Share

Ujian yang Tak Pernah Ada Habisnya

Tengah malam Mas Bagas baru sampai rumah, penampilannya begitu acak-acakkan, kusambut dia dengan senyuman tak lupa dengan segelas susu hangat kesukaannya. Tanpa jeda dia menghabiskan susu yang kusuguhkan, dengan hanya beberapa kali tegukan, dapat kulihat amarah masih tampak dari wajahnya.

 

Aku suruh dia beristigfar berkali-kali hingga dia merasakan sedikit lebih tenang. Entah apa yang terjadi di rumah mertuaku, hingga membuat suamiku seemosi ini.

 

“Dia itu dari dulu bisanya cuma ngancem Dek, kesel Mas, ibu juga bisanya diem aja udah disakitin berkali-kali masih aja bertahan,” ucapnya.

 

“Mas, begitulah perempuan yang punya cinta yang murni dan tulus, jangankan rasa sakit logika pun ga akan di pake,” ucapku.

 

“Dek, apa rasanya sesakit ini, pengkhianatan ini, apa yang Meisya rasakan sesakit ini?” tanya Mas Bagas. Kubalas dia dengan senyuman, memberinya jeda untuk berpikir kesalahannya.

 

“Syukurkah kalau Mas bisa ngambil hikmah dari kejadian ini, Meisya itu sudah mulai besar Mas, dia pasti mulai mengerti dengan hubungan orang dewasa, berbeda dengan anak-anak kita yang lain,” ucapku.

 

“Besok Mas akan minta maaf lagi sama Meisya,” ucapnya.

 

Kuanggukkan kepalaku sambil tersenyum padanya, lalu kami pun menghabiskan makanan yang memang sudah kusiapkan sejak tadi. Keesokan harinya kami bersiap melakukan screening test untuk memastikan kondisi janinku.

 

Sebelum pemeriksaan dokter memberitahukan risiko melakukan screening test akan terjadi sedikit pencerahan, bahkan sebelumnya aku harus menandatangani sebuah surat pernyataan.

 

Dokter mengecek kondisiku setelah memastikan kondisiku stabil, dia melakukan USG terlebih dahulu, lalu mengambil sampel darahku, dan selanjutnya melakukan tes CVS (Chorionic Villus Sampling) yakni mengambil jaringan tepi plasenta yang bentuknya menonjol seperti jemari hal ini betrtujuan ntuk memeriksa ketidaknormalan kromosom, sehingga bisa diketahui keadaan janin memiliki kecenderungan down syndrome atau tidak.

 

Dokter bilang down syndrome terjadi akibat kelainan kromosom. Jika umumnya manusia memiliki 46 kromosom, seseorang dengan down syndrome memiliki 47 kromosom. 1 kromosom lebih tersebut, berasal dari kromosom 21 yang mengalami replikasi. Dan, meski hanya satu komposisi tambahan, rupanya mampu mempengaruhi kinerja otak dan membentuk ciri khas down syndrome.

 

“Ini sedikit menyakitkan ya Bu, tapi berdasarkan posisi janin, prosedurnya bisa dilakukan melalui perut.” Syukurlah itu artinya aku hanya perlu menanggalkan pakaianku di bagian perut, meski sudah melahirkan 4 kali rasanya tetap sungkan memperlihatkan bagian vital di hadapan dokter sekalipun. Setelah pemeriksaan di lakukan akhirnya pendarahanku telah berhenti. Aku langsung pulang, karena hasil tesnya baru akan keluar setelah 2 minggu.

 

Ini memang menyakitkan tapi tak apa, supaya ke depannya bisa kupersiapkan dengan matang kalau bayiku harus terlahir sebagai anak istimewa.

 

~~

Waktu yang di tunggu pun datang, dan benar saja hasil tes menunjukkan janinku mengalami down syndrome. Ya Tuhan belum cukupkah Engkau mengujiku dengan sikap ayah mertuaku. Pengkhianatan suamiku lalu sekarang kau bahkan mengujiku dengan ujian ini.

 

“Bagaimana Bu, apakah ibu akan tetap melanjutkan kehamilan ini atau akan melakukan terminasi ?” tanya Dokter. Untuk sejenak tak ada jawaban dariku begitu pun Mas Bagas.

 

“Kami akan tetap melanjutkan ini,” Mas Bagas mengatakannya dengan mantap. Digenggamnya tanganku dengan erat.

 

“Kita bisa De, tolong izinkan Mas nebus kesalahan Mas sama Bang Dika. Jangan suruh Abang melakukan terminasi pada bayi yang tak berdosa ini,” bisik Mas Bagas di telingaku.

 

“Aku tak sejahat itu Mas,” lirihku.

 

“Saya akan tetap melanjutkan kehamilan ini Dok,” ucapku. Setelah itu kami pun pulang ke rumah. Dokter mengatakan pada kami, kalau banyak hal yang harus kami persiapkan untuk menghadapi persalinan ini. Kami harus terus mengonsultasikannya bahkan setelah anak ini lahir.

 

Bulan berganti hingga tiba waktunya melahirkan, beruntung proses melahirkanku  berjalan lancar. Tangisku pecah saat bayi dalam kandunganku untuk pertama kalinya melihat dunia, mendengar tangisnya yang menggema di seluruh ruangan haru kian menyeruak di hatiku.

 

“Terima kasih Sayang, sudah melahirkan anak ke 4 buat Mas, terima kasih untuk perjuanganmu yang luar biasa. Aku mencintaimu Kiran sangat mencintaimu.” Lagi-lagi Mas Bagas mencium keningku dia bahkan tak peduli dengan dokter dan perawat yang masih berada dalam ruangan.

 

“Alhamdulillah bayinya laki-laki dan normal. Silakan disusui dulu!" ucap seorang perawat sambil menyerahkan bayiku. Kugendong dia lalu kuletakkan di dadaku lalu dia mulai menyesap asinya, menggemaskan sekali dengan mata tertutup dia tampak sangat kehausan. Kupandangi setiap lekuk wajahnya.

 

Hingga aku menyadari ada sesuatu yang berbeda dari wajahnya, entah kenapa hatiku jadi gelisah, wajahnya tak seperti kakaknya yang lain.

 

"Tak apa Sayang, Uma akan mencintaimu. Sehat terus ya, kamu itu istimewa. Kebanggaan Uma," lirihku. Kukecup keningnya yang masih kenyal, lalu kuserahkan pada perawat untuk dibawa ke ruang bayi.

 

Terminasi = Mengakhiri masa kehamilan

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status