"Ngapain kamu di sini!?" pekik Sonya kaget sembari membelitkan lebih banyak lagi selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang dari tatapan Emir yang seolah menembus selimutnya."Ngapain? Kamu lupa ini rumah aku, kamu istri aku dan aku tinggal di sini?" tanya Emir sembari mengelus bahu Sonya yang terasa lembut di ujung jemarinya."Aku nggak pernah lupa itu semua, Emir." Sonya menepis tangan Emir keras, entah kenapa dia tidak suka disentuh Emir walaupun suaminya itu berhak melakukannya."Baguslah," bisik Emir sembari beranjak dari duduknya dan melepaskan pakaiannya satu persatu hingga menyisakan boxer."Ngapin kamu buka baju?" tanya Sonya waswas."Mau mandi, mau ikut?" tanya Emir sembari menolehkan kepalanya melewati bahu dengan wajah tidak bersalah.Sonya menggemeretakkan giginya, ini yang paling ia benci dengan Emir. Emir selalu melakukan kesalahan yang membuat kepalanya pecah lalu pergi dan datang kembali dengan muka tidak ber
Hati Sonya kalut saat Awan mengatakan kalau Emir adalah suaminya dan langsung menutup sambungan telepon. Seketika itu juga Sonya sadar kalau Awan mungkin menyukainya namun, dia terlalu sulit untuk digapai. Statusnya yang istri orang membuat dirinya dan Awan tidak bisa menjalin kasih dengan benar. Menyedihkan."Sonya, Sayang ...."Sonya mengalihkan pandangannya dari piring yang ada di depannya ke arah sumber suara dan mendapati mertuanya datang bersama sopirnya Tarno. "Ibu, kenapa Ibu ada di sini?" tanya Sonya kaget saat mendapati Parwati ada di rumahnya sembari membawa banyak bahan makanan. "Nggak usah repot-repot, Bu."Parwati mendekati Sonya dan memeluknya seerat mungkin, "Ibu kangen, Nak. Kan Ibu udah bilang kemarin kalau Ibu ingin datang. Jadi, Ibu datang," ucap Parwati sembari mengecup pipi kiri dan kanan Sonya."Oh ... iya, Bu. Tapi, ini ngerepotin Ibu, kan, bisa aku sama Emir datang ke tempat Ibu," sahut Sonya sembari melepaskan p
Brak ....Miska yang sedang mengetik terlonjak kaget saat mendengar suara pintu dibanting sekeras mungkin oleh Emir yang masuk dengan wajah menahan emosi dan amarah."Emir kamu kenapa?" tanya Miska kaget dengan reaksi Emir yang penuh angkara murka saat masuk ruangan kerja."Si wanita jalang itu benar-benar bikin aku kesal!?" maki Emir sembari berkacak pinggang dan mengatur napasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya.Emir tahu kalau bertemu kembali dengan Sonya hanya akan menguras emosinya, kekeraskepalaan Sonya benar-benar membuat Emir harus menahan emosinya agar tidak menggampar mulut istrinya itu. Dia pernah hampir kelepasan saat dirinya bertemu dengan Sonya di rumah sakit kemarin dan ditolong oleh rekan kerja Sonya yang bernama Awan."Kenapa lagi sama istri kamu, Emir?" tanya Miska sembari melepaskan kacamatanya dan berjalan ke arah kekasihnya itu. Lelaki di mana ia menggant
"Emir masa kamu mau jual apartemen aku?" rengek Miska sambil menatap Emir yang sedang meminum kopinya. Setelah mereka bercinta dengan sangat kilat dan tanpa mendapatkan kepuasannya sama sekali, Miska kaget karena mendengar perkataan Emir yang ingin menjual apartemennya.Tuhan ... apakah otak kekasihnya ini kesetrum? Kenapa dia harus menjual apartemennya? Miska akan mempertahankan segalanya dengan segala cara karena untuk mendapatkan apartemen, mobil dan semua barang-barang dari Emir, Miska harus melakukan semua yang Emir inginkan termasuk menderita karena sangat jarang mendapatkan orgasme karena keegoisan Emir.
Miska membanting pintu apartemennya dengan sengat keras, dengan urakan ia lemparkan semua barang ke sembarang arah berusaha untuk melepaskan amarahnya karena permintaan Emir yang memintanya untuk menjual apartemennya atau melakukan hubungan badan dengan dua orang sekaligus. Iya ... kekasih keparatnya itu ingin menjual dirinya. Sinting!?"Huek ...." Miska merasakan rasa mual saat membayangkan dua orang pria menyentuh tubuhnya, seketika itu juga ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semuanya di closet."Sinting kamu, Emir!? Kamu gila!?" maki Miska sembari menekan tombol flush dan duduk di samping closet, rasa asam karena sudah memuntahkan isi perutnya benar-benar membuat Miska beranjak dari sana ke arah dapur untuk mencari sesuatu yang bisa ia pergunakan untuk meredakan indra perasanya itu.Tangan Miska meraih gelas berisi air
Miska sedang bergelung di dada Emir dalam keadaan telanjang, jangan tanya apa yang baru saja mereka lakukan. Miska dan Emir sudah kembali bersetubuh sedetik setelah Miska mengungkapkan permohonan maafnya saat ia membuka pintu apartemennya.Jemari Emir sibuk bergerak naik dan turun di punggung Miska yang mulus dan hangat. Menggelitik Miska dengan sentuhannya sembari menonton TV."Emir ... aku ...." Miska memutar otaknya untuk mengungkapkan apa yang saat ini mengganjal di hatinya."Kenapa, Sayang?" tanya Emir."Papa aku harus kemoterapi dan adik aku harus bayar uang sekolah, aku ... aku bingung," rengek Miska sembari menekan payudara telanjangnya ke dada Emir, berusaha menggoda Emir agar mau membantunya.Elusan di belakang punggu
"Miska ... gimana?" Asha berlari ke arah Miska yang baru saja melangkahkan kakinya ke dalam ruang tunggu ICU.Miska tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya pelan, tubuhnya lelah bukan main namun, ia memaksakan diri untuk datang ke rumah sakit untuk menemui keluarganya."Kamu udah makan?" tanya Asha kaget dengan betapa kuyunya Miska. "Kamu kenapa?" Asha menggerakkan wajah Miska yang kedua pipinya memerah.Tangan Miska menyentuh pipinya pelan, "Kebanyakan pakai blush on," dusta Miska sembari menghela napas pelan, mencoba untuk melupakan apa yang baru terjadi beberapa jam yang lalu. Sebuah kejadian yang tidak ingin Miska ingat lagi seumur hidupnya."Masa blush o—""Mah ... aku ke bagian administrasi dulu, biar Papa bisa langsung dioperasi," bisik Miska sembari menggerakkan wajahnya agar tidak disentuh Asha. Bukan tanpa sebab, karena bila Asha menyentuhnya rasanya sakit.
"Eka ... Awan mana?" tanya Sonya saat melihat Eka melintas di hadapannya. "Gimana, Dok?" tanya Eka sembari menghentikan langkahnya. "Kuping kamu harus diperiksa THT atau gimana?" hardik Sonya kesal karena Eka tidak mendengar pertanyaan yang menurut dirinya simple. "Awan mana?" Eka hanya bisa tersenyum kecil saat mendengar perkataan Sonya yang judes, sampai detik ini Eka masih tidak paham mengapa Awan bisa jatuh hati pada Sonya, padahal menurut dirinya Sonya itu tidak ada manis dan lucu-lucunya. Lebih mirip singa yang siap membunuh siapa pun yang membuat perkara dengannya, terlalu mandiri. "Awan Kurniawan?" ulang Eka. Sonya menepuk dahinya dengan kesal, benar apa yang dikatakan Lidya kalau Eka adalah lelaki yang sangat-sangat lemot. "Iya ... Awan Kurniawan, memang ada Awan lain di rumah sakit ini kecuali dia?" "Oh ... Awan mah tadi lagi galau, berapa kali dia tadi nggak fokus, Dok," jawab Eka yang sudah dari tadi siang kesal dengan kelakuan Awan yang selal