Share

Bab 17

"Nicholas, aku hanya mengatakan yang sebenarnya ...." Monica menangis sembari mengacungkan jari ke arah Nicholas. "Kamu masih mencoba menutupinya?"

Dada Nicholas naik turun sedikit. Matanya mengarah ke Monica. Tajam dan tak berbelas kasih. Perempuan itu benar-benar tidak tahu terima kasih!

"Hanya beberapa orang yang tahu dia mencuri dompetnya. Dia mengaku mengambilnya ..." Air mata Monica membasahi pipinya. "Dia pasti mencurinya dari restoranku. Ini tidak hanya menghancurkan reputasi restoran keluargaku, tapi juga reputasi baik universitas ...."

Pak Jupri menatap Nicholas marah. Jika ucapan Monica benar, maka reputasi sekolah saat ini pasti sedang jatuh bebas. "Nicholas," panggilnya. "Apa tanggapanmu?" Dahinya mengerut mengisyaratkan dirinya sangat tidak senang.

"Tidak ada." Nicholas membentangkan kedua tangannya sambil menaikkan ujung bibirnya. "Tapi ada satu hal yang harus semua orang ketahui. Aku, Nicholas, tidak mencuri dompet siapa pun dan tidak menggunakan uang siapa pun. Semua uang itu adalah milikku sendiri!"

"Omong kosong! Memangnya kamu punya uang?" tanya Monica tak terima.

Cindy ikut membela. "Keluarga Nicholas sangat miskin. Dia biasanya tidak punya uang untuk makan dan selalu harus meminjam uang dari orang lain. Barusan dia mengirim 40 juta. Kalau dipikir-pikir, tidak ada yang tahu asalnya dari mana. Cepat mengaku, dari mana kamu mencuri uang sebanyak itu?!"

Saat kata "mencuri" disebutkan, seisi ruangan berubah hening. Semua mata memandang Nicholas.

"Aku tahu karakter Nicholas. Dia tidak akan pernah mencuri. Seseorang pasti menuduhnya!" Sandy bergegas membela dengan suara lantang.

Nicholas memandang temannya. Hatinya sedikit tersentuh. Pada saat semua orang mencurigainya, Sandy tetap berdiri membelanya. Ini menyisakan rasa hangat di dalam hatinya.

"Seumur hidup dia selalu miskin. Mana mungkin dia melewatkan kesempatan mencuri uang banyak?" tanya Cindy dengan ekspresi mengejek.

"Tidak. Nicholas tidak mungkin melakukannya ...," bisik Karen dari belakang.

"Heh, jelek! Diam saja kamu!" tegas Cindy marah.

Raut wajah Pak Jupri tampak seperti awan mendung. Matanya memandang Karen sesaat, lalu kembali menatap Nicholas.

"Nicholas, kamu ikut aku ke ruang keamanan. Setelah selesai diinterogasi. Sebelum itu selesai, kamu jangan melakukan apa-apa."

"Pak Jupri, tidak perlu diselidiki lagi. Dia pasti mencuri uang orang lain dan mengembalikannya ke kami untuk menyombongkan diri! Kita juga harus menyelidiki Karen. Uang kas kelas dan himpunan mahasiswa dia gunakan untuk keperluan pribadi. Sekarang ...." Chandra tidak lupa menyeret Karen.

Pak Jupri mengangkat alisnya. "Bawa mereka berdua!"

"Aku tidak ...." Wajah Karen seketika memucat.

"Ikut dulu, baru kamu boleh bicara!" Pak Jupri lalu memberi isyarat dengan tangannya.

Nicholas berdiri di tempat, memandang orang-orang dari bagian keamanan yang datang mendekat. "Kalian sebaiknya pikir baik-baik. Kalian boleh menarikku pergi, tapi kalian akan kesulitan memulangkanku!"

"Bawa mereka! Banyak omong sekali ini bocah!"

Pada akhirnya, petugas keamanan menggenggam kedua tangan Nicholas dan menariknya keluar dari ruang kelas.

"Nicholas ...," seru Sandy. Wajahnya penuh khawatir.

Nicholas menoleh ke belakang. Melihat Sandy tampak marah, dia berkedip sebelah mata. Sebagai isyarat melarang temannya agar tidak bertindak impulsif.

Chandra membantu yang lainnya menarik Karen keluar dari kelas.

Nicholas merasakan kebencian bertumbuh di dalam hatinya. Tatap dinginnya tertuju pada Monica. Perempuan itu sangat licik!

Tatapan Nicholas membuat ekspresi Monica berubah sedikit. Namun, kepercayaan dirinya kembali saat dia teringat dengan kata-kata dari Felita.

Apa yang Nicholas andalkan? Uang kas itu kembali karena Nicholas mencuri dari orang lain. Tinggal tunggu waktu saja sampai Bu Yasmine tiba. Mereka akan berbicara mengenai kasus ini dan melimpahkan tuduhan kepada Nicholas. Dengan begini, jalan kabur Nicholas akan tertutup dan dia akan mendapatkan informasi mengenai orang di belakang Bu Yasmine.

Jika ini benar, dia akan mendapat kesempatan untuk mendekati Bu Yasmine. Cepat atau lambat, restoran kecil milik keluarganya akan berevolusi menjadi hotel besar. Monica semakin mantap dengan pemikirannya. Dia bergegas mengikuti Nicholas yang dibawa ke ruang petugas keamanan.

Ruangan itu tidak jauh. Hanya perlu keluar dari gedung kampus dan mengikuti jalan menuju pintu gerbang universitas. Kejadian ini membuat perhatian banyak orang tertuju pada Nicholas dan Karen. Semua penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Nicholas acuh akan hal ini, tapi Karen, sebagai seorang perempuan, menutupi wajahnya di sepanjang jalan karena malu. Air mata yang membasahi pipinya kini perlahan merambat ke jemari rampingnya.

Sesampainya di ruang kantor, kedua petugas keamanan melempar Nicholas ke kursi dan buru-buru mencari kertas dan bolpoin.

"Penjarakan dia!" seru Pak Leo sembari menunjuk ke arah Nicholas.

Nicholas menatap pria yang baru datang itu sambil menggertakkan gigi.

"Bocah ini masih bisa berlagak? Kamu tidak tahu tempat apa ini? Ini kantor petugas keamanan! Kamu masih mau menyombongkan diri? Memangnya kamu ini siapa?"

Salah satu dari petugas keamanan menekan pergelangan tangan Nicholas dan menekannya ke punggung kursi.

"Katakan, dari mana asal uang itu?" Pak Jupri menambahkan. Sama-sama menatap Nicholas.

Nicholas menyengir. "Itu uang pribadiku!"

"Uang pribadimu? Semua orang bilang keluargamu miskin. Berani-beraninya mengaku itu uangmu?" Pak Jupri marah besar. "Cepat, katakan dengan jujur, atau hari ini juga kamu akan dikeluarkan dari ini!"

Ekspresi Nicholas mengeras. "Uang itu memang milikku. Bapak ingin aku berbohong?"

"Masih keras kepala?" seru Pak Jupri. "Kamu tahu tidak seberapa besar dampak kelakuanmu terhadap reputasi universitas?"

Nicholas balas menatap Pak Jupri, lalu melirik ke luar. Tampak Monica masih menangis di koridor. Sementara Cindy dan Chandra mencoba menghiburnya.

"Nak, kamu mau mengaku atau tidak?" Pak Leo melangkah maju, meremas kerah baju Nicholas. Urat-urat di keningnya terukir jelas. "Kalau kamu tidak mau mengaku, jangan salahkan kami kalau kami bertindak keras juga!"

Nicholas memicingkan mata. "Bertindak keras? Percaya atau tidak. Kalau kalian berani membuat kelingkingku terkilir saja, aku akan membuat kalian menyesal seumur hidup!"

"Gila sekali anak ini. Sudah ditekan masih saja membual." Pak Leo menjambak rambut Nicholas dan mengayunkannya ke belakang.

Nicholas merasakan kepalanya sedikit berputar. Telinganya berdengung. Hidungnya sakit. Darah mengalir menyapa dunia dari lubang hidungnya.

"Murid semacam ini perlu diberi pelajaran!" ucap Pak Jupri sambil memandang Nicholas jijik. "Cepat katakan, itu uang siapa?"

Nicholas tersenyum. Kali ini lebih dingin dari yang sebelumnya. "Sudah kubilang, itu uangku!"

"Bohong! Uang itu sama sekali bukan miliknya!" Monica berseru dari koridor. "Uang itu punya orang lain! Dia mencuri dompet orang lain dan mengembalikannya ke Bu Yasmine. Makanya Bu Yasmine berpihak padanya. Kita hanya perlu cari Bu Yasmine, semua pasti akan terungkap!"

"Bu Yasmine yang mana?" tanya Pak Jupri dingin.

"Yasmine Tanadi dari Kantor Pengacara Prima. Bapak bisa mencoba menghubunginya sekarang," balas Monica.

Nicholas menggertakkan gigi. "Kalian yakin mau menghubunginya?"

"Cepat, hubungi Bu Yasmine!" Monica berseru lantang.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Roman Saputra
tata bahasanya acak kadul kurang nyaman dibaca thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status