Share

Bab 9

Penulis: Zizara Geoveldy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-17 06:47:01

Lavanya melangkah ke kantor dengan gontai. Menggunakan blazer abu-abu dan rok pensil hitam, ia tampak begitu feminin. Sedikit pun tidak ada firasat dalam dirinya kalau hari ini akan terjadi sesuatu yang besar.

Suasana di kantor tampak tidak seperti biasa. Para rekan kerjanya berbisik-bisik.

"Nya, sini!" Dian melambaikan tangan pada Lavanya yang sudah berada di kursinya.

Lavanya melempar senyum dari jauh. Ia sedang malas mendengar gosip apa pun.

Melihat Lavanya hanya tersenyum tanpa ada niat untuk bergabung, Dian, Lina dan Sari menghampirinya.

"Nya, udah dengar gosip terbaru belum?" kata Dian.

"Gosip apa?" tanya Lavanya tanpa minat.

"Pak Herman bakal dimutasi dan kita bakal punya kepala cabang yang baru."

"Oh. Terus kenapa?" respon Lavanya yang tidak terlalu tertarik. Mutasi atau rotasi jabatan bukanlah hal yang aneh.

Dian mencondongkan tubuhnya ke arah Lavanya dan berbisik dengan suara rendah. "Kabar baiknya dia masih muda dan ganteng banget!!!" 

Lina dan Sari cekikan menanggapi Dian yang berbinar-binar menyampaikan gosip terbarunya.

Lavanya hanya tersenyum singkat. 

"Idih, kok responnya cuma segitu doang?" Dian belum puas melihat reaksi Lavanya yang apa adanya dan cenderung tanpa minat.

"Jadi aku harus gimana? Loncat-loncat? Jingkrak-jingkrak?"

Dian mendengkus. "Ya nggak gitu juga, Nya. Tapi setidaknya kamu bisa lebih excited. Ini kepala cabang yang baru lho! Biasanya ‘kan orang baru pasti jadi pusat perhatian."

Lina ikut menimpali. "Iya. Apalagi kalau sekeren yang kita dengar dari gosip. Katanya dia gagah, pintar, tegas tapi tetap humble."

"Belum tentu juga sih, jangan-jangan cuma mitos. Ntar pas datang biasa aja," sahut Sari sambil terkikik.

Lavanya tersenyum lagi. "Ya udah, nanti kalau udah datang kita lihat sendiri aja gimana orangnya."

Mereka bertiga masih cekikikan membahas kemungkinan seperti apa kepala cabang yang baru. Sedangkan Lavanya memilih untuk fokus pada pekerjaannya.

Sampai beberapa jam kemudian suasana kantor mulai berubah. Semua orang terlihat lebih rapi dari biasanya. Beberapa karyawan pria merapikan pakaian mereka. Sementara para wanita mengecek penampilan masing-masing di layar ponsel atau cermin kecil yang selalu ada di dalam tas.

Seorang lelaki memasuki ruangan dengan jas hitam yang pas di tubuhnya. Wajahnya tampak tampan dengan sorot mata yang teduh. Rambunya tertata rapi, menunjukkan kesan profesional yang kuat.

Lavanya yang tadinya tidak terlalu tertarik kini mematung di tempatnya. Jantungnya lebih cepat dari biasanya. Karena lelaki yang berdiri di sana, yang kini diperkenalkan sebagai kepala cabang baru oleh kepala HRD adalah seseorang yang sangat dikenalnya, seseorang yang juga pernah datang sebelumnya.

Danish.

Suasana kantor menjadi riuh oleh bisik-bisik. Beberapa karyawan wanita saling menyenggol, berbisik tentang betapa tampannya pria itu. 

Namun Lavanya tidak bisa mendengar mereka dengan jelas. Dunia seakan mengecil, menyisakan hanya dirinya dan Danish.

Danish juga melihatnya. Tatapan mereka bertemu sesaat dan ada kilasan perasaan yang sulit Lavanya artikan di dalam mata lelaki itu.

Danish tersenyum tipis. "Senang bertemu lagi dengan kalian semua. Semoga kita bisa bekerjasama dengan baik," ucapnya.

Di saat semua orang bertepuk tangan, Lavanya justru merasa dadanya semakin sesak.

Kepindahan Danish ke kota A adalah suatu hal. Tapi menjadi atasannya di kantor? 

Lavanya tidak pernah menyangka ini akan terjadi.

**

Lavanya sedang berkaca di cermin wastafel toilet. Bekas tamparan Erik masih ada, menyisakan warna kemerahan di pipinya. 

Mengingat suaminya yang sekarang sudah berani bermain tangan membuatnya semakin sakit. Bukan hanya fisik, tapi terlebih batinnya.

Lavanya keluar dari toilet. Akibat terburu-buru berjalan ia hampir menabrak seseorang yang berjalan di lorong toilet dari arah yang berlawanan.

"Maaf, maaf, nggak senga—" ucapan Lavanya menggantung begitu saja ketika menyadari orang yang hampir ia tabrak adalah Danish.

Pria itu menatapnya dengan dahi mengerut. Sesuatu dalam suaranya membuat Lavanya meremang, terlebih saat tangan besarnya tiba-tiba menyentuh pipi Lavanya. 

"Kenapa pipi kamu lebam?" 

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 102

    Epilog - Rumah Bernama Cinta Suara dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang berlarian di halaman memecah keheningan pagi yang dingin. Mereka terus berlari sambil tertawa mengejar gelembung sabun yang melayang-layang di udara.Di atas kursi rotan di depan rumah, Danish duduk diam, mengamati dari jauh. Matanya yang teduh menyimpan beribu kenangan. Pikirannya mulai berkelana, menemui dirinya tiga tahun yang lalu. Pada malam yang mengubah segalanya.Malam itu Danish mengajak Lavanya ke rumah mewahnya untuk berbicara dengan kedua orang tuanya."Pulang juga kamu akhirnya," suara Ophelia menyambut Danish. Bibirnya mengukir senyum penuh kemenangan. Wanita itu pikir setelah pembicaraan mereka tadi siang Lavanya akhirnya menyerah lalu pergi selamanya dari kehidupan Danish. Ia yakin sepenuhnya akan hal itu. Danish juga membenci Lavanya dan tidak akan memaafkannya setelah menyaksikan pemandangan menyakitkan di kafe.Danish dan Lavanya tidak akan tahu bahwa pertemuan dengan Ronald di kaf

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 101

    Lavanya terengah keluar dari kafe. Titik-titik hujan menampar-nampar wajahnya. Pikirannya penuh oleh wajah Danish. Tatapan penuh luka lelaki itu jauh membuatnya tersiksa. Lavanya lebih suka jika Danish berteriak memakinya ketimbang perlakuan yang didapatnya dari Danish tadi.Langkahnya terhenti tepat di pintu apartemen. Barangkali setelah ini ia tidak akan melihat Danish lagi di dalam sana. Setelah apa yang terjadi Lavanya yakin jika Danish pergi dari hidupnya. Ia tidak akan menemukan lagi barang-barang lelaki itu di dalam apartemennya. Tidak ada lagi orang yang setiap malam tidur di sofa. Atau bermain pura-pura menjadi keluarga dengan anaknya.Lavanya menghela napas. Pandangannya kemudian tertuju ke unit sebelah. Sempat terniat untuk menjemput Belia. Tapi detik berikutnya Lavanya berubah pikiran. Lebih baik ia mandi dulu dan menenangkan diri. Setelahnya barulah menjemput sang putri.Tangannya gemetar saat menekan beberapa digit angka yang merupakan password apartemennya.Lavanya mel

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 100

    Senja itu sepulang kerja Lavanya melangkah masuk ke sebuah kafe yang berada tidak jauh dari kantornya. Ia berjanji bertemu dengan Danish di sana.Danishlah yang ingin berjumpa dengannya. Bukan Lavanya.Sejak pergi makan siang dengan Agatha, pria itu tidak kembali ke kantor. Ia hanya mengirimi Lavanya pesan yang berisi ajakan untuk bertemu. Padahal mereka tidak perlu bertemu di luar. Mereka berjumpa setiap hari di apartemen.Sembari menyesap hazelnut latte-nya, Lavanya memandang titik-titik hujan yang meluncur di luar sana melalui jendela kaca kafe.Sudah tiga puluh menit berlalu dari waktu yang ditentukan. Namun, Danish masih belum datang.Lavanya mengecek ponselnya. Kalau saja ada pesan baru atau panggilan tak terjawab dari Danish. Namun, yang ia temukan hanya pesan ajakan bertemu yang diterimanya beberapa jam yang lalu.Lavanya kemudian mengirimi Danish pesan. Mengatakan bahwa dirinya sudah berada di kafe. Tidak ada jawaban dari lelaki itu.Mungkinkah dia sedang sibuk dengan Agath

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 99

    Hari-hari berikutnya berjalan begitu saja. Danish benar-benar tinggal di apartemen Lavanya. Ia tidur di sofa setiap malam. Bangun pagi-pagi sekali dan menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Ia juga memastikan keadaan Lavanya dan Belia baik-baik saja. Namun, bagi Lavanya yang paling membuat sesak dari semua itu adalah Danish yang terlalu sempurna dari peran yang dulu Lavanya inginkan dari Erik. Belia sangat dekat dengan Danish. Bahkan kini memanggilnya dengan sebutan 'Papa Danish' ketika keduanya bermain pura-pura menjadi keluarga di living room apartemen mereka. Suatu malam ketika Lavanya pulang lebih larut dari biasanya karena ada pekerjaan yang harus ada diselesaikan, ia mendapati Danish tertidur di sofa sambil memegang buku cerita anak-anak. Sedangkan tangannya yang lain pria itu jadikan bantal untuk Belia. Irama napas putri kecilnya menyatu dengan ritme tenang napas Danish. Mereka terlihat bagaikan ayah dan anak sesungguhnya. Lavanya mematung melihat pemandangan itu. In

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 98

    Malam itu pintu apartemen Lavanya diketuk berkali-kali. Lavanya yang sedang mengemasi barang-barang dan memasukkan ke dalam koper terpaksa menghentikan aktivitasnya untuk sejenak. Lavanya berniat untuk pergi dari apartemen yang dipinjamkan Danish sebagai tempat tinggalnya. Ia sudah memutuskan untuk keluar dari hidup Danish. Jadi ia tidak akan tanggung-tanggung.Lavanya melangkah ke arah pintu. Ia mengintip dari kaca kecil.Jantungnya menghentak ketika tahu siapa tamu di luar sana.Danish.Untuk apa lelaki itu datang malam-malam begini?Ah iya, itu, kan, memang kebiasaannya. Setiap pulang kerja Danish tidak langsung pulang ke rumah, tapi ke apartemen Lavanya dulu.Lavanya mengembuskan napas. Ia sedang malas bertemu dengan Danish. Lavanya tidak ingin membuat keadaan sulit ini semakin rumit. Tapi untuk saat ini menghindari Danish bukanlah cara yang tepat. Akhirnya Lavanya memutuskan untuk membuka pintu walau sebenarnya Danish bisa langsung masuk karena dia mengetahui password apartemen

  • Di Bawah Selimut Mantan Kekasih   Bab 97

    Setelah lama bermenung memikirkan cara untuk mempertahankan Lavanya, sebuah ide cemerlang melintas di pikiran Danish.Ia sudah lama menunggu Lavanya kembali ke pelukannya. Dan setelah perempuan itu berada di tangannya, Danish tidak semudah itu untuk melepaskan.Diambilnya gagang telepon, didekatkannya ke telinga. "Lavanya, ke ruanganku sekarang," perintahnya begitu panggilannya mendapat sambutan.Tidak kurang dari dua menit Lavanya tiba dan duduk di seberang Danish."Ada apa Bapak memanggil saya?""Aku sudah baca surat pengunduran diri kamu. Dan jawabannya adalah tidak. Kalaupun kamu bersikeras ingin resign ada syarat yang harus dipenuhi.""Syarat apa, Pak?" Lavanya bertanya antusias.Danish menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Tangannya terlipat di dada. "Syaratnya sederhana. Selama satu bulan ke depan kita tinggal bersama. Entah di apartemenmu atau di apartemenku. Biar kutunjukkan alasannya kenapa kamu nggak boleh pergi."Lavanya terperangah. "Apa maksud Bapak?""Selama satu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status