Share

Bab 7. Pergantian Tampuk Kepemimpinan

Semua pejabat tinggi Kerajaan Sanggabumi telah berkumpul di ruang utama istana. Patih satu Diro Menggolo memimpin jalannya pertemuan itu, menggantikan Prabu Arya Pamenang. Dan Dewi Rukmini duduk di singgasana prameswari, temoat yang sebelumnya diduduki oleh Dewi Gauri.

"Hatur sembah dalem, Gusti Putri Dewi Rukmini. Saya harus segera mengadakan rapat ini karena kondisi negri yang berada dalam keadaan darurat. Nyuwun pangapunten jika saya lancang mengadakan rapat ini tanpa memberitahu panjenengan." Patih satu Diro Menggolo melakukan sikap takdzim di hadapan Dewi Rukmini.

"Hatur sembahmu saya terima, Patih Diro Menggolo. Saya bisa memaklumi keputusan panjenengan. Tidak apa-apa, Paman Patih. Silakan rapat dilanjutkan." Dewi Rukmini mempersilakan Patih satu Diro Menggolo untuk melanjutkan rapatnya.

Patih satu Diro Menggolo kembali duduk di kursinya. Setingkat di bawah lantai tempat singgasana raja dan prameswarinya. Kursi berukir berjajar lima berada di samping kanan dan kiri singgasana raja. Patih satu, patih dua, patih tiga, dan jajaran mentri sesuai bidangnya.

"Yang saya hormati para petinggi Kerajaan Sanggabumi. Keadaan negri sedang tidak baik-baik saja. Sementara kondisi Gusti Prabu saat ini juga sedang mengalami tekanan batin yang luar biasa berat. Dan pucuk pimpinan tertinggi dalam pemerintahan Kerajaan Sanggabumi tidaklah boleh kosong. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Kerajaan Sanggabumi secara turun temurun, maka saya usulkan bahwa tampuk pemerintahan Kerajaan Sanggabumi saat ini diserahkan pada Gusti Putri Dewi Rukmini. Sebagai pewaris tunggal dari tahta Kerajaan Sanggabumi. Adakah yang keberatan dengan hal ini?"

Patih satu Diro Menggolo memaparkan topik rapat istana kali itu. Hanya ada tujuh menteri yang akan dimintai pendapatnya. Karena Patih tiga Wira Ageng sudah otomatis kehilangan jabatan sejak dia memimpin pemberontakan Candra Ratri. Dan Patih dua Doso Singo juga tidak mungkin hadir karena sukmanya telah bersemayam di swargaloka.

Para menteri hanya saling pandang dan pada akhirnya menyatakan persetujuannya atas masukan Patih satu Diro Menggolo. Karena garis kepemimpinan kerajaan yang sudah berlangsung secara turun temurun itu tidak mungkin bisa dilanggar.

"Gusti Putri Dewi Rukmini ..." Patih satu Diro Menggolo menyebut nama Dewi Rukmini sambil berdiri dan melakukan sikap takdzim lagi. "Silakan Gusti Putri berpindah duduk di singgasana Raja. Karena mulai saat ini, panjenengan-lah yang telah resmi memegang tampuk kekuasaan Kerajaan Sanggabumi ini."

Dewi Rukmini sejenak berada dalam keraguan. Mampukah dia menjadi pemimpin di Kerajaan Sanggabumi ini? Kerajaan kecil yang tengah mengalami masa-masa sulit. Sendirian saja. Tanpa romo dan ibunya. Sanggupkah?

Namun, taqdir tak bisa dihindari. Darah penguasa kerajaan telah mengalir kuat dalam tubuh dan jiwanya. Dewi Rukmini tak boleh menolak. Dia harus menerima dengan lapang dada dan penuh tanggung jawab.

"Gusti Ratu tidak sendirian. Ada saya dan para menteri yang akan selalu mendampingi Gusti Ratu. Panjenengan sekarang telah menjadi Ratu. Matahari bagi Kerajaan Sanggabumi. Ratu Suryaning Jagad Alit." Patih satu Diro Menggolo lantas naik ke lantai singgasana.

Seorang menteri mundur dan masuk ke dalam sebuah kamar di mana tersimpan barang-barang berharga milik istana. Menteri muda yang memiliki keahlian dalam membaca buku alam, yaitu Dimas Bagus Penggalih, putra dari Patih satu Diro Menggolo.

Tak berapa lama kemudian Dimas Bagus Penggalih keluar dari kamar tersebut sambil membawa sebuah nampan besar berwarna merah. Di atas nampan itu terletak sebuah mahkota besar terbuat dari emas yang bertahtakan aneka permata, yang selama ini dikenakan oleh Ayahanda Prabu Arya Pamenang.

Dewi Rukmini berdiri ketika Dimas Bagus Penggalih mengulurkan nampan merah itu pada Patih satu Diro Menggolo. Dan dengan tangan sedikit bergetar, Patih satu Diro Menggolo mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala Dewi Rukmini yang telah siap bersimpuh di hadapan Patih satu Diro Menggolo.

Semua yang hadir menahan nafas. Ketika mahkota itu diletakkan di atas rambut hitam panjang Dewi Rukmini. Dan mahkota besar itu menempel begitu pas di sana. Semua menghela nafas panjang. Lega.

"Paman Patih, mahkota ini berat," gumam Dewi Rukmini ketika berusaha berdiri dari simpuhnya. Namun, tanpa memegangi mahkota itu, ternyata dia mamou berdiri dengan mahkota tetap tegak bertahta di atas kepalanya.

Patih satu Diro Menggolo menitikkan air mata. Sebuah jaman telah berganti. Kini dia mendampingi generasi ketiga dari garis penguasa Kerajaan Sanggabumi.

"Memang awerat, Gusti Ratu. Seberat tanggung jawab memimpin sebuah kerajaan, mengayomi rakyat, dan mempertahankan harga diri dan martabat bangsa. Mahkota itu hanya sebuah simbol. Bahwa seberapapun berat tanggung jawab yang harus diemban, mahkota harus tetap berdiri tegak di atas kepemimpinan sebuah negri. Mahkota adalah simbol harga diri dan martabat bangsa." Patih satu Diro Menggolo seketika bersimpuh di depan Dewi Rukmini, menyatakan pengabdian seumur hidupnya untuk ratu baru itu dan tanah Sanggabumi.

Kemudian secara berurutan, para mentri juga melakukan hal yang sama. Hingga tiba giliran Dimas Bagus Penggalih. Dia kini tak berani lagi menatap mata Dewi Rukmini. Karena jenjang yang terbentang antara dia dengan Dewi Rukmini kini berjarak sangat jauh.

"Kanda Mentri Dimas Bagus Penggalih, saya memohon dengan sangat. Jangan pernah ada yang berubah dalam persahabatan kita. Saat di singgasana, saya adalah ratumu. Tapi saat berada di taman bunga kencono asri, saya adalah Rukmini, sahabatmu, yang kita akan selalu bersama. Janji yang terucap tak akan pernah bisa pupus, Kanda Mentri Dimas Bagus Penggalih." Dewi Rukmini berkata tanpa menatap wajah Dimas Bagus Penggalih. Beratnya mahkota itu membuat kepalanya tak mampu menunduk.

"Duli, Gusti Ratu. Dalem ikut saja segala titah panjenengan," jawab Dimas Bagus Penggalih dengan suara parau. Apakah mungkin dinding tebal yang membentang di antara mereka akan mampu ditembus?

Ada rahasia dalam hati Dimas Bagus Penggalih. Rahasia hati yang dipendamnya selama bertahun-tahun, semenjak dia mengenal arti desiran halus dalam dadanya. Semenjak usia telah menobatkannya sebagai seorang lelaki dewasa.

Ritual pergantian kepemimpinan di Kerajaan Sanggabumi telah berakhir. Sebuah ritual sederhana yang diadakan tanpa gegap gempita yang biasanya dan seharusnya terjadi. Keadaan negri yang tengah kacau balau menjadi penyebab semua itu.

Ritual tersebut diakhiri dengan penyerahan tombak Mbah Kuning pada Dewi Rukmini. Sebuah tombak yang memiliki nyawa. Yang sudah menghunus banyak raga para pemberontak sejak Kerajaan Sanggabumi berdiri. Sebuah tombak yang menjadi senjata khusus para pemimpin Kerajaan Sanggabumi.

Kini semua berdiri berjajar di posisinya masing-masing. Menghaturkan sembah bakti pada raja baru, Gusti Ratu Dewi Rukmini. Sejarah baru dalam 7 generasi pemerintahan Kerajaan Sanggabumi. Seorang raja wanita. Tanpa ada prasasti ataupun babad yang menceritakan kepemimpinan Ratu Dewi Rukmini.

Tanggal 13 bulan Centramasa tahun 1250 Saka. Beberapa waktu setelah berdirinya Kerajaan Majapahit pada tanggal 15 bulan Kartikamasa tahun 1215 Saka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status