Home / Rumah Tangga / Di Balik Senyum Istri / Ujian yang Tak Pernah Ada Habisnya

Share

Ujian yang Tak Pernah Ada Habisnya

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2022-04-27 10:18:42

Tengah malam Mas Bagas baru sampai rumah, penampilannya begitu acak-acakkan, kusambut dia dengan senyuman tak lupa dengan segelas susu hangat kesukaannya. Tanpa jeda dia menghabiskan susu yang kusuguhkan, dengan hanya beberapa kali tegukan, dapat kulihat amarah masih tampak dari wajahnya.

 

Aku suruh dia beristigfar berkali-kali hingga dia merasakan sedikit lebih tenang. Entah apa yang terjadi di rumah mertuaku, hingga membuat suamiku seemosi ini.

 

“Dia itu dari dulu bisanya cuma ngancem Dek, kesel Mas, ibu juga bisanya diem aja udah disakitin berkali-kali masih aja bertahan,” ucapnya.

 

“Mas, begitulah perempuan yang punya cinta yang murni dan tulus, jangankan rasa sakit logika pun ga akan di pake,” ucapku.

 

“Dek, apa rasanya sesakit ini, pengkhianatan ini, apa yang Meisya rasakan sesakit ini?” tanya Mas Bagas. Kubalas dia dengan senyuman, memberinya jeda untuk berpikir kesalahannya.

 

“Syukurkah kalau Mas bisa ngambil hikmah dari kejadian ini, Meisya itu sudah mulai besar Mas, dia pasti mulai mengerti dengan hubungan orang dewasa, berbeda dengan anak-anak kita yang lain,” ucapku.

 

“Besok Mas akan minta maaf lagi sama Meisya,” ucapnya.

 

Kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum padanya, lalu kami pun menghabiskan makanan yang memang sudah kusiapkan sejak tadi. Keesokan harinya kami bersiap melakukan screening test untuk memastikan kondisi janinku.

 

Sebelum pemeriksaan dokter memberitahukan risiko melakukan screening test akan terjadi sedikit pencerahan, bahkan sebelumnya aku harus menandatangani sebuah surat pernyataan.

 

Dokter mengecek kondisiku setelah memastikan kondisiku stabil, dia melakukan USG terlebih dahulu, lalu mengambil sampel darahku, dan selanjutnya melakukan tes CVS (Chorionic Villus Sampling) yakni mengambil jaringan tepi plasenta yang bentuknya menonjol seperti jemari hal ini betrtujuan ntuk memeriksa ketidaknormalan kromosom, sehingga bisa diketahui keadaan janin memiliki kecenderungan down syndrome atau tidak.

 

Dokter bilang down syndrome terjadi akibat kelainan kromosom. Jika umumnya manusia memiliki 46 kromosom, seseorang dengan down syndrome memiliki 47 kromosom. 1 kromosom lebih tersebut, berasal dari kromosom 21 yang mengalami replikasi. Dan, meski hanya satu komposisi tambahan, rupanya mampu mempengaruhi kinerja otak dan membentuk ciri khas down syndrome.

 

“Ini sedikit menyakitkan ya Bu, tapi berdasarkan posisi janin, prosedurnya bisa dilakukan melalui perut.” Syukurlah itu artinya aku hanya perlu menanggalkan pakaianku di bagian perut, meski sudah melahirkan 4 kali rasanya tetap sungkan memperlihatkan bagian vital di hadapan dokter sekalipun. Setelah pemeriksaan di lakukan akhirnya pendarahanku telah berhenti. Aku langsung pulang, karena hasil tesnya baru akan keluar setelah 2 minggu.

 

Ini memang menyakitkan tapi tak apa, supaya ke depannya bisa kupersiapkan dengan matang kalau bayiku harus terlahir sebagai anak istimewa.

 

~~

Waktu yang di tunggu pun datang, dan benar saja hasil tes menunjukkan janinku mengalami down syndrome. Ya Tuhan belum cukupkah Engkau mengujiku dengan sikap ayah mertuaku. Pengkhianatan suamiku lalu sekarang kau bahkan mengujiku dengan ujian ini.

 

“Bagaimana Bu, apakah ibu akan tetap melanjutkan kehamilan ini atau akan melakukan terminasi ?” tanya Dokter. Untuk sejenak tak ada jawaban dariku begitu pun Mas Bagas.

 

“Kami akan tetap melanjutkan ini,” Mas Bagas mengatakannya dengan mantap. Digenggamnya tanganku dengan erat.

 

“Kita bisa De, tolong izinkan Mas nebus kesalahan Mas sama Bang Dika. Jangan suruh Abang melakukan terminasi pada bayi yang tak berdosa ini,” bisik Mas Bagas di telingaku.

 

“Aku tak sejahat itu Mas,” lirihku.

 

“Saya akan tetap melanjutkan kehamilan ini Dok,” ucapku. Setelah itu kami pun pulang ke rumah. Dokter mengatakan pada kami, kalau banyak hal yang harus kami persiapkan untuk menghadapi persalinan ini. Kami harus terus mengonsultasikannya bahkan setelah anak ini lahir.

 

Bulan berganti hingga tiba waktunya melahirkan, beruntung proses melahirkanku  berjalan lancar. Tangisku pecah saat bayi dalam kandunganku untuk pertama kalinya melihat dunia, mendengar tangisnya yang menggema di seluruh ruangan haru kian menyeruak di hatiku.

 

“Terima kasih Sayang, sudah melahirkan anak ke 4 buat Mas, terima kasih untuk perjuanganmu yang luar biasa. Aku mencintaimu Kiran sangat mencintaimu.” Lagi-lagi Mas Bagas mencium keningku dia bahkan tak peduli dengan dokter dan perawat yang masih berada dalam ruangan.

 

“Alhamdulillah bayinya laki-laki dan normal. Silakan disusui dulu!" ucap seorang perawat sambil menyerahkan bayiku. Kugendong dia lalu kuletakkan di dadaku lalu dia mulai menyesap asinya, menggemaskan sekali dengan mata tertutup dia tampak sangat kehausan. Kupandangi setiap lekuk wajahnya.

 

Hingga aku menyadari ada sesuatu yang berbeda dari wajahnya, entah kenapa hatiku jadi gelisah, wajahnya tak seperti kakaknya yang lain.

 

"Tak apa Sayang, Uma akan mencintaimu. Sehat terus ya, kamu itu istimewa. Kebanggaan Uma," lirihku. Kukecup keningnya yang masih kenyal, lalu kuserahkan pada perawat untuk dibawa ke ruang bayi.

 

Terminasi = Mengakhiri masa kehamilan

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Senyum Istri   Jatuh Cinta Berulang Kali

    “Kapan jadwal periksa kandungannya, Sayang?” tanya Andre. Sejak kejadian itu, Andre mulai merasa Kiran telah kehilangan nafsu makannya. Jika biasanya ia akan meminum susu hamilnya. Sudah sepekan setelah keributan malam itu, ia bahkan tak pernah melihat Kiran mengonsumsinya lagi. Ini adalah momen pertama kali bagi Andre. Jelas saja, ia masih sangat awam perihal kehamilan. Meski, sering kali ia mencari artikel di internet tentang fakta dan mitos soal kehamilan. Tetap saja, sebagai Ayah yang sudah lama menantikan kehadiran si kecil. Ia sangat peduli tentang setiap kondisi yang memungkinkan berpengaruh buruk terhadap ibu dan bayinya. “Masih bulan depan,” jawab Kiran. “Kamu enggak minum susu hamil?” “Nanti aja.” “Abang bikinin, ya!” “Aku bilang nanti!” Kali ini Kiran tanpa sadar mengeraskan suaranya. “Maafkan aku, seharusnya aku bisa lebih lembut. Lagi pula, Abang enggak perlu repot-repot. Aku akan minum sendiri, saat aku mau.” Andre bahkan masih berusaha menormalkan detak jantung

  • Di Balik Senyum Istri   Duri yang Melukaiku

    “Aku capek banget.”Dari pada berdebat kali ini Kiran memilih mengabaikannya. Bukan hanya fisiknya, hati wanita itu pun merasa lelah. Tidur adalah cari paling mudah untuk menghilangkan rasa sakit. Setidaknya meski hanya sejenak, ia mampu melupakannya.Tiba di kamar, suasana menjadi sangat canggung. Andre menyadari jika tindakannya sudah sangat menyinggung. Ia menyesali perbuatannya, seharusnya ia mampu menahan diri.“Aku enggak ingin bicara apa pun malam ini,” ucap Kira, kala ia sadar suaminya sejak tadi terus saja memperhatikannya dalam diam.Tak ada pilihan bagi Andre, selain menunggu sampai matahari terbit. Apa lagi wajah Kinan saat itu tampak lelah.~Pagi hari, seperti tak terjadi apa pun Kiran masih memasak sarapan dan menyiapkan pakaian kerja untuk suaminya, yang berbeda adalah ia sedikit pendiam dari biasanya. Ketika anak-anak sudah pergi lebih dulu untuk sekolah. Kali ini Andre justru masih duduk di meja makan. Ia bahkan tak menghabiskan sarapannya.“Kiran, Abang minta maaf.”

  • Di Balik Senyum Istri   Seonggok Sampah

    Bagaimana ia bisa berlari dari sesuatu yang sudah menancap ke dalam dada. Ke mana pun langkah kaki itu membawa raganya pergi, sakitnya akan tetap mengiringi.Hati yang putus asa itu, tanpa sadar telah membawanya pada jalanan sunyi. Tak ada lagi hilir mudik kendaraan. Selain dari pintu-pintu toko yang sudah tutup. Penerangan yang kurang memadai tak ayal mengurungkan langkahnya untuk tetap berpijak.Dalam dekap gelita malam, ditemani desau angin parau musim kemarau Wanita itu menyeret langkah kakinya menyusuri tepi jalanan. Tak peduli seberapa jauhnya ia telah melangkah dari tempat yang membuatnya merasa seperti seonggok sampah yang tak berguna. Ia hanya ingin pergi ke tempat di mana ia bisa merasa tenang.Masjid.Ya, sayangnya ia terlalu bodoh dan ceroboh.Tak ada masjid yang buka di jam 11 malam.Rasa letih itu membuatnya bersandar pada pohon besar. Di mana ada 1 lampu taman yang menggantung di sana. Cahaya remang-remang berwarna kekuningan yang memancar dari lampu itu rasanya tak cu

  • Di Balik Senyum Istri   Tanggung Jawab

    “Ma-mau apa?”Andre masih tergagap dibuatnya. Antara khawatir dan gugup yang datang bersamaan.“Senyum Bang, bisa ‘kan?” bisik Kiran.Sembari menyentuh bibir suaminya dengan lembut, lantas ia tersenyum, menikmati bagaimana wajah suaminya menjadi merah serupa jambu.“Ya ampun, Sayang. Abang kira mau apa?”“Abang terus mendiamkanku. Ada apa? Cemburu?”“Enggak Sayang. Adek bagaimana sudah baikan perutnya?”Andre justru beralih menyentuh perut dan wajah Kiran. Terlihat sekali jika ia memang tak ingin membahas hal itu.“Sayang, dalam rumah tangga itu enggak baik menunda masalah. Nanti, yang ada masalah kecil, jika didiamkan malah bertambah besar dan rumit. Ayo kita selesaikan sekarang. Bicaralah, kalau aku salah katakan saja!”Kiran menggenggam lengan suaminya dengan lembut. Berharap itu bisa membuatnya mau mengungkapkan apa yang sejak tadi mengusik ketenangannya.“Harusnya aku enggak paksa kamu ikut ke acara.”“Enggak masalah Sayang, aku menikmati acaranya.”“Kamu tahu ‘kan Kiran, kita su

  • Di Balik Senyum Istri   Jangan Macam-Macam

    “Kamu enggak apa-apa, Kiran?” tanya Bagas.“Uh so sweet banget, masih saling peduli ternyata. Jangan-jangan di belakang kalian memang masih punya hubungan. Kasihan banget dong Bang Andre. Sudah dapat janda anak 4 eh malah belum bisa move on juga,” goda Mila. Wanita itu terkekeh sembari menutup mulutnya. Ia bahkan dengan sengaja mengeraskan suara. Hanya untuk memancing perhatian lebih banyak orang lagi.Dari pada mengurusi hal yang tidak penting. Kiran memilih menghindar. Ia datang untuk merayakan pesta. Bukan merusak acara penting seseorang.Sayangnya, Mila masih saja tak mau melepaskan Kiran. Tangannya mencengkeram kuat, tepat ketika Kiran melintas di depannya.Kiran sudah berupaya menahan emosi, agar tak tumpah ruah. Sesekali ia menahan sakit di pergelangan tangannya. Namun, semakin ia berontak Mila justru memperkuat genggaman itu.Sampai akhirnya Kiran memutuskan untuk berbalik dan melihat Mila dengan tatapan yang merendahkan.Melihat itu cengkeraman di tangan Kiran berangsur melem

  • Di Balik Senyum Istri   Piala Bergilir

    Season 2Sering kali dalam hidup ini kita tidak menyadari jika telah mengambil keputusan yang salah. Sampai kita menjalani keputusan itu. Hingga barulah terasa jika jalan yang kita tempuh askah suatu kesalahan.Bagas menatap wanita itu dari jauh. Di sampingnya ada anak-anak yang berlari ke sana ke mari. Rumput hijau yang membentang luas pagi itu, juga desau angin basah selepas hujan. Membuat hatinya kian membeku.“Harusnya aku yang di sana,” lirihnya, sembari tersenyum getir.Belum reda sesak karena, sesal yang terus datang. Seorang pria dengan setelan kasual menghampiri ibu dan anak itu. Ia terlihat gagah meski dengan tas wanita berwarna merah muda. Bagas jelas tahu tas siapa yang pria itu kenakan, siapa lagi kalau bukan milik Kiran.Bahkan kedatangannya, sudah menjadi pusat perhatian beberapa pasang mata di tempat itu. Dia Andre, sepupu sekaligus saingan cintanya.Dulu ia tak pernah kalah, memanfaatkan kelemahan Andre, Bagas dengan mudahnya mendapatkan perempuan mana pun.Andre yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status