Home / Romansa / Di Balik Asmara Sang Aktris / 02. MALAM TAK TERLUPAKAN

Share

02. MALAM TAK TERLUPAKAN

Author: Cha
last update Last Updated: 2024-06-20 11:03:41

"Rana, kita harus berhenti."

Lirihan itu terdengar begitu pelan di leher jenjang Rana. Bentala benar-benar berada dalam kebingungan. Ia ingin sekali menyudahi segala tindakan yang tengah dilakukannya. Namun apa daya, kulit mulus, dan wangi vanilla yang manis dari tubuh Rana, tak mampu membuat Bentala berhenti.

Inchi demi inchi Bentala telusuri pipi, dagu, leher, hingga pundak Rana dengan bibirnya. Tak ada satu pun yang tertinggal. Tangannya bahkan sudah masuk ke dalam kemeja Rana, lalu merasai kulit mulus Rana, dan mulai memasuki area yang rasanya tak boleh terjangkau oleh tangan Bentala.

"Jangan," larang Rana sama lirihnya. Napas gadis itu terengah, matanya menutup. Kulitnya yang putih bahkan mulai memerah karena gairah. "Jangan berhenti, Bentala."

"Ini sudah terlalu jauh."

"Maka teruskan, bukannya justru berhenti." Rana meraup rambut tebal Bentala. Membuat pria itu makin terpancing. "Kita sudah memulainya, jadi lanjutkan saja, Bentala! Bukankah kita sudah sama-sama gila sekarang?"

Rana lagi, dan lagi benar malam itu. Bentala bahkan kesulitan melepaskan Rana. Rana sendiri bukannya menjauh seperti biasa, ia justru semakin menempel pada Bentala seolah-olah mengajaknya untuk berpikir lebih tidak rasional. Lagipula siapa yang bisa rasional di saat gadis yang kamu impikan sedang berada di pangkuanmu, dan kamu miliki sepenuhnya.

Bentala jelas tidak perlu sungkan. Ia lepaskan kemeja Rana, dan ia biarkan kulit gadis itu menempel padanya. Ia bungkam lagi mulut Rana dengan sebuah ciuman. Tanpa pikir panjang, ia jatuhkan tubuh gadis itu di karpet bulu ruang tengahnya.

"Aku akan memilikimu. Jadi, jangan pernah menyesali apa pun. Ini kamu sendiri bukan yang meminta?" tanya Bentala di sela-sela sesi ciuman panas mereka. Rana menatap mata Bentala, dan kemudian mengangguk dengan tegas. "Kamu tahu kan, ini sebuah kesalahan?"

"Ya, aku tahu."

Bentala menyatukan keningnya dengan kening Rana. Ekspresinya tampak sangat frustasi. Namun Rana mencoba menyingkirkannya dengan sebuah ciuman di pipi Bentala. Rana tersenyum sembari mengelus pipi Bentala dengan sangat lembut.

"Kamu yakin, Rana? Ini akan mengubah segalanya."

"Kita sudah sampai sini, mana mungkin aku enggak yakin." Rana mengalungkan tangannya di leher Bentala, lalu menariknya mendekat. "Aku enggak akan berhenti, begitu juga dengan kamu, Ben."

Tak dapat berkata-kata, Bentala hanya mampu terpaku memandangi binar mata Rana. Logikanya berkata tidak, tapi Rana terlalu menggiurkan untuk dilewatkan. Bentala bukan pria suci yang tahan godaan.

Oleh sebab itu, Bentala tak tinggal diam. Ia cium lagi Rana dengan sepenuh hati. Sebelum akhirnya melepaskannya, dan kemudian bangkit dari ruang tengah. Ia angkat, dan gendong gadis itu ke kamarnya. Kamar yang secara harfiah belum pernah terbuka untuk siapa pun.

Bentala menaruh Rana di tempat tidurnya, menatapnya dengan sorot memuja. Ia cium kening gadisnya, dan ia rabai semua tubuh gadis itu dengan bibirnya. Rana hanya bisa pasrah. Ia sudah setuju, dan tak bisa mundur, meskipun hatinya tahu apa yang dirinya, dan Bentala lakukan adalah satu kesalahan.

"Maafkan aku, Rana. Aku tahu ini kesalahan. Tapi, aku mohon kamu ingat ini. Aku mencintaimu. Sangat."

***

"Tato yang bagus."

Bentala terkesiap. Ia tak tahu kalau Rana masih tersadar, dan belum jatuh ke dalam bunga tidur. Setelah sesi panjang yang terasa nikmat untuk Bentala, pria itu sengaja memberi jeda. Ia membawa Rana ke dalam pelukannya, dan sengaja terdiam agar gadis tersebut tertidur.

Tak mendapat jawaban dari Bentala, Rana pun mulai menelusuri dada bidang Bentala dengan telunjuknya yang lentik. Lagi, dan lagi sentuhan gadis itu menjadi sebuah candu yang tak terelakkan. Bentala mungkin dalam krisis kewarasan sekarang akibat perlakuan kecil Rana padanya.

Rana mendongak, dan menemukan Bentala tengah menutup mata. Rana pun bertanya dengan suara pelan. "Ben, kamu sudah tidur ya?"

Bentala menggeleng, "belum."

"Oh, kupikir kamu tidur. Kamu menutup mata kamu."

Bentala membuka matanya, melirik pada Rana, dan kemudian tersenyum. Pria itu lalu makin mengeratkan pelukannya. Ia tak ingin Rana menjauh, atau kedinginan. Ia ingin sepanjang sisa malam, Rana tetap menempel padanya.

Bentala ingin sekali menyuruh Rana tertidur, namun jemari Rana yang tidak bisa diam menandakan kalau ia masih ingin menjelajah. Bentala tak bereaksi apa-apa, dan membiarkan Rana melakukan apa pun yang diinginkannya. Jujur, Bentala sangat menyukainya.

"Ini apa artinya?" tanya Rana pelan. Lebih terdengar seperti bisikan. "Pasti ada artinya, kan? Semua tato kamu yang kecil-kecil itu aja punya arti. Apalagi yang bentuknya ukiran sebesar ini."

"Bukan apa-apa."

"Masa sih? Aku kok, enggak percaya ya. Apa jangan-jangan ini punya arti yang berhubungan dengan seseorang ya? Kamu enggak mau ngasih tahu karena yang ada di tempat tidurmu itu aku, kan?"

Bentala menggeleng, lalu terkekeh pelan. Ia mencium kening Rana, dan bergumam, "kamu aneh tahu enggak. Jelas-jelas perempuan paling spesial di hidupku tuh, cuma kamu."

"Gombal."

Tak ada kebohongan sama sekali. Apalagi bicara soal kegombalan, ini adalah hal mustahil. Buat Bentala, membual hanyalah ajang membuang waktu. Ia tak pernah bermain-main, terlebih menyoal perasaannya ke Rana.

Bentala terdiam sejenak. Ia ingin memberi tahu apa yang terukir di tatonya, tapi Rana jelas sudah menguap. Gadis itu pasti sangat mengantuk. Bentala tersenyum, menarik selimut untuk menutupi tubuh Rana, dan mengelus rambutnya yang hitam.

"Tidur, Rana. Aku akan menceritakannya lain waktu. Setelah ini, kita akan punya banyak waktu untuk berbagi cerita. Kita punya banyak waktu untuk membicarakan hal yang enggak penting."

Rana terdiam sejenak, lalu bergumam, "aku harap begitu. Aku harap kita memang seperti itu."

Bentala mengernyit, "maksudnya?"

Tak ada jawaban lagi dari Rana. Gadis itu sudah benar-benar menutup matanya. Ia terlelap ke dalam bunga tidur yang tak terjangkau oleh Bentala. Pria itu lalu tersenyum, sebab perasaannya sangat terpuaskan.

Bentala pun mengalungkan lengannya ke perut Rana. Membawanya lebih dekat, dan kemudian mencium pelipis gadis itu dengan lembut. Ia tatap wajah cantik Rana yang sedang tertidur dari samping. Mungkin bila Tuhan mengizinkan, ini akan menjadi kegiatan favoritnya.

Dalam benak Bentala, ia tak pernah berpikir akan ada di posisi itu. Bersama Rana, dalam keadaan terbuka, tak berbalut apa-apa, dan di atas kasurnya sendiri. Mereka saling berpelukan, tak berjarak. Jelas kenyataan yang terpampang jauh lebih indah di banding bayangan semu yang selama ini pernah terlintas di pikirannya.

"Terima kasih, Rana. Malam ini akan menjadi yang tak terlupakan dalam hidupku. Selamanya."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   120. AKHIR YANG BAHAGIA

    "Kamu tahu enggak arti dari cincin ini?"Delapan bulan kemudian segalanya berjalan dengan sangat cepat. Rana membutuhkan waktu lebih dari lima bulan untuk menyiapkan segala pernikahannya. Karena kegiatannya di dunia entertainment yang memang sedang rehat, maka tak ada satu pun media, atau rekan artis yang mengetahui rencana pernikahannya. Rana, dan Bentala pun dengan tenang menjalankan pernikahan mereka di Bali dengan sangat tenang, dan intim.Kini, di bulan kedua pernikahan mereka, Bentala akhirnya bisa benar-benar menemukan waktu untuk berbulan madu. Meskipun tak lagi menjadi aktris, Rana tetap saja disibukkan dengan kegiatannya sebagai salah satu direksi di rumah sakit Husada. Ia bersama-sama dengan Latisha bekerja, meskipun kini berada di dunia yang sama sekali berbeda."Aku enggak tahu," jawab Rana sambil menggelengkan kepala. "Memang apa artinya? Aku pikir ini hanya sebuah bentuk. Karena cantik, jadi kupikir itu alasan kamu memilihnya. Ternyata ada artinya, ya?"Bentala terkekeh

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   119. MENIKAHLAH DENGANKU

    "Besok bahkan baru malam tahun baru. Tidak bisakah kamu menunggu hingga besok? Ya, aku memang menyuruhmu untuk pulang, tapi maksud aku pulanglah setelah tahun baru. Bukannya sekarang. Ben, kamu mendengarkan aku, kan?"Pertanyaan itu membuat Rana benar-benar kesal, karena Bentala tampak tak mengacuhkannya sejak tadi. Pria itu sejak tadi hanya mondar-mandir merapikan segala barangnya ke dalam koper besar yang Rana pastikan kalau isinya terlalu sedikit di sana. Rana pun beranjak dari kasur, mendekati Bentala yang sibuk memasukkan semua kemejanya ke koper. Ia tarik kerah pria itu, agar Bentala bisa fokus hanya padanya.Bentala tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pelukan Rana dengan erat. Ia bawa gadis itu ke pelukannya, dan ia cium gadis itu dengan sepenuh jiwa. Rana jelas tak menolak, bersama Bentala memang membuat kepalanya selalu bodoh dalam hal tolak menolak."Kamu sekarang merengek, agar aku tak pergi." Bentala berkata setelah ia melepaskan ciumannya. "Kemarin, kamu melepaskan ak

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   118. HALO CANTIK!

    "Gue benar-benar senang, karena lo sudah sadar, Na. Maaf ya, gue enggak bisa melihat lo langsung ke Australia. Karena gue pikir-pikir keadaannya pasti enggak memungkinkan dan gue enggak pernah ke Australia sebelumnya. Gue takut jatuhnya ngerepotin Indira yang lagi sibuk ngurusin lo, dan kerjaannya."Hanya sebuah gelengan yang mampir di wajah Rana saat mendengar managernya, Latisha meminta maaf. Ia tak pernah mempermasalahkan siapa yang berada di sampingnya saat sakit. Baginya di mana pun berada, Rana sudah cukup dengan doa. Rana tahu obat mujarab terampuh bagi orang sakit adalah doa dari orang yang benar-benar tulus menginginkan kesembuhan diri kita.Latisha sendiri merasa sangat bahagia. Meskipun hanya bisa melihat Rana dari panggilan video, tapi gadis itu sudah merasa cukup puas. Melihat Rana meresponnya dengan senyum tercantik yang Rana punya, sudah membuat Latisha merasa sangat lega."Tidak masalah kok," jawab Rana jujur. Ia tersenyum lemah. "Lo jangan maksain diri buat ke sini. L

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   117. TEMAN TERBAIK

    "Indira, boleh saya bicara sama kamu sebentar?"Tak mungkin Indira tak kaget. Ia menengadah, dan memastikan kalau yang bicara padanya memang benar-benar seorang Emir Dikara Husada. Selama hampir dua minggu, pria itu pura-pura tak mempedulikannya, hari ini, di hari di mana Rana sadar sepenuhnya, Emir akhirnya mau mengajaknya bicara. Bukannya Rana berharap, tapi ia ingin antara dirinya, dan Emir berhenti memikirkan menyoal masa lalu, serta terjebak di dalamnya.Indira pun mengangguk, meskipun Arnold sempat menggeleng. Ia menatap Arnold seraya tersenyum meminta pengertian. Arnold pun melihat pada Indira, dan akhirnya memperbolehkan gadis itu menyelesaikan segala masalahnya dengan pria brengsek yang ternyata adalah sahabat baik Rana. Jujur, saat mengetahuinya, Arnold jelas kaget bukan main. Ia sungguh merasa luar biasa, karena ternyata Rana, dan juga Indira masih bisa menjalin pertemanan yang sangat baik."Tunggulah di sini," pinta Indira yang langsung disanggupi oleh Arnold. "Aku akan ba

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   116. BERITA BAIK UNTUK BENTALA

    "Maaf, mengganggu waktumu, Ben. Tapi, saya harus memberikan ini secara langsung untukmu. Kamu diundang khusus sebagai best man-saya dalam pernikahan saya dengan Tanaya. Ya, saya tahu kondisinya tidak memungkinkan. Tapi, tak apa-apa. Saya hanya ingin memberikan ini sebagai tanda bahwa hanya kamu yang berhak untuk posisi itu."Tentu saja Bentala terhenyak. Bukan soal undangannya, tapi bagaimana Edward selalu memperlakukannya dengan spesial. Berbeda dengan dua temannya yang lain, Edward baginya sudah seperti saudara yang ia temukan di benua lain. Dia selalu merawat, memperhatikan, bahkan memperlakukan Bentala seperti dirinya adalah orang yang layak mendapat perlakuan tersebut. Tak hanya Edward, Tanaya pun demikian.Untuk itulah, Bentala rela melakukan banyak hal bodoh hanya untuk menjaga mereka tetap bahagia. Sebab, di saat ia tak punya siapa-siapa di negeri orang, hanya Edward, dan Tanaya yang membantunya. Hanya mereka berdua yang rela bersusah payah untuk seorang Bentala."Kamu membuat

  • Di Balik Asmara Sang Aktris   115. HANYA SEBUAH HARAPAN

    "Aku tahu harusnya enggak ninggalin kamu. Tapi, aku minta maaf. Aku tahu kamu pasti mengerti. Hanya tiga hari, aku janji. Senin, aku akan kembali ke sini. Aku janji akan nemenin kamu lagi di sini. Kamu pasti akan merasa sedih kan, kalau pekerjaanku enggak beres? Jadi, aku pulang sebentar ya. Aku tahu, aku akan kangen kamu banget, Rana."Tatapan Bentala begitu dalam, dan berat. Ia sama sekali enggan meninggalkan Rana dalam kondisi yang masih belum ada kejelasan, tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Ada banyak orang yang bergantung hidupnya pada Bentala, dan ia tak serta merta melupakan mereka hanya untuk memajukan keinginannya. Bila Rana bangun pun, gadis itu pasti memilih untuk melepasnya.Dengan erat, ia genggam tangan kekasihnya. Ia cium tangan itu penuh rasa sayang. Meskipun hampir dua minggu di rumah sakit, wangi lavender yang khas masih tercium begitu nyata dari tubuh Rana, membuat Bentala makin berat untuk melepasnya. Tapi, apa mau dikata. Hidup nyatanya harus tetap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status