Sebuah mobil mewah lamborghini memasuki kawasan perumahan elit. Mobil mewah itu berhenti tepat di sebuah gerbang rumah mewah, begitu gerbang terbuka mobil itu melaju masuk kedalam. Seorang pria turun dari dalam mobil mewah tersebut, kaki jenjangnya melangkah masuk kedalam rumah mewah itu. Rumah yang menjadi tempat tinggalnya bersama teman-temannya selama sepuluh tahun ini.
Ezel menghentikan langkahnya saat melihat pintu kamar Varen sedikit terbuka, manik hitamnya melihat arloji di tangan kanan, jarum jam menunjukkan pukul 21.30 pm. Ezel mengurungkan niatnya memasuki kamar pribadinya, mengubah haluan ke kamar Varen. "Apa yang kau lakukan?" Ezel mengambil dokumen yang sedang diperiksa oleh Varen. Ezel yang masih ingin bebas dari tanggung jawab terhadap perusahaan menyerahkan kepemimpinan sepenuhnya pada Varen. "Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini? Kau baru saja menikah seharusnya kau pulang ke rumah mu sendiri." Varen melepaskan kaca mata yang dia kenakan sejak tadi, memijat pangkal hidungnya untuk mengurangi sakit kepalanya. "Tsk. Kau mengusir kakak mu sendiri? Yak kau menangis histeris karena takut aku tinggalkan dan sekarang kau mengusir ku,"Varen merotasikan matanya jengah mendengar protes sang Kakak. "Kau berada di sini selama seminggu, jika kau lupa," Varen merebut kembali dokumen yang berada di tangan Ezel."Pulang lah! Kakak ipar dan Axe pasti menunggu mu di rumah. Mau sampai kapan kau bersikap seperti ini? Pulang dan temuilah keluarga mu.” Ezel mengusap tengkuknya, lalu dia menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur Varen."Aku bukan tidak ingin pulang, bocah. Aku hanya tidak ingin membuatnya tidak nyaman karena kehadiranku." "Memangnya kakak ipar pernah mengatakan hal itu? Kau selalu saja menarik kesimpulan sendiri tanpa mau membicarakannya lebih dulu. Sebaiknya kau bicarakan hal ini pada Kakak Ipar dari pada kau selalu berpikiran buruk mengenainya."Varen beranjak dari kursi kerjanya, Varen berjalan menghampiri Ezel, tangan kekar Varen menarik paksa Ezel dari tempat tidurnya. "Sana pergilah! Bicarakan ini pada kakak ipar atau aku akan meminta Ayah untuk menyerahkan perusahan pada mu." "Shitt! Bocah nakal, kau mengancam kakak mu sendiri eoh?"Varen memutar bola matanya malas, Varen sangat mengenal kakaknya dengan baik. Satu-satunya hal yang dibenci oleh sang kakak adalah berkutat dengan tumpukan dokumen yang tidak ada habisnya."Wah kau ini benar-benar? Ok aku akan pulang. Lagi pula ada yang harus aku serahkan padanya.” "Apa?"Varen mengerutkan dahinya menatap heran pada Ezel. "Apa?” "Apa yang ingin kau serahkan pada kakak ipar?” "Bukan hal yang penting. Hanya kontrak perjanjian pernikahan kami."Dengan entengnya Ezel menjawab pertanyaan Varen. Varen mendelik tak suka mendengar jawaban Ezel."Apa lagi? Kenapa kau ini hobi sekali melotot padaku sih." "Apa kau sudah kehilangan akal sehat hah? Kontrak perjanjian pernikahan seperti apa yang kau bicarakan hah? Yak! Kau ini tidak bisa bersyukur ya? Seharusnya kau senang bisa mendapatkan istri secantik dan sebaik kakak ipar. Wah. Aduh, duh!" Varen memijat tekuk lehernya, pantas saja ayah mereka tidak ingin berurusan dengan Ezel. Setiap kali berdebat dengan Ezel, selalu saja membuatnya darah tinggi. Varen memijat pelan pangkal lehernya merenggangkan otot lehernya yang tegang. "Aeish. Lebih baik aku pulang saja.”Ezel bergegas keluar meninggalkan Varen yang terus berteriak memanggilnya. “Aku akan memberitahu Ibu dan Ayah soal kontrak yang kau katakan! Dasar fosil tua sialan,” teriak Varen Frustasi 💞💞💞💞💞 Setelah resmi menjadi istri dari seorang Ezel De’ Costa, aku tetap menjalankan aktivitasku seperti biasa. Bekerja hingga larut malam, bertemu dengan rekan kerja untuk membicarakan bisnis, melakukan apapun yang aku sukai. Satu-satunya yang berubah hanyalah status ku sebagai seorang istri juga seorang ibu dari anak laki-laki berusia lima tahun. Tidak! sepertinya selain status ku yang berubah, kebiasaanku juga sedikit mengalami perubahan. Jika dulu aku hanya memikirkan diri sendiri, mempersiapkan segala keperluanku sendiri tapi sekarang aku harus menyiapkan keperluan suami dan putra ku, memastikan semua hal yang mereka berdua butuhkan dengan baik. Setelah menidurkan Axel dikamarnya, aku langsung masuk ke kamar tidurku. Tidak! lebih tepatnya kamar tidur milik Ezel yang sekarang juga menjadi milik ku. Aku menghela nafas kasar memperhatikan keadaan kamar Ezel, kamar bernuansa cream ini tidak terlalu buruk. Luas dan rapi, lihatlah bagaimana Ezel menata miniatur mini di pajangan sedemikian rapi bahkan debu saja tidak ada di nakas, sepertinya pria yang aku nikahi penggila kerapian. Ah jika kalian menanyakan keberadaan Ezel maka jawaban yang bisa aku berikan 'tidak tahu.' Sudah satu minggu ini aku tidak melihatnya di rumah ini dan dia juga tidak mengabariku sekedar memberitahu keberadaannya, aku hanya bisa menarik kesimpulan kalau pria itu berada di rumah lamanya bersama adik dan teman-temannya. Tentu saja tidak mudah bagi dia harus hidup terpisah dari adik dan teman-temannya yang sudah mendampinginya selama bertahun-tahun. Apa lagi sejak kecil mereka sudah terbiasa bersama, melewati masa-masa sulit bersama. Ya, setidaknya aku bisa bernafas lega di rumah ini tanpa kehadirannya, jujur saja aku masih tidak nyaman berada di dekatnya begitu pula sebaliknya. Aku tersentak ketika seseorang membuka pintu kamar dan melangkah masuk. Seorang pria bertubuh tinggi, berparas tampan walau tanpa makeup yang menghiasi wajahnya dengan tatapan tajam dan wajah angkuhnya. Siapa lagi kalau bukan Ezel, rasanya aku ingin memaki Ezel melihatnya masuk begitu saja tanpa permisi, tapi aku urungkan mengingat kalau ini adalah kamar miliknya dan aku-lah penumpang di sini. Sebagai pemilik kamar tentu saja dia bebas keluar masuk kedalam kamar ini dengan izin ataupun tanpa izin dariku. "Ini dokumen kesepakatan pernikahan kita. Aku sudah tanda tangani, kau bisa menyimpannya." Suara rendah Ezel membuatnya terlihat seperti pria angkuh tanpa perasaan, Sthella langsung mengambil dokumen yang disodorkan Ezel kearahnya. "Tsk. Apa-apaan pria ini? Seminggu pergi tanpa memberi kabar dan sekarang? Tiba-tiba muncul memberikan dokumen perjanjian ini. Wah pria ini tidak sebaik yang dibicarakan oleh para fans-nya.” Sthella mendumel dalam hati. "Terima kasih. Aku akan memeriksanya lebih dulu, memastikan isi perjanjian ini tidak merugikan ku kedepannya." Sthella menarik ujung bibirnya, memberikan senyuman terbaiknya. Ezel berdecak kesal, di matanya saat ini Sthella yang tersenyum lebih terlihat seperti penyihir wanita kejam dan terus terang saja Ezel tidak menyukai senyuman aneh wanita yang ada di hadapannya ini. "Ah aku sampai lupa. Apa kau sudah makan malam? Apa perlu aku menyiapkan makanan untukmu?” "Tidak perlu! Aku sudah makan malam bersama teman-teman ku tadi. Aku kemari hanya ingin memberikan dokumen itu padamu." Ezel berjalan menjauh ke arah sofa. Ezel menidurkan dirinya ke sofa. Ezel sibuk memainkan ponselnya, dia tampak tidak peduli dengan kehadiran Sthella di dekat nya bahkan dia tidak bertanya keadaan Sthella selama tiga hari meski sekedar basa-basi busuk. "Kau tidak perlu melakukan hal seperti itu. Kau dibesarkan oleh keluarga kaya dan aku yakin kau tidak pernah melakukan pekerjaan seperti itu.” Meski suara Ezel tidak serendah tadi tetap saja perkataan Ezel terdengar dingin di rungu Sthella. Sthella menelan salivanya meski perkataan Ezel seperti meremahkannya tapi itu adalah sebuah kebenaran. 🌻🌻🌻🌻🌻 Terimakasih sudah membaca Di Antara 2 Cinta. Mohon terus dukung cerita ini dengan membaca selama 5 menit dan jangan lupa subscribe, ulasan dan komentar disetiap bab yang kalian baca.🙏"Ketahuilah membuat pilihan antara suami dan ibuku, adalah keputusan tersulit yang pernah aku buat. Satu sisi aku tidak ingin berpisah darimu dan anak kita. Tapi sisi lain aku tidak ingin kehilangan Ibu. Ibu satu-satunya keluarga yang aku miliki selama ini." Yuri meremas jemari tangannya sendiri, dia terlihat sangat gugup. “Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, jika sampai terjadi sesuatu pada Ibuku.”Yuri menyakinkan dirinya sendiri bahwa dia melakukan hal yang benar saat ini. Dia mengatakan hal yang sebenarnya, memang benar kondisi ibunya tidak baik akan tetapi mengenai orang tua Ezel yang memberikan penawaran tidak sepenuhnya benar. Ada sesuatu yang coba Yuri tutupi dari Ezel."Ditambah lagi kondisi ekonomi kita memburuk, kau harus bekerja serabutan mencari uang demi membeli makan dan susu untuk Axe. Kita masih terlalu muda saat itu, aku tidak pernah meragukan perasaanmu padaku. Tidak sama sekali! Hanya saja melihat kau yang terbiasa hidup mewah, semua yang kau inginkan selalu t
Seminggu sudah berlalu sejak dia mendengar pembicaraan Ezel dan Jade. Walaupun menyakitkan, Sthella berusaha untuk tetap kuat menerima kenyataan bahwa suaminya masih mecintai wanita lain dengan besar hati. Wanita yang tidak dia ketahui wujud dan rupanya seperti apa. Namun satu hal yang pasti kalau wanita itu adalah wanita hebat karena dia bisa membuat pria arogan seperti Ezel jatuh cinta. Sthella tetap bersikap seperti biasa terhadap Ezel, seakan-akan dia tidak mengetahui apapun. Sthella lebih memilih menutup mata dan telinganya, melupakan semuanya demi Axel dan bayi yang ada di dalam kandungannya.Waktu terus berjalan, hari terus berganti namun Ezel masih tidak mengetahui fakta bahwa istrinya saat ini sedang mengandung anaknya. Ya bagaimana mungkin Ezel bisa tahu kalau dia sibuk menghabiskan waktu bersama Yuri. Seperti malam ini, mereka berdua asyik menikmati kencan layaknya sepasang anak remaja yang sedang di mabuk cinta. Hal yang wajar jika Yuri menikmati momen ini bersama Ezel
"Sepertinya aku perlu bicara denganmu, Ez?"“Kau ingin bicara apa eh? Jika kau ingin membahas masalah tadi, lupakan saja. Aku tidak ingin membahas apapun denganmu, Jade!" Ezel memejamkan matanya, dia terlalu lelah untuk bertengkar dengan Jade.'Apa kau masih mencintai wanita itu?" Sthella mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam ketika mendengar pembicaraan Jade dan Ezel didalam. "Kenapa? Apa pertanyaanku begitu sulit hah, sampai kau tidak bisa menjawabnya Tuan Ezel De’Costa!!""Ya. Aku masih mencintainya, itukan jawaban yang ingin kau dengar Tuan Jade Fernandes!" Ezel mengepal tangannya menahan amarah. Dia terlalu lelah dan dia tidak memiliki kekuatan untuk berdebat dengan Jade. "Tolong berhenti memojokkan aku seperti ini, Jade. Kalian semua membuatku lelah.”'Tidak! Kita harus meluruskan semua ini, sebelum masalahnya meluas kemana-mana.”Ezel berdecak kesal, rasanya percuma saja meminta Jade berhenti membahas ini. "Baiklah, kau ingin membahas masalah ini maka mari kita bahas! Selama
Selesai melakukan pemeriksaan, Sthella menemui dokter yang menanganinya dengan ditemani oleh Loky dan Leo."Dokter, bagaimana hasil pemeriksaannya? Kakak Iparku baik-baik saja, kan? Apa penyakitnya berbahaya?" Leo terus melempar pertanyaan tanpa henti sampai membuat Sthella dan Loky malu dibuatnya. Siapapun yang melihat kekhawatiran Leo akan mengira kalau dialah suami Sthella. "Hei, kenapa kau diam saja? Apa kau tidak bisa menjawab pertanyaanku hah?""Raksasa sialan tutup mulutmu, kau membuat kami malu." Loky berbisik pelan sambil mencengkram erat pergelangan tangan Leo "Dokter ini tidak bisa menjelaskan apapun kalau kau terus bertanya."Dokter Ishina Velarize menatap kedua pria yang ada di hadapannya bergantian, kemudian dia menarik nafas berat memberitahu hasil pemeriksaan Sthella. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dari hasil pemeriksaan tidak ada yang salah dengan kesehatan Nyonya Costa.""Apa kau yakin hasil pemeriksaannya benar, tidak ada kesalahan sama sekali? Dokter lihat b
Tiga pria tampan bertubuh atletis berjalan memasuki sebuah restoran yang menjadi favorit mereka, restoran yang sama dimana Ezel menghabiskan waktu bersama Yuri dan Axel tanpa sepengetahuan mereka. Varen terlihat begitu fokus memperhatikan seseorang yang terlihat bahagia bersama wanita yang sangat Varen dan para member benci."Hei, bukankah itu fosil tua?" Jade dan Hiro secara spontan menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Varen. "Uh untuk apa fosil tua itu bertemu dengan siluman wanita itu? Sialan! Dia bahkan membawa Axe bersamanya.""Ayah itu Paman Varen?" Axel yang melihat kehadiran mereka bertiga langsung beranjak dari tempat duduknya dan berlari keluar untuk menemui ketiga pamannya. "Paman?""Yak Axe, jangan berlari nanti kau bisa jatuh." Dengan sigapnya Varen langsung menangkap tubuh Axe saat kaki Axe tersandung dan terjatuh. "Bukankah sudah Paman katakan untuk tidak berlari hah. Wah kau ini benar-benar merepotkan, ya.""Axe kemarilah." Jade mengambil Axel dari dekapan Varen.
Tiga puluh menit, ya sudah tiga puluh menit Sthella berada di dalam toilet dan selama itu tidak ada tanda-tanda Sthella akan keluar dari toilet. Apa toilet begitu nyaman hingga membuatnya berlama-lama di dalam sana? Atau dia ketiduran? Loky dan yang lainnya mulai khawatir dengan keadaan Sthella. Mereka bertiga tampak gelisah menunggu di depan toilet."Kakak Ipar apa terjadi sesuatu padamu? Kau baik-baik sajakan? Kakak Ipar jangan diam saja. Tolong jawab pertanyaanku, kau membuat kami semua khawatir." Leo terus mengetuk pintu toilet sambil terus memanggil nama Sthella namun tidak ada respon sama sekali dari Sthella yang berada di dalam."Dasar bodoh, mau sampai kapan kau memanggilnya hah? Minggir, aku akan mendobrak pintu ini,” sarkas Loky“Apa? Mendobrak?Tidak boleh! Kau bisa menghancurkan pintu ini tahu,”protes Leo tidak terima“Lalu kau mau bagaimana? Menunggunya sampai dia keluar? Begitu?”Loky yang terlampau khawatir mendorong Leo menjauh dan langsung mendobrak pintu toilet begitu