Home / Rumah Tangga / Di Balik Senyum Istri / Anugerah Dari Tuhan

Share

Anugerah Dari Tuhan

Author: ERIA YURIKA
last update Last Updated: 2022-04-27 01:56:12

Hari yang ditunggu itu pun tiba aku melakukan USG betapa bahagianya aku saat mendengar dokter mengatakan bahwa jenis kelamin janinku laki-laki. Berkali-kali Mas Bagas menciumku. Kami sangat bersyukur setelah penantian yang panjang akhirnya Tuhan mengizinkan kami merawat bayi laki-laki.

“Maaf Bu, sepertinya ada sedikit masalah pada janin yang ibu kandung,” ucap Dokter.

“Maksudnya, Dok?” tanyaku

Jantungku mendadak berpacu sangat cepat. Ada apa dengan janinku?

“Ada abnormalitas pada janin ibu, terdapat kelebihan cairan di bagian belakang leher, ibu bisa lihat di layar USG,” ucap Dokter sambil tangannya  menunjuk ke layar USG.

“Saya enggak ngerti Dok, maksudnya bagaimana anak saya kenapa?” tanyaku tak sabar.

“Sabar sayang, biar dokter jelasin dulu,” Mas Bagas mencoba menenangkanku.

“Gini Bu ada kemungkinan janin ibu mengalami down syndrome, untuk lebih jelasnya lagi ibu bisa lakukan beberapa test, untuk hasil yang lebih akurat,” ucap dokter.

“Apa down  syndrome Dok?” tanyaku.

“Dek ini kan baru praduga ya Dok, belum pasti kan?” tanya Mas Bagas.

“Benar, untuk lebih pastinya kita bisa lakukan screening test Pak,” jawabnya.

“Mas dokter bilang down syndrome, Mas tau itu apa? Anak kita Mas...”

“Hei Sayang istigfar, belum pasti kok? Memangnya kenapa kalau anak kita down sydrome anak itu anugerah dek, apalagi anak kita laki-laki,” jawab Mas Bagas.

“Astaghfirrullahaladzim ya Allah, Mas ga bakal ninggalin aku kan kalau anak kita...”

“Berkali-kali Mas bilang anak itu anugerah, Mas ga akan ninggalin Adek cuma karena anak kita down syndrome, udah ah malu tuh sama dokter diliatin,” ucap Mas Bagas.

Kutatap Dokter yang berada di depanku dia hanya tersenyum, ah aku jadi sedikit malu karena terlalu terbawa perasaan.

“Maaf ya Dok kenapa ya kok bisa anak saya kena down syndrome?” tanyaku.

“Sampai sekarang belum diketahui penyebab pastinya, tapi kemungkinan besar karena kehamilan di usia lanjut, faktor genetik atau bisa juga pola hidup yang tidak sehat,” ucap Dokter.

“Tapi dok saya engggak punya riwayat keturunan down syndrome,” ucapku.

“Mas punya, Dek,” lirih Mas Bagas.

“Apa?” Aku tak percaya bagaimana mungkin siapa orangnya? kenapa aku tak pernah tahu?

“Kaka Mas pengidap down syndrome,” lirih Mas Bagas lagi.

“Kenapa aku tak pernah tahu bukannya Mas ga pernah punya Kaka?” Mas Bagas terdiam.

“Kita bicarakan ini nanti di rumah,” ucapnya.

Lidahku mendadak kelu, entah berapa banyak rahasia lagi yang keluarga Mas Bagas sembunyikan. Setahuku keluarga Mas Bagas hanya punya satu orang anak, entah di kemanakan anak itu.

“Kapan tes itu bisa dilakukan, Dok,” tanyaku.

“Besok bisa,” jawab Dokter.

“Baiklah saya akan datang lagi ke sini besok,” ucapku.  Sesuai janjinya Mas Bagas mulai menceritakan kalau kakaknya di buang ke panti asuhan saja kecil. Mas Bagas mengatakan kalau dia pun tahu hal ini saat usianya menginjak 17 tahun. Selama itu orang tuanya menyembunyikannya, karena mereka malu.

Bagaimana mungkin orang tua tega berbuat demikian pada darah dagingnya sendiri?

“Adek tahu Mas Dika di panti Asuhan bumi ceria, itu kakak Mas,” ucap Mas Bagas.

“Astaghfirrullah Mas, kenapa Mas membiarkan Mas Dika di sana kalau Mas sudah tahu ini semua?”

“Ayah melarang kita buat jemput Mas Dika,” jawabnya

“Terus kamu nurut?” tanyaku.

“Ayah ngancem kalau sampai jemput Mas Dika, Mas ga akan dianggap anak lagi.”

“Terus Mas nurut gitu aja?” tanyaku. Mas Bagas hanya mengangguk pelan.

“Ayah ngancem bakal ninggalin Ibu, makanya Mas ga lakuin itu,” ucapnya.

“Apa Mas  tahu kalau ibumu di poligami?” tanyaku.

“Apa maksudmu, Dek?” tanya Mas Bagas.

Aku pun menjelaskan apa yang Ibu katakan padaku saat kita bertemu di Cafe, bisa kulihat raut wajah Mas Bagas berubah penuh amarah.

“Aku pamit, Dek.”

“Mau ke mana Mas?” tanyanya.

“Kamu jaga anak-anak aja, aku ga bisa biarin ini,” ucapnya

“Jangan mengambil sikap saat emosi Mas!” Masih berusaha menenangkannya sebisaku.

“Selama ini Mas lakukan apa pun yang Ayah suruh  karena dia selalu mengancam akan meninggalkan ibu. Ibu enggak sekuat kamu, selalu saja tidak percaya diri mungkin karena latar belakang ibu yang bukan dari kalangan atas. Ibu tak pernah mau melawan, karena itulah aku selalu ingin melindunginya.”

“Aku enggak terima ini Dek, tolong jangan halangi Mas kali ini akan kuberi laki-laki brengsek itu pelajaran.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Mahayani
ya Allah baru inget pas part ini. dah pernah baca. tapi tunggu mpe part terakhir deh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Di Balik Senyum Istri   Jatuh Cinta Berulang Kali

    “Kapan jadwal periksa kandungannya, Sayang?” tanya Andre. Sejak kejadian itu, Andre mulai merasa Kiran telah kehilangan nafsu makannya. Jika biasanya ia akan meminum susu hamilnya. Sudah sepekan setelah keributan malam itu, ia bahkan tak pernah melihat Kiran mengonsumsinya lagi. Ini adalah momen pertama kali bagi Andre. Jelas saja, ia masih sangat awam perihal kehamilan. Meski, sering kali ia mencari artikel di internet tentang fakta dan mitos soal kehamilan. Tetap saja, sebagai Ayah yang sudah lama menantikan kehadiran si kecil. Ia sangat peduli tentang setiap kondisi yang memungkinkan berpengaruh buruk terhadap ibu dan bayinya. “Masih bulan depan,” jawab Kiran. “Kamu enggak minum susu hamil?” “Nanti aja.” “Abang bikinin, ya!” “Aku bilang nanti!” Kali ini Kiran tanpa sadar mengeraskan suaranya. “Maafkan aku, seharusnya aku bisa lebih lembut. Lagi pula, Abang enggak perlu repot-repot. Aku akan minum sendiri, saat aku mau.” Andre bahkan masih berusaha menormalkan detak jantung

  • Di Balik Senyum Istri   Duri yang Melukaiku

    “Aku capek banget.”Dari pada berdebat kali ini Kiran memilih mengabaikannya. Bukan hanya fisiknya, hati wanita itu pun merasa lelah. Tidur adalah cari paling mudah untuk menghilangkan rasa sakit. Setidaknya meski hanya sejenak, ia mampu melupakannya.Tiba di kamar, suasana menjadi sangat canggung. Andre menyadari jika tindakannya sudah sangat menyinggung. Ia menyesali perbuatannya, seharusnya ia mampu menahan diri.“Aku enggak ingin bicara apa pun malam ini,” ucap Kira, kala ia sadar suaminya sejak tadi terus saja memperhatikannya dalam diam.Tak ada pilihan bagi Andre, selain menunggu sampai matahari terbit. Apa lagi wajah Kinan saat itu tampak lelah.~Pagi hari, seperti tak terjadi apa pun Kiran masih memasak sarapan dan menyiapkan pakaian kerja untuk suaminya, yang berbeda adalah ia sedikit pendiam dari biasanya. Ketika anak-anak sudah pergi lebih dulu untuk sekolah. Kali ini Andre justru masih duduk di meja makan. Ia bahkan tak menghabiskan sarapannya.“Kiran, Abang minta maaf.”

  • Di Balik Senyum Istri   Seonggok Sampah

    Bagaimana ia bisa berlari dari sesuatu yang sudah menancap ke dalam dada. Ke mana pun langkah kaki itu membawa raganya pergi, sakitnya akan tetap mengiringi.Hati yang putus asa itu, tanpa sadar telah membawanya pada jalanan sunyi. Tak ada lagi hilir mudik kendaraan. Selain dari pintu-pintu toko yang sudah tutup. Penerangan yang kurang memadai tak ayal mengurungkan langkahnya untuk tetap berpijak.Dalam dekap gelita malam, ditemani desau angin parau musim kemarau Wanita itu menyeret langkah kakinya menyusuri tepi jalanan. Tak peduli seberapa jauhnya ia telah melangkah dari tempat yang membuatnya merasa seperti seonggok sampah yang tak berguna. Ia hanya ingin pergi ke tempat di mana ia bisa merasa tenang.Masjid.Ya, sayangnya ia terlalu bodoh dan ceroboh.Tak ada masjid yang buka di jam 11 malam.Rasa letih itu membuatnya bersandar pada pohon besar. Di mana ada 1 lampu taman yang menggantung di sana. Cahaya remang-remang berwarna kekuningan yang memancar dari lampu itu rasanya tak cu

  • Di Balik Senyum Istri   Tanggung Jawab

    “Ma-mau apa?”Andre masih tergagap dibuatnya. Antara khawatir dan gugup yang datang bersamaan.“Senyum Bang, bisa ‘kan?” bisik Kiran.Sembari menyentuh bibir suaminya dengan lembut, lantas ia tersenyum, menikmati bagaimana wajah suaminya menjadi merah serupa jambu.“Ya ampun, Sayang. Abang kira mau apa?”“Abang terus mendiamkanku. Ada apa? Cemburu?”“Enggak Sayang. Adek bagaimana sudah baikan perutnya?”Andre justru beralih menyentuh perut dan wajah Kiran. Terlihat sekali jika ia memang tak ingin membahas hal itu.“Sayang, dalam rumah tangga itu enggak baik menunda masalah. Nanti, yang ada masalah kecil, jika didiamkan malah bertambah besar dan rumit. Ayo kita selesaikan sekarang. Bicaralah, kalau aku salah katakan saja!”Kiran menggenggam lengan suaminya dengan lembut. Berharap itu bisa membuatnya mau mengungkapkan apa yang sejak tadi mengusik ketenangannya.“Harusnya aku enggak paksa kamu ikut ke acara.”“Enggak masalah Sayang, aku menikmati acaranya.”“Kamu tahu ‘kan Kiran, kita su

  • Di Balik Senyum Istri   Jangan Macam-Macam

    “Kamu enggak apa-apa, Kiran?” tanya Bagas.“Uh so sweet banget, masih saling peduli ternyata. Jangan-jangan di belakang kalian memang masih punya hubungan. Kasihan banget dong Bang Andre. Sudah dapat janda anak 4 eh malah belum bisa move on juga,” goda Mila. Wanita itu terkekeh sembari menutup mulutnya. Ia bahkan dengan sengaja mengeraskan suara. Hanya untuk memancing perhatian lebih banyak orang lagi.Dari pada mengurusi hal yang tidak penting. Kiran memilih menghindar. Ia datang untuk merayakan pesta. Bukan merusak acara penting seseorang.Sayangnya, Mila masih saja tak mau melepaskan Kiran. Tangannya mencengkeram kuat, tepat ketika Kiran melintas di depannya.Kiran sudah berupaya menahan emosi, agar tak tumpah ruah. Sesekali ia menahan sakit di pergelangan tangannya. Namun, semakin ia berontak Mila justru memperkuat genggaman itu.Sampai akhirnya Kiran memutuskan untuk berbalik dan melihat Mila dengan tatapan yang merendahkan.Melihat itu cengkeraman di tangan Kiran berangsur melem

  • Di Balik Senyum Istri   Piala Bergilir

    Season 2Sering kali dalam hidup ini kita tidak menyadari jika telah mengambil keputusan yang salah. Sampai kita menjalani keputusan itu. Hingga barulah terasa jika jalan yang kita tempuh askah suatu kesalahan.Bagas menatap wanita itu dari jauh. Di sampingnya ada anak-anak yang berlari ke sana ke mari. Rumput hijau yang membentang luas pagi itu, juga desau angin basah selepas hujan. Membuat hatinya kian membeku.“Harusnya aku yang di sana,” lirihnya, sembari tersenyum getir.Belum reda sesak karena, sesal yang terus datang. Seorang pria dengan setelan kasual menghampiri ibu dan anak itu. Ia terlihat gagah meski dengan tas wanita berwarna merah muda. Bagas jelas tahu tas siapa yang pria itu kenakan, siapa lagi kalau bukan milik Kiran.Bahkan kedatangannya, sudah menjadi pusat perhatian beberapa pasang mata di tempat itu. Dia Andre, sepupu sekaligus saingan cintanya.Dulu ia tak pernah kalah, memanfaatkan kelemahan Andre, Bagas dengan mudahnya mendapatkan perempuan mana pun.Andre yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status