Share

Bab 4

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-13 06:18:23

"Kenalkan, ini Pak Danish, owner perusahaan kita sekaligus CEO di kantor pusat," kata Bu Ratna pada Lavanya yang mematung.

Nama itu menggema di kepala Lavanya.

Danish.

Pria yang pernah dicintainya. Cukup lama Danish menjadi bagian dari hidupnya sampai akhirnya lelaki itu pergi meninggalkan Lavanya demi melanjutkan pendidikannya ke luar negeri.

Lalu kini Danish berada di hadapannya. Dan ini benar-benar nyata.

Tatapan Danish menelisik wajah Lavanya seolah ingin meyakinkan bahwa wanita yang berada di dekatnya saat ini adalah Lavanya yang dulu ia kenal.

Namun, bedanya sekarang wanita itu tampak begitu dewasa walau wajahnya terlihat lelah.

Lavanya berusaha mengendalikan diri dan menyapa Danish.

"Selamat pagi, Pak," ucapnya sembari sedikit menundukkan badannya sebagai tanda penghormatan.

"Pagi." Danish menjawab dengan suara yang tenang.

"Ada perlu apa, Lavanya?" sela Ratna menengahi.

Jantung Lavanya masih berdegup dengan kencang. Untuk sejenak ia lupa apa alasannya datang ke ruangan itu.

Namun, begitu ingat tujuannya, Lavanya merasa sangat malu. Ia akan meminjam uang di depan Danish—mantan kekasihnya dulu.

"Saya mau mengajukan kas bon, Bu," ucap Lavanya akhirnya. Ia merasakan tatapan Danish yang terus tertuju padanya.

Ratna membuang napas. Terlihat jelas kalau ia tidak setuju.

"Baru bulan ini utang kamu lunas, dan sekarang mau mengajukan lagi? Apa kamu lupa peraturan perusahaan? Kas bon hanya diperbolehkan sekali dalam tiga bulan. Masih banyak karyawan lain yang juga butuh uang. Bukan hanya kamu, Lavanya."

Lavanya menunduk. Penolakan Ratna membuatnya benar-benar malu. Apalagi ia ditolak di hadapan lelaki masa lalunya. Entah apa penilaian Danish padanya kini.

"Maaf, Bu Ratna, menurut saya peraturannya diubah saja. Apabila ada karyawan yang benar-benar membutuhkan uang, sebaiknya diberikan pinjaman," kata Danish menginterupsi.

Kepala Lavanya tertunduk semakin dalam.

Ratna menoleh ke arah Danish, jelas terkejut oleh pernyataan bos besarnya.

"Maaf, Pak Danish, tapi kebijakan ini sudah lama diterapkan di sini. Kalau tidak, dikit-dikit karyawan minta kas bon," jelasnya dengan nada hati-hati.

Danish menyandarkan punggungnya ke kursi. Tampak santai, tapi sikapnya tetap tegas.

"Saya nggak bilang kita harus menghapus kebijakan itu, tapi jika ada karyawan yang memiliki kebutuhan mendesak seperti saat ini, kita harus membantunya, Bu. Ada kondisi di mana perusahaan harus bisa bersikap fleksibel."

Ratna tampak berpikir sebentar sambil melirik Lavanya yang masih diam dan menunduk. "Tapi, Pak—"

"Saya yang akan menanggung kas bonnya," potong Danish cepat.

Lavanya spontan mengangkat kepalanya dan menatap Danish dengan wajah panik.

"Tidak usah, Pak. Saya ikuti peraturan perusahaan saja."

"Bukankah kamu butuh uang? Kamu butuh berapa?"

Danish merogoh saku dan mengeluarkan dompetnya, bersiap mengambil lembaran uang dari sana.

"Jangan, Pak, saya nggak jadi kas bon."

Namun, Danish sudah terlanjur mengeluarkan uang dan mengulurkannya pada Lavanya.

"Terimalah. Anggap ini sebagai pinjaman dari saya."

Lavanya terdiam. Tidak tahu harus bersikap seperti apa.

"Lavanya, ambil uangnya. Katanya kamu mau kas bon," ujar Ratna saat Lavanya melirik padanya.

Akhirnya, dengan ragu Lavanya menerima uang itu.

Ia tidak punya pilihan. Meski menolak, tetapi Danish akan tetap memaksanya. Ratna pasti akan curiga jika Lavanya terus menolak sedangkan ia sangat butuh uang itu.

"Terima kasih, Pak. Saya akan segera membayarnya," kata Lavanya pada Danish. Lalu, ia memandang pada Ratna. "Atau kalau boleh, masukkan dalam kas bon saya saja, Bu Ratna. Biar gaji saya dipotong per bulan seperti biasa."

"Jangan," larang Danish. "Itu pinjaman pribadi dari saya, jadi kamu harus membayarnya pada saya. Apa itu cukup?"

Lavanya tidak tahu berapa jumlah uang yang diberikan Danish padanya. Tapi demi menghindari perbincangan lebih lanjut, ia mengatakan, "Sudah cukup, Pak. Terima kasih banyak. Saya akan segera membayarnya."

Danish tidak mengatakan apa pun.

"Karena kamu sudah dapat uangnya, kamu bisa keluar sekarang." Ratna mengusirnya dengan halus.

Lavanya menganggukkan kepalanya. "Permisi, Pak, Bu."

Tatapan Danish masih lekat di punggung Lavanya sampai ia menghilang di balik pintu.

Lavanya tidak langsung ke ruangannya. Ia menunjukkan langkahnya ke arah toilet.

Lavanya menenangkan dirinya di sana. Ia memegang dadanya, jantungnya masih berdebar kencang.

Sulit dipercaya bahwa ia bekerja di perusahaan mantan kekasihnya.

Ini adalah kunjungan pertama Danish ke sana. Selama ini, hanya orang tuanya yang meninjau kantor cabang di daerah.

'Tuhan, kenapa kau pertemukan aku dengan dia lagi?' bisik hati Lavanya perih.

Lavanya kemudian menghitung uang yang dipinjamkan Danish. Uang itu ternyata berjumlah satu juta rupiah.

Masalahnya sekarang, bagaimana cara mengganti uang Danish secara utuh tanpa dicicil?

Lagipula, Lavanya tidak ingin lagi bertemu dengan Danish. Cukup satu kali ini. Ia harap Danish tidak akan pernah mengunjungi kantor cabang lagi.

Setelah berhasil menenangkan diri, Lavanya keluar dari toilet.

Begitu kembali ke ruangan, ia mendengar para rekan kerjanya sedang menggosipkan Danish. Tentang ketampanan pria itu, kekayaannya, juga kharisma dan wibawanya.

Lavanya tidak ikut nimbrung. Ia duduk di kursinya, lalu memasukkan uang ke dalam laci yang dikunci. Ia pikir lebih aman menyimpan uang di kantornya ketimbang di rumah.

Kalau mertuanya yang serakah itu tahu Lavanya masih punya uang, bukan tidak mungkin dia akan merampasnya.

Pukul dua belas siang ponsel Lavanya berbunyi. Ternyata dari guru Belia yang mengatakan bahwa anaknya belum dijemput.

Biasanya itu adalah tugas Erik.

Lavanya lantas menelepon suaminya, tapi tidak direspon.

Lavanya menghela napas kemudian keluar dari ruangan. Mumpung saat ini adalah jam istirahat siang, ia bisa keluar untuk menjemput Belia.

"Lavanya!"

Suara itu begitu familier di telinga Lavanya. Ketika ia menoleh, ia mendapati Danish sudah berdiri di belakangnya.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 5

    Lavanya tampak terkejut. Ia pikir pria itu sudah pergi, ternyata masih berada di kantornya."Iya, Pak? Tentang uang tadi—""Aku nggak membahas uang, Nya," potong Danish cepat sebelum Lavanya selesai dengan perkataannya."Jadi, Bapak mau apa?""Nggak usah seformal itu ngomong sama aku, Nya. Aku masih Danish yang dulu."Mata Lavanya mengelana ke sekitar, khawatir ada orang di dekat mereka yang mendengar percakapan itu.Para rekan kerjanya pasti akan menggosip jika tahu Lavanya bicara berdua dengan Danish."Maaf, Pak, kita lagi di kantor dan saya nggak mau orang-orang salah mengartikan keberadaan Bapak di dekat saya," jawab Lavanya sopan."Memangnya mereka mau mengartikan bagaimana?"Lavanya terdiam karenanya. Ia mulai resah lantaran terlalu lama berdekatan dengan Danish.Danish tersenyum tipis melihat Lavanya yang jelas-jelas gelisah, seolah ia menikmati reaksi perempuan itu."Aku cuma mau ngajak kamu makan siang, Nya."Lavanya bertambah grogi. Ia tidak mungkin makan siang dengan Danish.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 6

    Lavanya memandang layar ponselnya tanpa berkedip. Tidak ada tanda tanya. Tidak ada basa-basi. Hanya sekadar pengenalan. Tapi cukup untuk membuat jantungnya berdebar kencang.Jari-jemari Lavanya gemetar saat hendak mengirim balasan. Namun ia kembali menghapus huruf-huruf yang telah diketiknya.Pesan itu tidak perlu dibalas. Karena mungkin Danish hanya sekadar ingin memberitahu nomornya.Handphonenya kembali berdenting. Kali ini pesan dari Nadia yang memberitahu ada meeting siang ini.Lavanya mengesahkan napas. Ia harus kembali ke kantor sekarang.Ketukan high heels Lavanya yang bertemu dengan lantai menimbulkan bunyi tersendiri.Saat ia masuk ke kantornya ia menemukan keadaan yang sunyi. Ia memang telat hampir setengah jam akibat pulang ke rumah tadi.Ia menggegas langkahnya ke ruang meeting."Maaf, saya terlambat, Pak," kata Lavanya pada Herman—atasannya.Semua mata tertuju pada Lavanya, termasuk Danish. Lavanya pikir lelaki itu sudah pergi, nyatanya masih ada di sini.Herman menatap L

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 7

    "Ma, aku juga mau punya boneka kayak Oci," kata Belia malam itu."Boneka apa, Nak?" tanya Lavanya lembut."Oci beli boneka baru, Ma. Bagus deh," tunjuk Belia pada sepupunya yang sedang bermain boneka Hello Kitty berwarna pink.Lavanya hanya bisa menghela napas. Ia mengusap kepala putrinya sambil menahan sesak di dada. Ia ingin sekali membelikan boneka baru untuk Belia, tapi apa daya, untuk makan pun harus berhemat."Nanti kalau Mama punya uang kita beli ya, Nak," ucap Lavanya dengan suara setenang mungkin.Belia menganggukkan kepalanya meski kekecewaan jelas terlihat di wajahnya.Belia kemudian mengambil boneka beruangnya yang sudah kumal. Yang matanya sudah copot sebelah dan terdapat sobekan di bagian pinggang. Anak itu bermain berdua dengan sepupunya. Melihat hal itu Lavanya semakin tidak kuasa menahan perasaannya. Terlebih lagi ketika mendengar percakapan keduanya."Ih, Bel, boneka kamu jelek banget," hina Yosi."Nggak apa-apa. Walau jelek tapi ini boneka kesayanganku," jawab Belia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 8

    Pipi Lavanya terasa panas dan perih, tapi hatinya jauh lebih sakit. Napasnya tersengal, dadanya bergetar hebat, menahan tangis yang hampir pecah. Ia meminjamkan mata, mencoba menelan semua perasaan sakit. Tapi amarah dan kecewa yang sudah lama ia pendam kini mendidih di dadanya. "Mas Erik...," suaranya gemetar, tetapi matanya basah dan penuh luka saat menatap Suaminya. "Kamu udah keterlaluan, Mas."Erik menggeram. Wajahnya merah karena emosi dan alkohol yang menguasai tubuhnya. "Kamu yang bikin aku kayak gini!" bentaknya. "Istri macam apa yang menolak suami sendiri? Sejak kapan kamu pandai menolakku, hah? Siapa yang ngajarin? Kamu lupa udah nggak punya siapa-siapa lagi selain aku?"Lavanya menggeleng, air matanya jatuh tanpa bisa dicegah. "Aku ini istrimu, Mas, tapi aku juga manusia. Aku capek, aku muak. Aku udah nggak tahan sama semua ini."Lavanya berusaha bangkit dari tempat tidur tapi Erik menahannya. Mata Lelaki itu membelalak, tangannya mencengkeram lengan Lavanya dengan kuat.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 9

    Lavanya melangkah ke kantor dengan gontai. Menggunakan blazer abu-abu dan rok pensil hitam, ia tampak begitu feminin. Sedikit pun tidak ada firasat dalam dirinya kalau hari ini akan terjadi sesuatu yang besar.Suasana di kantor tampak tidak seperti biasa. Para rekan kerjanya berbisik-bisik."Nya, sini!" Dian melambaikan tangan pada Lavanya yang sudah berada di kursinya.Lavanya melempar senyum dari jauh. Ia sedang malas mendengar gosip apa pun.Melihat Lavanya hanya tersenyum tanpa ada niat untuk bergabung, Dian, Lina dan Sari menghampirinya."Nya, udah dengar gosip terbaru belum?" kata Dian."Gosip apa?" tanya Lavanya tanpa minat."Pak Herman bakal dimutasi dan kita bakal punya kepala cabang yang baru.""Oh. Terus kenapa?" respon Lavanya yang tidak terlalu tertarik. Mutasi atau rotasi jabatan bukanlah hal yang aneh.Dian mencondongkan tubuhnya ke arah Lavanya dan berbisik dengan suara rendah. "Kabar baiknya dia masih muda dan ganteng banget!!!" Lina dan Sari cekikan menanggapi Dian y

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 10

    Lavanya menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah akibat tamparan Erik."Nggak apa-apa," jawabnya pelan.Danish mempersempit jarak di antara mereka, matanya menatap Lavanya dengan penuh selidik. "Nggak apa-apa gimana? Ini pipi kamu merah banget."Suara itu membuat Lavanya ingin jatuh, tapi ia tidak punya tempat untuk bersandar."Maaf, Pak, saya harus kembali kerja."Lavanya melangkah cepat melewati Danish. Namun lelaki itu mencekal lengannya. Tidak keras, tapi berhasil menghentikan langkah Lavanya."Lavanya, kalau kamu ada masalah, kamu tahu akan cerita ke siapa, 'kan? Aku siap mendengarnya, Nya.""Terima kasih, Pak, tapi saya baik-baik saja."Usai mengatakan kalimat singkat itu Lavanya melepaskan tangannya, meninggalkan Danish yang berdiri di lorong, menatap punggungnya yang semakin menjauh.**Ruangan meeting hari itu terasa lebih dingin. Lavanya duduk di sisi kiri meja, sedangkan Danish di ujungnya. Saat ini Danish sedang memimpin presentasi tender untuk proyek besar

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 11

    Lavanya memasuki ruangannya dengan tubuh lesu. Ia langsung menghempaskan diri ke kursi. Menyalakan komputer, ia menatap grafik angka penawaran yang telah disusunnya dengan rapi dan penuh perhitungan tapi ditolak Danish. Semua terasa sia-sia dan tidak ada gunanya. "Lemes banget, kenapa sih?" tanya Nadia yang mendatangi mejanya.Lavanya tidak bersuara. Ia menjawab dengan tatapan yang tertuju pada layar komputer."Oh itu." Nadia ikut memperhatikan layar komputer Lavanya. "Udahlah, Nya. Ikuti aja maunya Pak Bos. Kita cuma kacung. Yang punya kuasa tetap yang di atas."Iya, mereka hanya bawahan di kantor itu yang harus menuruti semua aturan dan keputusan atasan. Namun kali ini Lavanya benar-benar kecewa.Lavanya menghela napas. Ditatapnya Nadia yang masih berdiri di dekat mejanya. "Dia bilang harga kita nggak make sense, tapi dia sadar nggak sih kalau angka yang dia ajukan justru nggak masuk akal? Dengan harga setinggi itu kita nggak bakal menang. Kalau katanya nggak apa-apa kalah daripada

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 12

    Hari sudah beranjak malam saat Danish pulang dari kantor. Saat ini ia sedang duduk di kursi belakang mobil sambil termenung. Ia sedang memikirkan seseorang. Siapa lagi kalau bukan Lavanya. Meski sudah mendapatkan data Lavanya dari file karyawan, namun itu baginya belum cukup. Sosok Lavanya terus membayanginya. Tatapannya yang sendu seakan menahan kesedihan yang mendalam, caranya membawa diri dengan ketegaran yang seolah dipaksakan membuat Danish tahu bahwa Lavanya memang tidak baik-baik saja. Jangan pernah lupakan, Lavanya pernah menjadi orang terdekatnya, jadi Danish tahu bagaimana perempuan itu."Pak Dharma," panggil Danish pada supir perusahaan yang kini menjadi supir pribadinya."Iya, Pak," jawab lelaki separuh baya itu sambil memandang Danish melalui spion tengah."Bapak sudah lama kerja di sini?""Lumayan, Pak. Sudah hampir sepuluh tahun," jawab Dharma dengan sopan."Kalau begitu Bapak tahu banyak tentang karyawan di kantor?""Lumayan, Pak."Danish terdiam sejenak, memikirkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18

Bab terbaru

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 79

    Hari ini tepat pukul sembilan pagi adalah jadwal sidang cerai pertama Lavanya dan Erik. Pada sidang kali ini beragendakan proses mediasi di antara keduanya.Hujan deras membasahi bumi jauh sebelum subuh tadi, seolah ingin merefleksikan suramnya hati Lavanya.Menggunakan kemeja putih dan celana panjang hitam serta kitten heels hitam, Lavanya memasuki ruang sidang. Ia didampingi oleh pengacaranya dan juga Danish yang tidak pernah lelah memberinya semangat dan kekuatan.Bola mata Lavanya berpendar mencari sosok Erik dan juga pengacaranya, namun Lavanya tidak menemukannya. Atau mungkin lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu belum datang.Ruang sidang tersebut berukuran cukup besar. Dindingnya dicat dengan warna putih. Di bagian depan ruangan terbentang meja panjang dengan alas hijau dengan tiga buah kursi yang disediakan untuk majelis hakim. Berkas perkara tampak tersusun rapi di atas meja.Di sisi kanan dan kiri ada kursi-kursi kayu untuk ditempati penggugat dan tergu

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Lavanya 78

    Danish tidak pernah merasa sekhawatir ini sebelumnya.Telepon tidak dijawab. Pesan juga hanya dibaca tanpa ada balasan. Ia tahu, biasanya Lavanya akan selalu merespon walau kadang terlambat. Namun, mengetahui Lavanya sudah membaca pesannya tapi tidak membalas, menumbuhkan kekhawatiran di hati Danish.Ada firasat buruk menyesaki dadanya, membuatnya terdorong untuk menyetir menuju rumah Lavanya.Di tengah hujan deras dan lalu-lalang kendaraan di kota kecil itu Danish memacu mobilnya.Langit kian gelap. Hujan tidak kunjung reda. Wiper blade mobilnya tidak berhenti bergerak, menyapu titik-titik air yang terus membasahi kaca, membuat buram pemandangan.Ketika mobilnya berhenti di depan rumah Lavanya, rasa khawatir yang sejak tadi menyiksanya menjelma menjadi kepanikan. Rumah itu gelap gulita. Bukan hanya karena cuaca, tapi juga karena minim penerangan.Danish mengetuk pintu berkali-kali. Tidak ada respon.Sambil terus mengetukkan buku-buku jarinya, sebelah tangan Danish merogoh saku, meng

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Lavanya 77

    Langit mendung membersamai Lavanya dalam perjalanan pulang. Semestinya Lavanya kembali ke kantor karena pekerjaannya belum selesai. Tapi kepalanya yang penuh oleh berbagai pikiran membuatnya memerintahkan supir taksi agar mengantarnya pulang ke rumah.Titik-titik hujan mulai turun dari langit, menampar-nampar kaca jendela taksi. Lavanya memandang keluar dengan pandangan buram. Entah karena air hujan yang menempel di kaca, atau mungkin karena saat ini matanya mengembun oleh air mata.Suara supir taksi yang memberitahu bahwa mereka sudah tiba mengeluarkan Lavanya dari lamunannya.Lavanya menjawab dengan anggukan. Kakinya terayun gontai memasuki rumah mungilnya yang dingin, sunyi dan terlalu luas untuk dihuni sendiri.Setelah pintu tertutup Lavanya terduduk di sofa. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan sangat kuat. Meski ia sudah berada di rumahnya tapi pikirannya terperangkap di depan pintu rumah mertuanya.Wajah putrinya menghantui dalam bayangan. Tangisannya yang pilu seolah

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 76

    Lavanya jatuh terhempas di lantai. Napasnya satu-satu. Rasa sakit di sikunya menjalar dengan cepat ke bagian tangannya yang lain. Ini adalah kali kedua Neli menyakitinya dengan cara yang sama. Namun, dari semua sakit fisik yang diterimanya, batinnya jauh lebih terbuka."Belia...," suaranya lirih, hampir tidak terdengar.Melalui pintu yang tertutup rapat, samar-samar terdengar tangis anaknya yang memanggil-manggil."Mama! Mamaaa!!!"Teriakan itu memukul dada Lavanya, membuat hatinya yang nyeri bertambah pedih.Lavanya mencoba melupakan rasa sakitnya. Ia memaksa tubuhnya berdiri.Diusapnya daun pintu, berharap tangannya bisa menembus ke dalam sana."Belia! Ini Mama! Buka pintunya, Nak, Mama mau ketemu. Mama ada di depan!" Lavanya berteriak sekeras yang ia bisa.Pintu tetap tertutup. Tidak ada tanda-tanda akan terbuka. Sementara tangis Belia terdengar semakin keras."Mamaaa, ini aku!!!""Diam! Jangan panggil perempuan itu. Dia udah ninggalin kamu untuk laki-laki lain!"Di sela-sela tangi

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 75

    Setelah berhari-hari dirawat di rumah sakit, Lavanya diizinkan pulang.Kesedihan merayapi hatinya ketika menginjak lantai rumah yang dingin. Tidak ada siapa-siapa di rumah itu kecuali dirinya sendiri. Danish yang mengantarnya sudah pergi sejak beberapa menit yang lalu.Kesunyian yang mencekam membuat batin Lavanya semakin tersiksa. Seharusnya saat ini ada sang putri bersamanya.Ia masuk ke kamar Belia. Duduk di tepi tempat tidur, mengusap permukaan kasur yang kosong. Bayangan ketika ia membacakan dongeng untuk Belia sebelum tidur begitu mengganggu pikirannya."Belia, Mama kangen, Nak, Mama mau ketemu," ratapnya lirih. Air matanya lantas luruh dari pelupuknya.Keesokan hari Lavanya kembali bekerja seperti biasa. Ia berniat siang ini akan mengunjungi Belia ke sekolahnya. Baru beberapa hari tidak bertemu tapi rindu Lavanya sudah memuncak.Ketika jam makan siang tiba, Lavanya tidak membuang waktu. Ia langsung meluncur ke sekolah anaknya dengan menggunakan taksi. Dengan langkah tergesa La

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 74

    Danish tidak main-main dengan ucapannya. Malamnya, seorang pria yang berprofesi sebagai pengacara datang. Namanya Irfan. Seorang pengacara terkenal di bidang hukum keluarga. Pembawaannya tenang, profesional dan sangat berpihak pada korban kekerasan rumah tangga."Lavanya, kenalkan ini Pak Irfan. Dia pengacara yang akan membantu kamu mengurus perceraian dengan Erik," kata Danish pada Lavanya.Lavanya yang setengah berbaring setengah duduk di ranjang rumah sakit tersenyum lemah sambil menangkupkan tangannya di dada."Bu Lavanya, Pak Danish sudah menceritakan pada saya kronologinya. Dalam hal ini kita bisa ajukan gugatan dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga dan suami Ibu yang menikah lagi tanpa izin dari Ibu," kata Irfan setelah mereka duduk bertiga di sofa kamar VIP yang Lavanya tempati."Apa Belia, anak saya, hak asuhnya bisa jatuh ke saya, Pak?" tanya Lavanya menanggapi.Irfan melabuhkan tatapannya di wajah Lavanya dengan penuh empati. Pria itu tetap tenang dan menyusun kata

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 73

    Semua masih tersimpan rapi di ingatan Lavanya. Ia tidak akan pernah melupakannya di sepanjang sisa usia yang dimilikinya. Seolah tidak cukup menorehkan luka di batinnya, fisiknya juga ikut disakiti.Kejadian itu memang sudah berlangsung dua hari yang lalu, tapi Lavanya ingat betul bagaimana kronologi ketika ia dihadang tiba-tiba lalu diserang begitu saja.Lavanya yang hendak menemui Belia di kamar terpaksa berhenti sebelum sampai di tujuan.Neli muncul tiba-tiba lalu mendorongnya dengan kuat. Lavanya yang tidak siap tentu saja tumbang. Tubuhnya disambut oleh dinginnya lantai bersama pekik kesakitan yang meluncur dari mulutnya."Masih punya muka kamu datang ke sini?" Neli membentaknya dengan keras. Pandangan tajam wanita itu seolah akan mencabik-cabik Lavanya menjadi beberapa bagian."Aku cuma mau bawa Belia, Bu," lirih Lavanya menjelaskan tujuan kedatangannya sambil menahan rasa sakit di bokongnya."Perempuan seperti apa kamu? Udah tinggalin suami, sekarang berani-beraninya ingin mere

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 72

    Setelah Lavanya tiba di rumah mertuanya, Erik sendiri yang membuka pintu. "Oh, kamu ternyata," gumam lelaki itu."Belia mana, Mas?" tanya Lavanya tanpa basa-basi. Tidak juga menyinggung pernikahan diam-diam yang dilakukan Erik."Dia lagi tidur, capek katanya." Lelaki itu menjawab dengan santai seraya menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu."Bangunkan dia. Aku mau bawa pulang ke rumah.""Dia udah di rumahnya."Lavanya menggeleng. "Ini bukan rumahnya." "Siapa bilang? Ini rumah papanya. Tempat dia tumbuh sejak kecil. Jadi ini rumahnya juga.""Dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak lagi," balas Lavanya tanpa takut. Hari-hari lampau Lavanya masih menghargai Erik dan selalu tunduk pada apa pun perkataan lelaki itu. Namun kini setelah semua yang terjadi mata Lavanya terbuka lebar. Ia tidak akan mau terus ditindas.Erik menyipit, menegakkan tubuhnya. Jelas terlihat tidak menyukai perkataan Lavanya. "Hebat ya kamu sekarang. Kamu yang pergi dari rumah datang-datang mau mengambil anakku. Kamu pik

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 71

    Sekitar seperempat jam kemudian pintu rumah Lavanya diketuk. Lavanya bangkit dengan langkah berat dan mata sembab.Setelah pintu dibuka Lavanya mendapati Danish sedang berdiri dengan napas memburu. Air mukanya sarat akan kekhawatiran.Melihat mata bengkak Lavanya, Danish melangkah masuk lalu merengkuh Lavanya ke dalam pelukannya."Aku ada di sini, bersama kamu, Nya," bisik Danish lembut.Bisikan itu membuat tangis Lavanya kembali pecah. Segala luka yang dipendam di hatinya seolah luruh. Danish mengusap punggung Lavanya. Dengan sabar menanti hingga tangis perempuan itu reda."Mas Erik udah nikah lagi diam-diam di belakangku. Dia tega, Nish." Lavanya sesenggukan di pelukan Danish.Lelaki bernama lengkap Danish Ksathriya itu mempererat dekapannya sembari tangannya terus mengusap-usap punggung mantan kekasihnya."Awalnya dia minta izin buat nikah lagi karena Mona hamil. Tapi aku nggak kasih izin. A-aku min ... taa cerai, ta-ta-pi dia nggak mau dan menjadikan Belia sebagai alasan. Ternyat

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status