Episode paling drama dan fenomenal di layar kaca Indosi*ar :
"Pergi dari sini! Aku jijik sama kamu, Mas! Aku jijik! Jangan sentuh aku! Pergi, pergiiiI!!"Wkwkwkwk :PSelamat membaca!***Pagi ini menjadi sangat berbeda bagi Starla. Dalam semalam saja kehidupannya sudah berubah 180 derajat. Jika biasanya di jam ini Starla sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap berangkat, kali ini gadis tersebut sedang meringkuk lemah dibalik selimut tebal yang dia tarik dengan sisa tenaganya.Pandangan Starla kosong, menatap jendela yang masih tertutup tirai berwarna putih. Matanya terasa panas dan bengkak karena semalaman menangis. Mungkin baru beberapa jam yang lalu air mata itu berhenti dan berubah menjadi sebuah tatapan tak berarti.Starla, meskipun dia merasa kepalanya mulai berdenyut karena tidak bisa tidur dan memikirkan banyak hal, masih berusaha tetap sadar.Suara-suara keributan dari luar kamar tidak mengusik Starla sama sekali. Dia justru mengeratkan selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya. Starla mencoba memejamkan mata, namun baru beberapa detik, suara pintu kamar sudah terbuka.Starla sama sekali tidak peduli siapa yang sedang masuk. Apapun yang akan terjadi padanya, dia sudah tidak mau memikirkan. Karena sekarang Starla merasa telah menjadi sampah kotor menjijikkan yang pantas untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah."Starla ...,"Tubuh Starla menegang mendengar suara berat yang familiar. Meski begitu dia memilih untuk tetap memejamkan mata, sementara tangannya semakin erat meremas selimut yang menutupi tubuhnya."Starla ...,"Suara itu terdengar parau dan terpukul. Starla dapat merasakan jika pria itu sedang duduk di atas kasur dan tengah menatapnya iba.Lalu dengan tidak malu, Bimo mendaratkan sebuah elusan ringan di puncak kepala Starla, merapikan anak rambut Starla yang berantakan.Tidak! Bukan hanya rambut! Sekarang Starla tampak mengenaskan dan luar biasa kacau. Hati Bimo terasa remuk melihatnya. Ada rasa sesal yang besar dan amarah pada dirinya sendiri yang ingin dia teriakkan. Namun nasi sudah menjadi bubur. Bagaimanapun dia tidak bisa memutar kembali waktu."Starla," bisik Bima sekali lagi. Dia tau Starla tidak sedang tidur. Karena sekarang dia melihat kelopak mata Starla sedang mengeluarkan air mata meski masih dalam keadaan terpejam. Dan sekali lagi Bima merasa sesuatu menikam jantung dan hatinya. Melihat hal ini membuat jiwa Bima terkoyak.Bima mengeratkan rahang, menahan amarah yang kian menjadi.Pada Lion, pada Intan, pada dirinya sendiri dan semua keadaan ini.Dia telah menghancurkan gadis yang dia cintai demi menyelamatkan Intan, kekasih masa lalu yang sempat menghilang tanpa jejak.Kemarin saat Intan menghubungi, Bima menjadi senang sekaligus khawatir. Dan saat Bima menemukan gadis itu, yang baru dia tau disekap oleh salah seorang mafia narkotika di Indonesia karena hutang Ayahnya yang menumpuk, dia tidak tahan untuk mengajaknya pergi.Bima hanya ingin menyelamatkan Intan.Dengan jalan mengorbankan Starla."Ayo bersihkan tubuhmu," ucap Bima sekali lagi.Karena Starla tetap tidak merespon, Bima akhirnya mengambil inisiatif sendiri. Pria itu menyibak selimut Starla dan hatinya semakin tersayat melihat tubuh putih Starla mempunyai banyak jejak kemerahan.Pada kedua pergelangan tangan dan kaki Starla, Bima melihat sebuah garis merah secara nyata hasil dari sebuah ikatan yang sangat kencang. Leher hingga pahanya penuh dengan bekas gigitan yang sengaja ditinggalkan oleh para penjahat itu. Perut, lengan, bahu, dada, bokong, semua memerah.Bima tidak dapat membayangkan betapa kasar mereka telah melecehkan Starla tadi malam.Ini semua karena kebodohannya! Bagaimana dia bisa percaya jika Lion tidak akan menyentuhnya? Mafia narkotika itu jelas tidak akan bisa dipercaya kata-kata dan janjinya.Seharusnya Bima tau hal itu dan menghindar, bukannya malah menantang dan berusaha bernegosiasi. Ini semua memang salahnya.Dengan hati setengah remuk, Bima mengangkat tubuh polos Starla menuju kamar mandi. Dia mendudukkan Starla di lantai dan mulai memandikan kekasihnya.Kekasih? Masih pantaskah dia disebut kekasih setelah membuatnya seperti ini?Dengan penuh kehati-hatian Bima membersihkan tubuh Starla. Usapannya lembut agar tidak menyakiti. Disela-sela aktifitasnya, Bima terus mengucapkan kata maaf. Bahkan ia tidak bisa menahan air matanya.Namun Starla tetap diam bagai boneka. Sama sekali tidak memberikan respon apapun.Selesai, Bima membelit tubuh Starla dengan handuk. Dia membawa gadis itu kembali ke atas kasur setelah buru-buru merapikan seadanya. Bima memilihkan sebuah baju paling nyaman dari dalam almari dan segera memakaikannya pada Starla."Lion sudah pergi." Tiba-tiba suara seorang gadis lain terdengar dari arah pintu.Bima menoleh lalu mengangguk seraya menggumamkan kata oke.Itu adalah Intan. Mata perempuan berwajah sayu itu bergerak menatap Starla lalu menggigit bibir karena rasa bersalah bercambur iba.Ia pernah ada di posisi Starla beberapa tahun silam.Ayah Intan yang seorang pejudi dan pemabuk berat itu mempunyai banyak hutang pada Lion. Karena tidak mampu membayar, jadilah Intan dijadikan tebusan.Lion memperkosa Intan, kemudian membawanya pergi dan menyekapnya selama bertahun-tahun untuk melayani nafsu bejatnya.Intan menggelengkan kepala, berusaha menepis bayangan mengerikan yang pernah ia lalui."Aku akan menyiapkan sarapan untuknya," tukas Intan segera berbalik dan berlalu menuju dapur.Selama proses itu, mereka tidak menyadari jika Starla diam-diam melirik pada Intan, gadis yang rela Bima tukar dengan menjual dirinya.Sebenarnya siapa dia? Kenapa Bima tega menjualnya untuk menebus perempuan itu? Apakah selama ini sikap baik Bima dan rasa cinta Bima padanya adalah sebuah kepalsuan? Apakah selama ini Bima mempermainkannya saja? Starla terus bertanya-tanya dalam hati.Mengambil sisir, Bima mulai menyisir rambut hitam Starla dengan lembut. Gerakannya penuh kehati-hatian seolah Starla adalah sebuah kaca tipis yang bisa pecah dengan satu gerakan keras.Apakah ini sebuah kepalsuan juga?Perhatian itu justru menyakiti hati Starla. Ke mana Bima kemarin saat tubuhnya dinodai??!Tanpa sadar, air mata Starla keluar lagi dan membasahi pipi putihnya. Rasa sakit yang dia alami mengingat kejadian menjijikkan tadi malam terngiang kembali di ingatannya. Menghancurkannya berkeping-keping hingga membuatnya ingin mati saja.Bima terkejut saat dia berjalan ke depan untuk melihat wajah Starla dan yang dia dapati adalah gadis itu sedang menangis. Cepat-cepat Bima menunduk, berlutut di antara kedua kakinya. Tangan besarnya mengusap air mata Starla."Maafkan aku," lagi-lagi Bima meminta maaf. "Maafkan aku, Starla," tukasnya lalu memeluk tubuh kecil itu.Dan ketenangan Starla pun berubah menjadi amarah. Starla menangis sejadi-jadinya, menjerit dan berusaha mendorong Bima menjauh. Entah bagaimana dia sekarang merasa jijik pada Bima.Melihat dan mendengar suaranya membuat Starla muak. Rasa cinta yang dulu dan masih ada sejak kemarin berubah menjadi sebuah kebencian luar biasa."PERGI DARI SINI!!!" teriak Starla meledak. "PERGIIIII DASAR BRENGSEK!!!"Bima tetap merengkuh tubuh Starla dan kembali memasukkannya dalam pelukan. Dia ingin menenangkan Starlanya."LEPASIN! LEPASIN AKU!! PERGIII! AKU JIJIK SAMA KAMUUU!! KAMU JAHAT!" teriak Starla sembari menendang-nendang, berusaha mendorong Bima menjauh, memukul dada Bima dengan keras dan tanpa ampun.Starla menangis keras, berteriak seperti orang gila."Kenapa kamu tega melakukan semua ini sama aku? Apa salah aku sama kamu? Kenapa kamu menjualku??" Starla terus mengeluarkan pertanyaan itu, tangannya pun tetap memukul Bima tanpa lelah.Hingga akhirnya tubuh Bima berhasil dia dorong, Starla langsung berdiri. Matanya menatap marah pada pria itu."AKU BENCI SAMA KAMU! AKU BENCI!!!" Starla kembali memukul Bima tak peduli jika tangannya yang sudah memar semakin memar kemerahan.Bima sama sekali tidak melawan. Dia merasa pantas diperlakukan seperti ini. Karena apa yang sudah terjadi pada Starla adalah karena dia.Mendengar keributan yang terjadi, Intan yang ada di dapur untuk menyiapkan sarapan bergegas menuju kamar. Dia terkejut melihat Starla sedang kesetanan memukuli Bima seakan ingin membunuhnya."Hei!" Intan maju berniat mencegah.Sayang sekali, tubuh kurusnya kalah dengan Starla. Dengan sekali sikutan, Intan terjengkang ke belakang hingga menimbulkan suara yang cukup keras.Hal itu membuat gerakan Starla terhenti. Lalu baik Bima dan Starla sama-sama menoleh. Mata Bima terbelalak."Intan!" teriaknya. Cepat-cepat dia berdiri untuk menolong perempuan bertubuh kurus itu. Mata Bima semakin terbelalak saat melihat hidung Intan berdarah."Kamu berdarah!" serunya khawatir."Aku nggak apa-apa, Bima," ucap Intan lemah. Namun dia berbohong. Karena setelah itu dia pingsan tidak sadarkan diri.Bima berseru panik dan Starla diam membeku. Dia tidak tau harus berbuat apa."Rumah sakit," gumam Bima kemudian segera menggendong Intan. Pria itu cepat-cepat keluar dari kamar dan tanpa menoleh atau mengucapkan satu patah kata apapun lagi, dia meninggalkan Starla sendirian.Itu membuat Starla seperti tertampar keras.Apa yang dia lihat dan saksikan tidak mungkin sebuah tipuan.Bahwa Bima lebih mengkhawatirkan gadis itu dari pada dirinya.Bahwa Bima lebih mengutamakan gadis itu daripada dirinya.Dan bahwa Bima lebih mencintai gadis itu dari pada dirinya.Tubuh Starla merosot ke lantai. Dia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya lalu berteriak dan menangis lagi.Sebenarnya mulai dari mana letak kesalahannya?Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan
Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun
Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s
Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak
“Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.
Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.