Axel kenapa nih? Ada-ada aja si Raja Neraka.
Dengan langkah panjang, Hana membawa box yang berisi berkas-berkasnya ke divisi keuangan. Ia masih kesal dengan perlakuan Axel. “Dasar orang kaya sombong! Semoga makanannya asin semua dan kejatuhan cicak,” gumam Hana seraya mengumpat. Akhirnya Hana kembali ke kubikelnya yang sudah dua bulan tak ia tempati. Rasanya sedikit aneh ketika ia mendudukan bokongnya di kursi itu, setelah terbiasa bekerja di meja sekretaris. Tepatnya di sebelah ruang kerja General Manager Harrison Food. Gadis berambut panjang hingga sepinggang itu mengembuskan napas panjang. “Kapan makan-makan? Merayakan kebebasan terlepas dari sang tiran tampan nih, Han?” tanya seorang wanita di awal umur empat puluh tahunnya. Tetangga kubikelnya, Marjeni. Seorang janda beranak tiga. Hana tak menjawab pertanyaan Marjeni. Ia hanya tertegun di tempatnya. ‘Apa ini maksud Pak Bos tentang ‘akan mengembalikan semuanya seperti semula?’” “Hana? Hana? Hana?” panggil Marjeni beberapa kali sebelum akhirnya ia meneriakan nama itu sambi
Axel memijat pelipis kepala, menahan kemarahannya yang sudah di ubun-ubun. Sudah pukul tiga sore tapi sekretaris barunya ternyata bekerja jauh lebih lambat daripada Hana. Belum lagi isi laporan yang dibuat Zidan salah semua hingga Axel harus bekerja dua kali sebelum mengirimkan berkas-berkas itu ke klien. “Apa semua anak buahku badut?” rutuk Axel sambil mengetuk-ngetuk jemari panjangnya di atas meja. Ia sudah sangat pusing dengan pekerjaan Zidan, Axel jadi sedikit menyesal membuat keputusan terburu-buru pagi ini. Yaitu mengganti Hana. “Hana,” gumam Axel sembari melihat ponselnya yang layarnya mati hidup dari tadi. Menandakan ada telepon masuk. Tidak, sambungan jarak jauh itu bukan dari Hana, melainkan dari kedua orang tua Axel yang dari semalam tak henti-hentinya menghubungi anak semata wayangnya itu, selain itu ada seseorang lagi yang terus menerus menerornya semalam. Axel menelungkupkan kepalanya di atas meja, menggunakan tangannya sebagai bantalan. Entah bagaimana ia ingin berce
“Apa lagi, Dan? Mau tanya pakai ekspedisi apa sekarang? Pakai ekpedisi ikan terbang!” bentak Axel terlihat terganggu dengan kedatangan seseorang lagi di ruangannya. “Saya Hana, Pak,” jawab seorang gadis seraya masuk ke dalam ruangan General Manager. “HANA! Ngapain kamu ke sini?” tanya Axel terkejut, bahkan kursinya sampai mundur sekitar satu meter karena yang sedang mendudukinya melompat kaget. “Saya enggak pernah manggil kamu ke ruangan.” “Oh memang saya enggak dipanggil, Pak. Saya datang sendiri,” jawab Hana. ‘Kok macam jaelangkung, datang tak diantar pulang tak dijemput.’ Gadis itu menelan salivanya sebelum melanjutkan. “Saya mau bertanya, Pak-.” “Saya lagi sibuk. Kamu bicarakan saja sama Zidan, nanti dia yang menyampaikan pada saya,” jawab Axel sambil menunjuk ke arah pintu. Namun, tangannya tanpa sengaja menyenggol mouse yang malah mengklik perintah untuk mengalihkan audio komputer dari headphone ke arah speaker ruangan, dan detik selanjutnya terdengar suara Gong Yoo nyaring
Hana diseret oleh geng sarapannya ke kantin, walau gadis itu masih belum terlalu lapar. Selain itu ia sengaja ingin berhemat hingga tak makan pagi ini. Hana khawatir jika Axel memotong gaji Andra, kekasihnya itu tak punya tempat meminjam uang lagi. Yap, Hana memang sebucin itu, tapi mengakuinya adalah hal yang berbeda. Namun, Zidan yang memiliki misi ‘curhat tentang Raja Neraka’ tentu saja tak terima jika Hana tak mengikuti ‘ritual’ pagi mereka. Apalagi selama dua bulan ini mereka menjadi pendengar setia curhatan Hana seputar Raja Neraka. “Bos elu tuh ya! Perasaan gue sih reinkarnasi Roro Jonggrang. Ngasih tugas tuh berasa buat seribu candi dan harus selesai sebelum fajar. Masa dia minta gue rangkum penjualan kripik jamur dari seluruh Indonesia dalam lima tahun terakhir ini?” keluh Zidan. Hana langsung mencibir. “Dulu ya aku tuh ngeluh begini katamu ‘lebai’.” “Ya maaf, Han. Gue enggak tahu aja si Raja Neraka permintaannya mustahil bin gak masuk akal.” “Sebenarnya enggak mustahil
Mereka masih berada di kantin kantor saat ini. Kantin itu sebenarnya tidak cocok disebut ‘kantin’ karena interiornya yang nyaris menyamai sebuah cafe. Bahkan makanan yang terhidang juga kualitas terbaik, selayaknya restoran berbintang. Selain itu, tempat makan ini juga terbuka untuk umum karena letaknya ada di lantai bawah kantor yang menghadap jalan, tapi untuk pengunjung yang merupakan pegawai kantor tentu saja mendapat potongan harga hingga bisa dikatakan harga menu di cafe ini cukup terjangkau. “Jangan-jangan Pak Axel menunjuk gue menjadi sekretaris karena naksir gue kali ya?” gumam Zidan penuh percaya diri tak mempedulikan sanggahan Hana. Jennie langsung menoyor kepala Zidan. “Mikir dong, Dan. Logikanya kalau Pak Axel itu naksir Pak Andra terus akhirnya terjun ke kamu, kejauhan kali turun seleranya.” Zidan manyun sambil mengelus-elus jidatnya. “Mbak Jennie kasar deh.” “Terus Bapak naksir balik enggak?” tanya Elira sambil merapatkan tubuhnya ke arah Andra. “Aku masih doyan wan
“Mana sekretaris kamu!” jerit Salia marah sembari menghentak-hentakan kakinya ke lantai. Zidan langsung terlonjak di tempatnya karena merasa terpanggil. ‘Hari kedua gini amat nasib jadi sekretaris Raja Neraka,’ keluhnya dalam hati. “Sa-saya,” ucap Zidan sambil menongolkan kepalanya dari balik pintu dengan takut-takut. “Kamu ngapain di sini,” gumam Axel lemah melihat lelaki tambun yang tiba-tiba nyengir dan masuk ke dalam ruang kerjanya. “Kamu-,” ucap Salia sambil menunjuk Zidan. “Saya sekretarisnya, Mbak Salia,” jawab Zidan masih memberikan senyum pasta gigi. “Tidak mungkin! Mas Axel suka dengan lelaki!” jerit gadis berambut ungu itu histeris. “Dan ia bahkan- tidak Mas! Kenapa kau tega! Mas! Ayo kembali ke jalan yang benar!” sorak Salia sambil berlari ke arah Axel dan mengguncang-guncangkan tubuh kekar lelaki itu. Axel menarik napas berat. ‘Kenapa wanita ini suka sekali drama, dan apa yang sedang terjadi sekarang?’ Lelaki bersurai coklat gelap itu menghempaskan tangan Salia. “
“Ini habis minum obat apa deh si Zidan sampai ngehalu macam begini,” komentar Jennie setelah membaca pesan juniornya itu di grup Whats*pp. “Buktinya itu bos malah keluar sama cewek cantik, artis pula!” Hana masih termangu melihat pemandangan tadi dan pernyataan Zidan di grup pesan mereka. ‘Bukannya Bos enggak mau sama Salia? Tapi kok pergi berdua gandengan tangan? tanya gadis berambut panjang itu dalam hati. Seolah bisa membaca isi hati Hana, Jennie malah nyeletuk. “Ya kali, kucing ras dikasih royal canin mintanya malah terasi jamuran. Zidan ada-ada aja!” Hana mengangguk, menyetujui pernyataan Jennie. ‘Kenapa juga aku harus merasa kecewa, aku hanya tak menyangka ucapan Bos tak bisa dipegang. Ini sangat berbanding terbalik dengan pernyataannya waktu itu. *** “Bener Mbak! Raja Neraka tuh nyata-nyata bilang ‘aku suka sekretarisku!’ terus menarik pernyataan Pak Andra tadi pagi ketika sarapan ‘Pak Axel suka lelaki’ kan itu sudah pasti gue, Mbak,” ucap Zidan menyakinkan Jennie ketika j
“Bukannya sebaiknya pura-pura seperti tak tahu satu sama lain katanya tadi, kenapa sekarang malah menelpon?” gumam Hana. ‘Perkataan Pak Bos apa sudah tidak bisa dipercaya?' “Halo?” sapa Hana. Tapi tak ada suara pun di ujung sana. “Halo?” ulang gadis itu lagi. “Hana….” Suara balasan pelan terdengar. “Tolong aku,” ucap Axel begitu lemah. “Pak? Bapak baik-baik saja?” tanya Hana khawatir. “Aku ada di hotel Kaliendra daerah Majapahit. Jemput aku di sana-.” “Pak? Bapak baik-baik saja?” tanya Hana lagi begitu mendengar suara Axel yang kian mengencil. “Makan-.” “Hah? Apa Pak?” “Makan coklat itu sekarang!” perintah suara di ujung sana. “Tapi nanti kita-.” “Makan coklat itu sekarang Hana!” ulang Axel sebelum menutup panggilannya. “Hah?” gumam Hana. “Halo, Pak? Halo? Halo?” Tapi hanya nada sambungan terputus yang terdengar jelas. “Ish! Apa sih ini orang, gak jelas banget!” umpat Hana sambil hendak membanting ponselnya. Tapi tidak jadi, karena sayang. Sayang uangnya buat beli lagi. Say