Share

Bab 4

Author: Fransiscaroom
last update Last Updated: 2024-05-03 18:38:09

Keesokan paginya, Dina dan Reza melangsungkan acara makan pagi seperti biasa. Awalnya, mereka tak bertukar kata dan lebih fokus pada hidangan ringan yang dimasak oleh Dina. Namun, beberapa menit berlalu, wanita dengan kepribadian mandiri dan kuat itu membuka topik obrolan.

"Semalam, kamu pulang jam berapa, Mas?" tanya Dina sembari menyendokkan sayur lodeh ke piring dan mengaduknya dengan sisa nasi yang ada.

"Jam dua belas kayanya." Reza mengira-ngira sambil melahap tempe dengan garpu yang digenggamnya dengan tangan kiri.

Mendengar hal itu, Dina mulai mengingat waktu semalam, dimana dirinya menanti sang suami sekian lama namun tak kunjung hadir. Kala itu, ia sedang berada di kamar mandi untuk menuntaskan buang air kecil. Beberapa menit setelahnya, ia memeriksa ponsel yang menunjukkan waktu pukul setengah dua belas.

Namun, di waktu sesudahnya, saat ia mulai memejamkan mata dan belum benar-benar terlelap, ia tak mendapati suara pintu dibuka, menandakan bahwa suaminya memasuki kamar. Dari sana lah, Dina merasa bahwa suaminya mulai tak jujur.

Setelah hening untuk beberapa saat, Dina kembali bersuara, "Tapi, kok aku engga dengar kamu masuk ke kamar ya, Mas? atau aku cuman mimpi."

Mendengar reaksi dari istrinya itu, mimik wajah Reza yang semula tenang berubah menjadi sedikit panik. Dari kedua manik hitamnya, tersirat rasa gelisah dari perbuatan yang semalam dilakukannya bersama sang sekretaris. Selain itu, ada rasa bersalah yang masih setia menggelayuti hatinya sejak beberapa bulan lalu.

"O-oh, mu-mungkin kamu lagi mimpi, Din. Aku langsung naik ke kamar kok begitu sampai di rumah." Reza sedikit tergagap saat menanggapi ujaran istrinya itu.

Dina yang tak ingin memancing pertengkaran hanya bisa menyunggingkan senyum tipis. Rupanya, ada rasa kecewa yang menyelimuti batinnya karena sang suami yang menurutnya terbilang jujur dan apa adanya mulai mengatakan sesuatu di luar fakta.

Setelah selesai dengan sarapan dan secangkir kopi, Reza pun berpamitan pada Dina yang mengantarnya hingga di pintu depan. Ia juga tak lupa membawa kotak makan siang yang sudah disiapkan oleh wanita yang serstatuskan sebagai istri sahnya itu.

"Aku jalan dulu ya. Kalau ada apa-apa, kamu jangan sungkan buat telpon aku." Reza berujar seraya menepuk bahu Dina lembut.

"Kamu hati-hati di jalan ya, Mas." Dina menanggapi dan menyunggingkan senyum lembut sesudahnya. Meski ada rasa kecewa bercampur curiga yang hadir dalam pikirannya, Dina berusaha untuk tetap tenang sembari mencari solusi yang tepat tanpa menuduh secara terang-terangan.

Dalam hitungan detik, mobil pajero putih milik Reza berlalu dari hadapan sang nyonya rumah. Di saat itu juga, Dina mulai berfokus pada pesanan custom cake yang diterimanya melalui aplikasi chatting, seperti biasanya.

-**-

Di sisi lain, Reza tengah sibuk dengan pertemuan dengan beberapa investor yang dilangsungkan di salah satu restoran bernuansa oriental yang ada di Surabaya Barat. Di tengah ramah tamah berlangsung, Naffa selaku sekretaris terus mengumbar senyuman saat mengunci pandang pada Reza yang tengah menjelaskan profil perusahaan dan beberapa contoh produk yang sudah sangat familiar di masyarakat.

"Lihat saja, Pak Reza. Aku akan membuatmu meninggalkan istri sahmu meski caranya pelan. Setelah itu, semua perhatian dan cintamu hanya akan tertuju padaku saja." Naffa mengukuhkan tekad dalam hatinya untuk merebut Reza dari Dina.

Sementara, Reza yang secara tidak sengaja menangkap senyuman di bibir Naffa berasumsi dalam pikirannya, "Senyuman itu semakin menawan hati ini. Kalau seperti ini caranya, aku harus lebih pandai menyembunyikan perselingkuhan ini dari Dina. Ya, aku harus menemukan caranya segera!"

Setelah menjelaskan seluruh materi presentasi, meeting tersebut ditutup dengan acara makan siang yang diselingi dengan obrolan santai. Reza yang senantiasa tersenyum dan menikmati hidangan pembuka memulai obrolan dengan beberapa investor yang duduk di hadapannya, "Jadi, menurut kalian bagaimana eksistensi dari produk makanan yang didistribusikan oleh perusahaan saya?"

Lalu, seorang pria berusia tiga puluh tahunan yang bernama Viktor menanggapi, "Menarik. Saya tertarik untuk menanamkan saham di perusahaan Bapak, tapi dengan satu catatan."

"Apa itu?" Reza memicingkan kedua matanya seraya menatap Viktor dengan senyum tipis.

"Ijinkan tim multimedia dari perusahaan saya memperbaiki packaging chicken nugget dari perusahaan Bapak. Hal ini saya anjurkan agar penjualan produk-produk yang beredar meningkat lebih signifikan." Vikto menyarankan sembari membenarkan posisi kacamata tanpa framenya yang mulai turun.

"Baiklah. Itu bisa diatur," tandas Reza dengan senyum melebar. Ia terkesan dengan tawaran dari investor muda yang notabene adalah pemilik perusahaan multimedia ternama di Jakarta.

Kemudian, Reza kembali menerima tanggapan dari investor-investor lain. Dengan senyuman dan suasana hati yang baik, ia menanggapi dengan bijak dan terbuka. Setelah acara tersebut selesai, Reza dan Naffa kembali ke kantor dengan sekelumit pekerjaan yang tertunda.

Namun, sebelum direktur muda itu melanjutkan pekerjaannya, ia memeriksa notifikasi chat pada ponselnya terlebih dahulu. Dari sekian pemberitahuan yang ada, ia mendapati tiga pesan yang dikirimkan oleh sang istri.

Dina:

Mas, udah makan siang 'kan?

Nanti lembur lagi engga?

Aku rindu..

Dalam sekejap, pertanyaan tentang makan siang itu membuat Reza teringat akan lauk yang sudah dikemas pada kotak makan siang yang dibawanya. "Duh, lupa!" Ia menepuk keningnya perlahan dan mulai meraih kotak makan siang yang diletakannya pada laci kedua dari meja kerjanya.

Perlahan, ia membuka kotak makan siang yang berisikan nasi putih dengan lauk ayam goreng yang terlihat sedikit berminyak, lengkap dengan sayur lalapan dan sambal terasi.

"Padahal, aku sendiri yang bawa kotak bekal ini tadi pagi, tapi bisa-bisanya aku lupa dan malah makan di restoran sama Naffa dan para investor! Duh, aku beneran engga enak sama Dina nih kalau pulang makanannya masih utuh." Reza merutuki apa yang sudah terjadi meski hanya sepele.

Di saat yang sama, manager pemasaran yang bernama Handi mengetuk pintu dan berkata, "Pak, ini saya."

"Ya, masuk saja, Han." Reza menanggapi sembari menutup kotak bekalnya dengan segera.

Dalam hitungan detik, pintu ruangan tersebut berderit dan menampilkan sosok laki-laki bertubuh tinggi dengan pakaian formal, kemeja putih mutiara yang dipadukan dengan celana cokelat muda.

"Ini, Pak, laporan penjualan bulan lalu." Handi berujar sembari meletakkan laporan yang dijepret rapi di atas meja atasannya itu.

Hal tersebut ditanggapi oleh Reza dengan senyuman kecil. Kemudian, Handi yang merasa tak memiliki urusan lain memutuskan untuk berlalu dari hadapan bosnya itu. Akan tetapi, sebelum pria berkulit sawo matang itu benar-benar keluar dari ruangan, Reza menahannya dengan berkata, "Han, tunggu!"

Handi pun menghentikan langkahnya dan berbalik arah. "Iya, Pak? Ada hal lain yang bisa saya bantu?"

"Ini, makan siang buat kamu." Reza dengan segera bangkit dari posisi duduk dan menyerahkan kotak bekalnya pada salah satu pegawainya itu.

Handi yang baru pertama kali menerima makan siang dari atasannya melebarkan kedua mata sambil menerima kotak bekal berwarna biru tua itu. "I-ini buat saya, Pak? Yakin?"

"Iya, gratis kok." Reza meyakinkan.

"Wah, terima kasih banyak, Pak. Lain kali, jangan repot-repot belikan makan siang buat saya." Handi menyatakan rasa terima kasih dan sungkannya secara bersamaan.

"Oh, ini bukan beli, tapi makan siang ini buatan istri saya, Han." Reza menyatakan dengan mimik wajah gusar.

TO BE CONTINUED..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 88 (Ending)

    Dua tahun kemudian, tepatnya di bulan Februari 2026, Reza bersama dengan Naffa dan juga Armand sedang berakhir pekan di salah satu restoran di Malang yang cukup terkenal. Sembari duduk di meja VIP, Armand dengan tubuh mungilnya duduk seraya tersenyum senang saat melihat makanan penutup yang dipesan oleh sang mama datang. "Senang ya? es krimnya banyak," ucap Reza sambil mencolek hidung mungil milik putranya itu. Armand yang ditanya seperti itu oleh sang papa hanya bergumam dan menorehkan senyum riang. Di saat yang sama, Naffa berujar, "Dikasih dikit aja, Rez. Dia tadi 'kan udah minum susu. Takutnya kekenyangan." "Iya, engga apa-apa, Naf. Yang penting, Armand coba," ucap Reza dengan senyum lembut sembari mengusap punggung tangan Naffa perlahan. Lalu, sesuai dengan yang sudah dikatakannya, Naffa mengambil sendok kecil khusus bayi dan mulai menyendok sedikit es krim dengan rasa vanilla, serta menyuapkannya pada Armand. "Gimana? enak?" Reza mengusap lembut kepala Armand semba

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 87

    Beberapa bulan kemudian, Reza masih disibukkan dengan pekerjaan dan kegiatan merawat Naffa yang masih koma serta Armand yang masih kecil. Meski Sus Hani mendampingi putranya di kala ia masih berada di kantor atau di luar rumah, Reza sebagai seorang papa tak dapat tinggal diam dan langsung bersantai saat ia baru saja pulang dari kantor. Saat ia telah selesai membersihkan diri, ia harus bergantian dengan Sus Hani untuk menemani Armand minum susu dan bermain. Bahkan, di kala makanan khusus bayi telah selesai dikelola oleh baby sitter berpengalaman itu, ia harus menyuapi Armand dengan hati-hati dan tak terburu-buru. Di tengah kegiatan menyuapi putranya itu, ponselnya bergetar. Sejenak, ia menjeda aktifitas tersebut dan menjawab

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 86

    Akibat merasa iri pada nasib sang mantan istri, Reza pun memutuskan untuk menginap di apartemen milik Marni. Meski ia tahu bahwa putranya masih berada di rumah kedua orang tuanya, ia tak begitu mempermasalahkannya. Memang ia mengkhawatirkan kondisi Naffa dan putranya, namun untuk malam itu, ia tak dapat membiarkan egonya sebagai laki-laki terluka begitu saja. Dengan nafsu yang membara dalam dirinya, ia melampiaskan rasa kesalnya itu dengan bercumbu dan bercinta dengan Marni, untuk kesekian kalinya. Setelah pergumulan terlarang itu usai, Reza yang seharusnya memadu kasih di sisi Marni malah mengenakan pakaiannya kembali dengan air muka datar. Marni yang masih mengenakan selimut pun bertanya dengan air muka keheranan, "Mas, bukannya mas mau tidur di sini?" "Sebentar aja, Mar. Aku engga bisa lama-lama. Naffa lagi koma di rumah sakit. Maaf ya," jelas Reza yang baru saja mengenakan celana kain dan sabuk secara berurutan. Di saat yang sama, Marni merasa tak dihargai oleh bos seka

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 85

    Di situasi lain, yang lebih membahagiakan, Dina dan Khandra sedang berada di Bandara Internasional Juanda. Dengan tiga travel bag yang mereka bawa, mereka sedang mengantri untuk check-in tiket pesawat, jurusan Surabaya-Thailand. "Selanjutnya," ucap pramugari yang mengurus bagian check-in di counter dengan senyum ramah tersemat. Khandra dan Dina pun menghampiri counter dan mulai menunjukkan bukti pemesanan tiket pesawat pada pramugari yang bertugas. Lalu, beberapa menit kemudian pramugari tersebut meminta Khandra dan Dina untuk menaikkan koper yang ingin diletakkan pada bagasi yang tersedia. "Ini boarding passnya. Bisa ditunggu di pintu keberangkatan yang tertera ya," ucap

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 84

    Halimah pov Seakan disambar petir di malam hari, aku yang mendengar informasi dari dokter pun menitikkan air mata. Aku selaku ibu kandung dari Naffa merasa terpukul dan tak terima. Penyebab utama yang paling jelas terlihat saat ini adalah menantuku sendiri, Reza. Begitu dokter yang mengoperasi putriku berlalu, aku dengan emosi yang memuncak di kepala mendorong Reza pelan dan menegur, "Puas kamu sekarang, hah?! Reza pun terdiam dan tak berani beradu pandang denganku. Lalu, aku kembali bersuara dengan air mata berlinang, "Gara-gara kamu, anak saya engga sadarkan diri! Puas?! Memang kamu, laki-laki yang engga tahu diuntung!!" Bersama dengan ucapanku yanf mengiris hati itu, aku pun hendak melayangkan tamparan berikut pada wajahnya karena merasa geram. Namun, sebelum telapak tanganku mendarat tepat di wajah Reza, suamiku menahan dan berujar, "Bu, udah. Jangan bertengkar di sini. Malu karena didengar orang-orang." Aku yang kembali mendengar peringatan itu menepis pegangan tangan

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 83

    Sementara itu, di rumah Reza, Naffa yang tengah sibuk memotong-motong sayuran mendadak merasakan sakit pada bagian pinggang. "Awh," erangnya sembari memejamkan kedua mata dan memegangi pinggang bagian belakang. Di beberapa menit awal, rasa sakit itu masih bisa ditahan oleh Naffa. Namun, di sekian menit berikutnya, rasa sakit itu menajam dan tak lagi bisa ditahannya. Hal tersebut membuatnya sedikit panik dan menjeda kegiatannya seraya duduk di kursi. "Sshh, sepertinya, a-aku harus.." Naffa yang hendak menghubungi Reza mengalihkan pandangan pada sosok yang sangat dibutuhkannya saat ini.

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 82

    Marni pov Sekitar pukul 18.40, aku dan Mas Reza tiba di unit apartement yang aku tempati. Saat pintu telah selesai dibuka, aku dan Mas Reza masuk ke dalam dan memutuskan untuk duduk di sofa, bersampingan. "Mar." Mas Reza memanggil seraya menatapku dari samping. "Hmm?" Aku berdeham tanpa menatap wajah Mas Reza secara langsung. "Kalau Mas punya perasaan sama kamu, kamu gimana?" Mas Reza mendadak melemparkan pertanyaan yang membuatku melebarkan kedua mata.

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 81

    Sementara itu, Reza yang baru saja selesai menerima surat dan contoh bahan produksi, tak sengaja berpapasan dengan Marni yang sedang mengobrol dengan beberapa office boy lain di dekat tempat peralatan kebersihan. Melihat Marni bersenda-gurau dan tertawa lepas dengan teman-teman satu pekerjaannya, Reza mengerutkan kening dengan sorot mata heran. Menurutnya, ia tak pernah membayangkan jika mantan ARTnya itu adalah tipikal gadis yang senang bergaul, mengingat Marni lebih sering ada di rumah dan tak begitu membaur dengan ART lain yang tinggal bersama tetangga sebelah. "Jadi, ini sifat aslinya si Marni? Kelihatannya pendiam, aslinya social butterfly, dan entah kenapa aku merasa dia agak genit ke cowok lain. Lebih engga masuk akal lagi, aku yang sudah beristri, merasa terganggu kalo lihat dia

  • Di Balik Romantisnya Suamiku   Part 80

    Dua hari, setelah resmi menyandang status suami-istri, Dina dan Khandra menjalani aktifitas masing-masing, sesuai dengan peran yang digeluti. Namun, sebelumnya, mereka menikmati sarapan pagi yang dimasak oleh Dina dan salah satu ART di rumah baru Khandra, Bi Jah. "Nanti siang, kamu ada acara, Din?" tanya Khandra sembari menambahkan lauk di atas piringnya. "Engga kayanya. Belakangan toko agak sepi, Khan." Dina menanggapi sambil memotong daging di piringnya perlahan. "Aku jemput ya kalo gitu." Khandra menyatakan niatnya meski belum menyebutkan tujuan secara jelas.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status