Share

Bab 8. Dewi Ayu Candra

Sudah enam purnama Dewi Rukmini mengendalikan roda pemerintahan Kerajaan Sanggabumi. Perlahan perekonomian negri mulai membaik. Hujan telah terjadi di beberapa tempat. Meskipun belum terlalu deras, tapi cukup membuat dingin tanah Sanggabumi.

"Bagaimana keadaan Gusti Prabu?" tanya Dimas Bagus Penggalih pada Dewi Rukmini sore itu. Saat waktu rehat, melepaskan semua penat pikiran dan raga.

Dewi Rukmini mendesah pelan. Hal yang paling menyakitkan baginya adalah jika sudah membicarakan tentang Prabu Arya Pamenang. Sosok ayah yang sangat dibanggakannya, kini harus menghabiskan waktu sehari penuh hanya di kamar. Bergulat dengan halusinasinya, bergumul dengan bayang-bayang kenangan mendiang garwa prameswari Dewi Gauri.

"Belum ada perubahan, Dimas. Aku tidak tahu lagi, apa yang harus aku lakukan," jawab Dewi Rukmini denagn wajah sendu.

"Tidsk bisakah Ki Sradda menguoayakan pengobatan buat Gusti Prabu?" tanya Dimas Bagus Penggalih lagi.

Dewi Rukmini memggeleng. "Meskipun Ki Sradda mengatakan bahwa dia akan terus mengupayakan kesembuhan Romo, tapi gurat wajahnya seperti menyatakan bahwa Romo tidak akan pernah bisa sembuh."

Dimas Bagus Penggalih terdiam mendengar jawaban Dewi Rukmini. Tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Karena dia sangat memahami perasaan wanita pujaannya itu.

"Hei! Apa yang tengah kalian lakukan di situ?!" Suara hardikan menyentak kebersamaan Dewi Gauri dan Dimas Bagus Penggalih. "Tidak pantas seorang ratu berduaan dengan ksatria yang bukan suaminya maupun kerabatnya."

Dewi Rukmini mengerutkan dahi. "Apa yang kamu maksud, Yunda Dewi Ayu Candra? Bagaimana bisa panjenengan mengatakan bahwa saya hanya berduaan dengan Kanda Dimas Bagus Penggalih? Sementara di sini ada Bik Nara, Ki Jagat, Ki Suro, dan Kakang Bejo," tukas Dewi Rukmini.

Dewi Ayu Candra berjalan perlahan mendekati Dewi Rukmini. Bibirnya yang tipis mencebik disertai tatapan sinis yang tajam menghunjam. Sepupu Dewi Rukmini itu memang selalu merendahkan Sang Ratu. Dia selalu menganggap bahwa dirinyalah yang lebih pantas menjadi ratu, karena lebih luwes.

Dewi Ayu Candra adalah putri semata wayang Pangeran Alit dan Dewi Wigati. Pangeran Alit adalah adik kandung Prabu Arya Pamenang.

Saat Dewi Ayu Candra berusia lima tahun, ada bencana longsor yang terjadi di desa Kembang Arum. Sesuai titah Prabu Arya Pamenang, Pangeran Alit berangkat ke tempat bencana, diikuti oleh Dewi Wigati. Namun, naas menimpa nasib orang tua Dewi Ayu Candra. Ayah dan ibunya terseret longsor saat sedang meninjau lokasi bencana tersebut. Sejak itu, Dewi Ayu Candra menjadi yatim piatu dan sepenuhnya berada dalam pengasuhan Prabu Arya Pamenang.

Kebetulan pada saat itu Prabu Arya Pamenang dan Dewi Gauri belum juga dikaruniai anak. Seluruh kasih sayang Prabu Arya Pamenang dan Dewi Gauri tertumpah seutuhnya untuk Dewi Ayu Candra. Hingga di tahun ke 10 usia Dewi Ayu Candra, Dewi Gauri tengah mengandung Dewi Rukmini.

"Tapi tidak selayaknya kalian berdua berbincang begitu dekat," sanggah Dewi Ayu Candra.

Dimas Bagus Penggalih menghela nafas panjang. Dia tidak ingin memperpanjang masalah. Pemuda tampan putra dari Patih satu Diro Menggolo itu segera berdiri dan berpamitan pada Dewi Rukmini.

"Saya mohon pamit, Gusti Ratu. Saya hendak kembali ke kesatrian. Udara di sini terasa sangat panas meskipun petang sudah menjelang," sindir Dimas Bagus Penggalih. Ekor matanya mengarah ke Dewi Ayu Candra.

Dewi Rukmini mengulum senyum mendengar ucapan Dimas Bagus Penggalih. "Baiklah, Kanda Dimas Bagus Penggalih."

Dimas Bagus Penggalih melangkah tegap meninggalkan halaman puri istana, kembali menuju ke kesatrian. Dewi Ayu Candra dan Dewi Rukmini menatap punggung Dimas Bagus Penggalih yang berjalan menjauh.

"Kamu sekarang telah menjadi ratu. Kamu hsrus selalu menjaga sikap dan ucapanmu. Jangan terlalu dekat dengan Dimas Bagus Penggalih. Dia bukan orang baik untukmu," bisik Dewi Ayu Candra di dekat telinga Dewi Rukmini.

Tentu saja Dewi Rukmini terperanjat mendengar bisikan Dewi Ayu Candra. Dia telah mengenal Dimas Bagus Penggalih sejak mereka masih kecil. Bermain bersama dan tumbuh besar pun bersama-sama pula. Dia sangat mengenal Dimas Bagus Penggalih sampai hal yang sekecil-kecilnya.

"Saya mengenal Dimas Bagus Penggalih, Yunda Dewi Ayu Candra. Dia seseorang yang sangat baik." Dewi Rukmini bersikukuh dengan pendapatnya. "Jika panjenengan tidak menyukainya, itu hak panjenengan. Dan tidak ada seorang pun yang memaksa panjenengan agar berkawan dengan Dimas Bagus Penggalih. Termasuk Kanda Dimas sendiri."

Dewi Ayu Candra makin mencibir. Sudut bibirnya menukik ke bawah begitu tajam. Ada rasa perih dalam dada Dewi Rukmini melihat sahabat terbaiknya itu direndahkan.

"Kang Bejo, ayo kita lanjutkan latihan kita lagi. Saat pergantian waktu, semua kegiatan sudah harus dihentikan," seru Dewi Rukmini pada Bejo yang tengah duduk di serambi keputren bersama Ki Jagad dan Ki Suro.

Dewi Rukmini berlari cepat menuju ke keputren. Meninggalkan Dewi Ayu Candra yang masih tetap menukikkan ujung bibirnya. Berdiri di halaman depan puri istana, layaknya orang bingung. Tak ada satu pun teman yang dimilikinya.

"Katanya tadi tidak ingin meneruskan latihan, Gusti Ratu?" tanya Bejo dengan pandangan bertanya-tanya.

Dewi Rukmini mengibaskan tangannya. Dan berlalu begitu saja dari hadapan Bejo. Sementara itu Bik Nara tergopoh-gopoh mengikuti langkah kaki Dewi Rukmini.

"Ada apa dengan Gusti Ratu?" tanya Ki Jagad pada Bejo dengan berbisik. Bejo mengedikkan bahu.

"Ah, pasti gegara Gusti Putri Dewi Ayu Candra. Dia memang selalu membuat ulah," sahut Ki Suro.

"Ada Patih satu Diro Menggolo menuju kemari. Ada apa ya? Apakah berkaitan dengan kejadian yang melibatkan Dimas Bagus Penggalih baru saja?" gumam Ki Suro.

Langkah kaki Patih satu Diro Menggolo telah sampai di hadapan Ki Suro, Ki Jagad, dan Bejo.

"Mana Gusti Ratu? Saya ingin bicara!" ujar Patih satu Diro Menggolo.

Lengan Ki Suro menyenggol lengan Ki Jagad. Ada kejadian apa lagi hingga Patih satu Diro Menggolo datang mencari Dewi Rukmini di waktu istrirahatnya?

***

"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status