebenarnya terlalu berat buatku, Dinda Patih. Aku harus bagaimana?" Senopati Satria Cakra mengusap kasar mukanya. Dengan menaikkan alis mata, terlihat bawa dia sangat kebingungan. Senyum Patih dua Dimas Bagus Penggalih mengembang tipis. Sembari menepuk punggung sang senopati, dia berujar lirih,"Tidak perlu bingung, Kanda Senopati. Panjenengan atur saja dari sisi keamanannya. Untuk ritualnya, romoku yang akan mengaturnya. Bukankah saat pernikahan Prabu Arya Pamenang dengan mendiang Dewi Gauri, juga romoku yang

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 73. Dendam Sang Pangeran

    Mata pedang itu berkilat begitu tajam ketika sosok Patih dua Dimas Bagus Penggalih melintas di hadapannya. Sosok patih muda yang tampan dan berpembawaan tenang. Ah, tidak terlalu tampan sebenarnya, tapi memiliki pesona yang sangat memikat karena kharisma yang dipancarkannya begitu kuat. Lelaki bermata pedang itu mendengus kesal. Segala ambisi dan harapannya musnah karena kehdiran Patih dua Dimas Bagus Penggalih yang selalu menjegal langkahnya. Dan lelaki bermata pedang itu sangat tidak menyukainya. "Bagaimana, sahabatku Pangeran Gagat? Apakah ada yang ingin panjenengan sampaikan padaku?" Sapaan halus Patih dua Dimas Bagus Penggalih itu mengagetkan Pangeran Gagat. Sore itu, kala petang hampir menjelang, Pangeran Gagat tengah duduk di anak tangga pendopo kesatrian. Mengatur nafas setelah lelah bekerja menjalankan tugas hukumannya. Setiap sore dia harus membersihkan kandang kuda sekaligus memberinya makan. Dua ratus ekor kuda! Sebuah jumlah yang fantastis. Dan saat ini Pa

  • Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi   Bab 72. Hubungab Terlarang

    Prabu Arya Pamenang duduk di atas singgasananya dengan begitu gagah. Aura kewibawaannya memancar begitu kuat. Beberapa helai rambut putih yang menghiasi rambutnya justru terlihat bagai sebuah sinar keperakan yang memperkuat karismanya. Hari ini adalah hari penentuan hukuman atas perbuatan terlarang yang dilakukan oleh Pangeran Gagat dan Dewi Ayu Candra. Suara isak sang putti tak mampu meluluhkan hati sang penguasa Sanggabumi. Prabu Arya Pamenang tetap bersikeras untuk menghukum Dewi Ayu Candra dan Pangeran Gagat. "Tidak ada tawar menawar lagi dalam keputusan yang sudah kubuat," ujar Prabu Arya Pamenang dengan suara baritonnya yang terdengar berat dan dalam. "Saya mohon kebijaksanaan panjenengan, Gusti Prabu. Saya mengaku salah," mohon Pangeran Gagat. Jiwa ksatria sang pangeran ternyata masih kuat bercokol di kepribadiannya. Dia mengakui semua kesalahannya. Sungguh berbeda dengan Dewi Ayu Candra yang masih terus berusaha mengelak dan menimpakan semua kesalahan pada

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status